Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemulihan Pascapandemi

Inggris: Perlu Landasan Kuat, Berkelanjutan, dan Inklusif

A   A   A   Pengaturan Font

LONDON - Pandemi Korona telah meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian secara global yang dirasakan seluruh negara. "Virus korona merupakan sebuah peringatan hubungan manusia dan alam. Dalam proses pemulihan, keputusan yang kita buathari ini akan menjadi penentu apakah kita akan membangun landasan pertumbuhan yang kokoh,berkelanjutan, dan inklusif. Ataukah kita akan terus terikat emisi polusi selama beberapa dekadeke depan yang menjadikan penduduk dan planet ini makin rentan," ujar Menteri Keuangan Inggris, Rishi Suna, akhir pekan.

Dia mengungkapkan, survei global dari Ipsos MORI menemukan bahwa 71 persen penduduk dunia setuju, dalam jangka panjang, bahaya perubahan iklim sama besarnya dengan pandemi virus korona. Melaluikebijakan-kebijakan dalam menanggulangi virus korona, kita memiliki kesempatan untukbangkit. Caranya, dengan lebih melindungi dan memperbaiki alam. Kemudian, mengurangi risiko penyakit-penyakitmematikan lainnya dan memperkecil dampak perubahan iklim di masa depan. "Saat ini menjadi momen yang tepat untuk pembangunan berkelanjutan dan transisi menuju energi bersih," ujar Suna.

Dia juga menyinggung, setelah pengumuman pemerintah Indonesia mengenai kebijakan energi terbarukan Selasa lalu, pada 9 Juli 2020, sebanyak 40 menteri dari berbagai negara berkumpul untuk membahas permasalahan energidan iklim global. Di dalamnya termasuk Menteri ESDM Arifin Tasrif, serta dua perwakilan Inggris: Menteri Bisnis dan Energi, Alok Sharma, serta Menteri Kwasi Kwarteng. Di dalam pertemuan tersebut juga ada perwakilan dari Tiongkok, AmerikaSerikat, Uni Eropa, dan India.

Suna mengingatkan, International Energy Agency (IEA)Clean Energy Transitions Summit merupakan ajang pertemuan global terbesar di bidang energi & iklim. Negara-negara yang bergabung merepresentasikan 80 persen dari perekonomian global.Negara-negara yang hadir menyampaikan dampak pandemi Covid-19 terhadap sistem energi mereka. Peserta juga menekankan pentingnya mendukung transisi energi yang lebih bersih di tengah tantangan saat ini.

Biaya menggunakan energi terbarukan semakin menurun tiap tahun dan pengembangannya tidak memiliki risiko besar terhadap lingkungan. Tema penting lainnyayang dibahas, mengenai kebutuhan inovasi di bidang-bidang seperti hidrogen, pemulihan yang inklusif-berkeadilan, serta cara mendorong sektor kelistrikanuntuk lebih memiliki ketahanan dan keberlanjutan.

Suna melihat, konferensi-konferensi seperti itu menjadi persiapan yang baik bagi Inggris yang akan menjadi tuanrumah Konferensi Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP) ke-26 di Glasgow,tahun depan. Kepemimpinan Inggris di konferensi tersebut sejalan dengan komitmen untukmeningkatkan ambisi terkait perubahan iklim dan mendorong negara-negara menepati targetpengurangan emisi mereka.

"Saat ini, kita sedang berjalan menuju perubahan iklim berbahaya dan berpotensi penuh bencana," tandas Suna. Inggris berharap semua negara dapat menjunjungKesepakatan Paris dan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan sebagai kerangka penting untuk memandu pemulihan dari krisis Covid-19.

Inggris Tepati Janji

Sementara itu, Suna juga menyampaikan, Inggris pekan lalu, mengumumkan skema-skema "hijau" untuk membantu menciptakan ribuan pekerjaan, membantu kelestarian lingkungan, dan menghidupkan kembali ekonomi yang terdampak pandemic. "Kita harus bangkit kembali dengan cara yang lebih ramah lingkungan," katanya.

Untuk dalam negeri Inggris menyiapkan 36 triliun rupiah guna membantu 65.000 rumah tangga efisien menggunakan listrik. Lebih dari 1/5 total emisi gas rumah kaca Inggris dari penghangat ruangan.Dengan cara-cara misalnya meningkatkan kualitas insulasi dan memasang jendela lapis dua, kehangatan rumah bisa lebih terjaga. Ini akan menghemat listrik dan uang.

Sedangkan dana 18 triliun rupiah membuat bangunan-bangunan publik lebih ramah lingkungan, demi mencapai emisi neto nol sebelum 2050. "Inggris juga menciptakan 5.000 pekerjaan baru melalui proyek pengembangan kawasan alamiah seperti penanaman pohon, membersihkan sungai-sungai, dan menciptakan ruang-ruang hijau baru. "Langkah-langkah tersebut akan melindungikeberagaman hayati dan menghubungkan kembali manusia dengan alam," kata Suna. wid/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top