Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Manufaktur - PMI Manufaktur RI Naik pada Desember 2023

Industri Keluhkan Harga Gas

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Industri pengolahan nonmigas mengeluhkan masih tingginya harga gas di dalam negeri dan maraknya produk impor. Kondisi ini menghambat laju pertumbuhan industri manufaktur sehingga membuat kontribusinya terhadap perekonomian nasional tidak optimal.

Khusus terkait harga gas, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan terdapat kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan sektor industri, antara lain penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas 6 dollar AS per MMBTU (metric million british thermal unit).

"Pada tahun 2023, hanya 76,95 persen di Jawa Bagian Barat atau hanya sekitar 939,4 BBTUD (british thermal unit per day) dibayar dengan harga USD 6,5 per MMBTU, sisanya harus dibayar dengan harga normal sebesar USD 9,12 per MMBTU," sebut Menperin di Jakarta, Selasa (2/1).

Tak hanya itu, tambah Agus, dalam pelaksanaannya masih banyak sektor industri yang memperoleh volume gas lebih rendah atau tidak sesuai dengan jumlah yang sudah menjadi kontrak antara industri dan pihak penyedia.

"Kebijakan HGBT memang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang kami inginkan, jauh dari ideal di mata kami. Oleh karenanya, karut-marut terkait HGBT ini tentu mengurangi daya saing industri kita," papar Agus.

Selain masalah harga gas, kebijakan lainnya yang dibutuhkan adalah pengendalian impor. Menperin optimistis Purchasing Managers Index (PMI) industri nasional bisa jauh lebih tinggi apabila pelaksanaan HGBT berjalan baik, begitu juga pengendalian impor.

"Sebab, ada opportunity lost yang dihadapi sektor manufaktur kita akibat kedua hal tersebut. Selain itu, perlu didukung kebijakan untuk menjaga ketersediaan bahan baku sehingga sektor industri manufaktur kita tetap berproduksi dengan baik dalam memenuhi pasar domestik dan ekspor," imbuhnya Agus.

Fase Ekspansif

Dipaparkan Menperin, pelaku industri nasional memang kain optimistis dalam menjalankan usahanya di tengah berbagai dampak geopolitik dan geoekonomi global. Kepercayaan diri ini tecermin dari capaian positif (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada bulan Desember berada di posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding bulan November yang menempati level 51,7.

"Alhamdulillah, PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut. Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan. Kinerja baik ini tentu harus kita jaga dan tingkatkan," katanya.

Menperin mengemukakan kondisi sektor manufaktur di Indonesia terus membaik lantaran juga didukung dari beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara on the right track. Laju industri manufaktur kita bisa lebih cepat di akhir tahun 2023. Kami juga optimistis di tahun 2024 bisa lebih baik lagi," ungkapnya.

Catatan positif PMI Manufaktur Indonesia pada akhir tahun sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di Desember 2023 yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian, dengan mencapai 51,32 poin atau konsisten selama lebih dari 13 bulan sejak diluncurkan IKI, masih berada dalam fase ekspansi. Kemenperin membidik target pertumbuhan industri pengolahan manufaktur sebesar 5,80 persen pada 2024 atau Tahun Naga Kayu, lebih tinggi dari target 4,81 persen di tahun 2023.

Dalam laporannya, S&P Global menyatakan ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada bulan terakhir 2023 karena adanya permintaan yang cukup tinggi, termasuk dari luar negeri. Ini mendorong pertumbuhan produksi lebih cepat dan penambahan jumlah tenaga kerja.


Redaktur : andes
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top