Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Perekonomian Dunia

Indonesia Pasti Terdampak Jika Global Alami Resesi

Foto : ISTIMEWA

NINASAPTI TRIASWATI Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI - Inflasi Indonesia diperkirakan tinggi pada 2023 karena hargaharga komoditas yang diimpor Indonesia mengalami kenaikan khususnya energi dan makanan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati menyatakan mempertahankan dan menjaga momentum pemulihan sekaligus pertumbuhan ekonomi menjadi langkah penting agar Indonesia tidak mengalami resesi.

"Yang penting bagaimana mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi. Mudah-mudahan hanya slowing down, turun sedikit tetapi tidak sampai resesi," katanya dalam diskusi The Indonesian Institute di Jakarta, Kamis (27/10).

Nina menjelaskan jika global mengalami resesi maka tekanan terhadap Indonesia akan masuk dalam beberapa jalur yaitu dari mitra dagang, harga komoditas global, pertumbuhan ekonomi, inflasi, tenaga kerja dan sosial ekonomi.

Ia menjelaskan sejauh ini ekonomi dari beberapa mitra dagang utama Indonesia masih mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2022 seperti Tiongkok 0,4 persen, Amerika Serikat 1,6 persen, Korea Selatan 2,9 persen, Singapura 4,8 persen, Vietnam 7,7 persen, Taiwan 3,1 persen dan Uni Eropa 4 persen.

Nina menuturkan salah satu momentum positif yang harus tetap dipertahankan Indonesia adalah neraca perdagangan yang surplus selama 29 kuartal seperti pada kuartal II-2022 surplus 15,55 miliar dolar AS. Ia menegaskan surplus neraca perdagangan ini harus bisa dipertahankan hingga akhir tahun mengingat pada tahun depan terdapat potensi beberapa harga komoditas mengalami tekanan.

Inflasi Indonesia diperkirakan tinggi pada 2023 karena harga-harga komoditas yang diimpor Indonesia mengalami kenaikan khususnya energi dan makanan. "(Impor) makanan seandainya kita bisa merapikan swasembada kita maka kita tidak akan tergantung. Energi agak repot karena kita masih impor banyak," jelasnya seperti dikutip Antara.

Rupiah Melemah

Sementara itu, Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (27/10) sore ditutup melemah 4 poin atau 0,03 persen ke posisi 15.567 rupiah per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.563 rupiah per dolar AS.

"Saya melihat pelaku pasar cenderung wait and see menjelang rilis beberapa data ekonomi besar baik AS (PDB dan PCE) maupun Indonesia (inflasi Oktober) dan juga pertemuan bank sentral utama dunia seperti ECB, BoJ, RBA, FOMC dan BoE," kata analis DCXF Futures Lukman Leong saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Menjelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan depan, pasar masih memperkirakan kenaikan 75 basis poin, meskipun ada isu bahwa The Fed akan memilih kenaikan yang lebih kecil pada Desember.

Sebelumnya, Direktur Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan, melemahnya nilai tukar pada beberapa sisi akan memberi dampak pada barang-barang impor sehingga impor value-nya akan meningkat cukup tajam. Karea itu sulit untuk membuat prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa melewati 5 persen.

"Ketika importansi meningkat cukup tajam surplus perdagangan akan mengecil maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi," papar Tauhid.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top