Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ini Aksi Para Bidan untuk Perubahan Iklim: Menggalakkan Praktik Menyusui

Foto : The Conversation/Shutterstock

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Kusmayra Ambarwati, Universitas Respati Indonesia

Artikel ini terbit untuk merayakan Pekan Menyusui Sedunia pada 1-7 Agustus 2024.

Dalam survei enam negara di Asia Tenggara pada 2018, Indonesia menjadi negara nomor satu dengan konsumsi susu formula tertinggi. Sekitar 50% anak Indonesia usia 6 - 11 bulan mengonsumsi susu formula.

Padahal, konsumsi susu formula dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim dan pencemaran lingkungan. Sebab, aktivitas pembukaan lahan untuk memproduksi formula, hingga pengangkutan, melepaskan emisi gas rumah kaca. Ini belum termasuk risiko pencemaran dari aktivitas produksi, limbah kemasan, dan penggunaan air yang begitu banyak untuk pembuatan susu formula.

Di Indonesia, konsumsi 340 ribu ton susu formula pada 2021 berkontribusi melepaskan 1.37 juta ton emisi gas rumah kaca setara CO2 ke atmosfer.

Studi pada 2024 menekankan perlunya usaha untuk mengurangi emisi susu formula melalui penggalakan praktik menyusui. Di sinilah peran bidan, sebagai tenaga kesehatan yang bersinggungan langsung dengan ibu dan bayi, menjadi sangat krusial. Tujuannya untuk mengurangi tekanan manusia bagi Bumi sejak lahir.

Peran besar bidan

Organisasi bidan dunia atau International Confederation of Midwives (ICM) menetapkan peran bidan dalam meredam perubahan iklim dengan menggalakkan praktik menyusui dan pelayanan ramah lingkungan. Sebab, bidan merupakan penyedia layanan utama dan pertama dalam perawatan langsung ibu dan bayi.

Bidan dapat memperkuat peran lingkungannya dengan menerapkan konsep "greenfeeding" yakni advokasi dan pendampingan menyusui bahkan kepada remaja. Bidan juga perlu menggalakkan edukasi terkait ASI di sela-sela pemeriksaan kehamilan.

Bidan pun bisa mendukung persalinan yang aman dan nyaman untuk mendorong greenfeeding. Misalnya, bidan dapat mengurangi intervensi medis yang dapat mengganggu menyusui seperti menghindari pemberian cairan intravena rutin, induksi dan atau augmentasi (untuk mempercepat persalinan) tanpa indikasi kedaruratan, dan pendampingan yang cukup untuk mengurangi risiko operasi sesar.

Sementara itu, di tahap pascapersalinan, bidan dapat mendampingi inisiasi menyusu dini (IMD), tidak memisahkan ibu dengan bayi tanpa indikasi medis, hingga edukasi ASI Eksklusif-menyusui hingga dua tahun atau lebih, serta mendukung ibu menyusui dan bekerja.

Praktik ramah lingkungan lain yang dapat dilakukan adalah pelayanan kebidanan berkelanjutan sejak pranikah hingga bayi lahir dan masa anak melalui penggalakan program keluarga berencana, dan pelayanan kebidanan menggunakan bahan reusable serta pemakaian teknologi tepat guna.

Bidan yang melakukan upaya ini dapat membantu pengurangan konsumsi susu formula, bahkan menghindarinya. Harapannya, jejak karbon dan dampak lingkungan lainnya yang disebabkan oleh penggunaan formula bisa berkurang.

Konflik kepentingan jadi sandungan

Banyak negara telah mengadopsi kode etik sebagai standar minimum dalam perlindungan kesehatan. ICM pun berkomitmen menegakkan Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI dan dukungan menyusui.

Sayangnya, Indonesia belum mengadopsi 100% cakupan kode, sehingga masih ada celah pelanggaran di bagian yang tidak diatur. Misalnya, terkait pemasaran produk untuk anak di atas satu tahun dan promosi silang (melalui bantuan orang maupun media lain).

Belum taatnya aplikasi Kode Internasional Pemasaran Produk PASI menjadi ganjalan terbesar. Akibatnya, masih banyak pelanggaran Kode di Indonesia.

Per 2021-2024, ada sekitar 1294 pelaporan pelanggaran selama 2021 - Juli 2024. Pelanggaran terbanyak secara daring terjadi pada Pasal 5 terkait promosi, dan Pasal 7 terkait tenaga kesehatan termasuk di dalamnya menerima hadiah, dukungan pendanaan, ataupun dukungan lainnya.

Di tengah pelanggaran, organisasi profesi semacam Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan pemerintah juga masih permisif terhadap aksi pencitraan industri susu formula. Misalnya, IBI masih melakukan kerja sama dalam berbagai bentuk kegiatan seperti sponsorship edukasi dari CSR perusahaan.

Masih ada pula lembaga pemerintah yang bekerja sama terutama dalam bidang kesehatan, dan menangani isu penting seperti penanggulangan COVID-19, hingga penyelesaian dan pencegahan stunting.

Pemerintah dan IBI semestinya menjaga jarak dengan industri untuk menghindari konflik kepentingan.

Langkah ke depan

Indonesia sudah memiliki banyak sekali perangkat peraturan perlindungan menyusui. Terakhir, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 yang memuat ulang cakupan PP 33 Tahun 2012, larangan pemberian diskon, pemasangan iklan, dan larangan promosi susu formula dengan penambahan aktor seperti kader kesehatan, tokoh masyarakat, influencer dan pemberian produk contoh oleh bidan maupun tenaga kesehatan terkait.

Pemerintah tinggal memperkuat pemantauan, evaluasi dan sanksi yang jelas untuk memastikan penegakan aturan baru tersebut. Bebagai negara juga telah melakukan hal ini, termasuk menyediakan aplikasi greenfeeding agar masyarakat lebih mudah mengakses informasi seputar program menyusui.

Dari segi pendidikan, Indonesia perlu membekali bidan keterampilan yang mumpuni terkait pendampingan, edukasi dan advokasi menyusui. Contohnya adalah perumusan mata kuliah khusus yang berfokus pada menyusui-diperkuat dengan sertifikasi konselor menyusui dari lembaga independen bagi lulusan kebidanan.

Sementara itu, di tingkat lokal, otoritas daerah dapat mencontoh kabupaten Klaten yang menerbitkan peraturan daerah untuk memantau dan mengevaluasi proses IMD hingga ASI eksklusif.

Para bidan juga perlu menyadari bahwa peran mereka untuk meredam perubahan iklim sekaligus membangun generasi yang sehat sangat krusial. Sebagai organisasi profesi tertinggi bidan di Indonesia, IBI berperan besar untuk menaati regulasi, menjalankan komitmen sejalan dengan ICM untuk independen-menghentikan dan tidak menerima sponshorship dalam bentuk apa pun.

IBI juga dapat membuat regulasi, edukasi dan sanksi yang jelas pada anggota yang melanggar untuk melindungi anggota dan masyarakat luas. Pejabat IBI perlu memberikan contoh independensi dalam praktik sehari-hari, serta menyebarluaskannya ke anggota IBI di cabang dan daerah seluruh Indonesia.

Dengan kata lain, kerja sama antarpihak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan aksi iklim para bidan dalam menggalakkan praktik menyusui.The Conversation

Kusmayra Ambarwati, DOSEN/ BIDAN/ PENELITI/ KONSELOR MENYUSUI, Universitas Respati Indonesia

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top