Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Indonesia Harusnya Bisa Menunjukkan Peran dalam Isu Global

Foto : ISTIMEWA

KTT G20

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia harusnya bisa menunjukkan perannya dalam percaturan politik global. Sayangnya, diplomasi politik internasional belum jadi fokus pemerintah saat ini. Penilaian ini dikemukakan peneliti senior Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, di Jakarta, Senin (18/4).

Menurut Beni, di tengah perang yang sedang berlangsung Russia dan Ukraina, misalnya, Indonesia yang menjabat sebagai pemimpin G20 saat ini menghadapi tantangan. Amerika, Polandia, Inggris, Australia, dan Kanada tidak akan hadir bila ada Russia.

Beni menambahkan, keberatan tersebut tentu saja membuat Indonesia berada dalam situasi yang tidak nyaman dan gamang. Namun secara umum, pemerintah telah menanggapi dengan hati-hati tanpa menyatakan sikap secara lugas terhadap gagasan pemboikotan oleh AS dan sekutunya.

Sikap Indonesia sendiri memang dipandang dalam kerangka menjaga netralitasnya berdasarkan prinsip politik luar negeri bebas aktif. Sehingga Indonesia tidak mungkin akan mengecualikan Russia. Oleh karena itu, ada beberapa skenario yang akan diambil Indonesia terkait keikutsertaan Russia.

Pertama, perang tetap berlanjut atau mengalami kebuntuan terutama di wilayah Donbas, setelah Rusia mundur dari Kyiv dan militer Rusia bersiap lagi untuk menduduki Donbass. Kemungkinan besar, karena Putin masih terfokus pada perang Ukraina, Putin tidak akan bisa menghadiri G20. Mungkin ini bisa menjadi berkah bagi Indonesia dan G20 tetap berlangsung dengan negara-negara barat menghadiri KTT.

Skenario kedua, lanjut Beni, perang di Donbas, Ukraina, dimenangkan oleh Rusia sebelum KTT G20. Oleh karena itu, Putin tampaknya sangat mungkin menghadiri KTT G20 sebagai aksi resistensi atas penentangan negara barat. Tentu saja, AS dan negara sekutu lainnya tidak akan menghadiri KTT G20 dan Indonesia akan sedikit dipermalukan dengan boikot Barat terhadap KTT tersebut. Skenario ketiga, perang masih berlangsung atau menemui jalan buntu, namun Indonesia berhasil meyakinkan Rusia untuk hadir dengan beberapa syarat, antara lain delegasi Ukraina juga akan menghadiri G20.

"Sehingga, Indonesia dapat berperan sebagai mediasi konflik dengan jaminan dari PBB, AS, Tiongkok India, Jepang dan negara-negara barat lainnya," katanya.

Skenario keempat, kata Beni, perang dimenangkan oleh Ukraina dan Putin mungkin merasa malu untuk menghadiri KTT G20. Namun, Indonesia tetap dapat berperan dengan mengundang Rusia dan Ukraina dalam menengahi kedua pihak yang bertikai untuk merundingkan penyelesaian konflik secara damai. Skenario-skenario itu mungkin saja terjadi. Tetapi masih harus dilihat apakah Indonesia benar-benar ingin memproyeksikan posturnya sebagai kekuatan menengah yang baru dalam politik global.

"Saya agak ragu mengingat Indonesia selama delapan tahun terakhir cukup menurun dalam urusan luar negerinya karena terbatasnya pilihan diplomatik yang kita miliki," ujarnya.

Beni menilai, Indonesia terkendala oleh kurangnya minat Presiden untuk melihat perannya dalam politik global kecuali isu diplomasi ekonomi. Karena selama ini yang diketahui sebagian besar keputusan kebijakan luar negeri bergantung pada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Pemerintah Indonesia saat ini tampaknya mengandalkan hubungan ekonomi bilateral dengan Cina dengan inisiatif Belt Road-nya sesuai dengan kepentingan nasional jangka pendek, daripada hubungan multilateral seperti dilakukan pemerintahan sebelumnya.

"Menurut saya pemerintah Indonesia masih belum terlalu kuat untuk menekan Rusia agar mengambil jalan ideal yaitu win-win solution dalam perang dengan Ukraina, yaitu jalur diplomatik. Hanya waktu yang akan menentukan jalan yang akan diambil Indonesia dalam menangani Ukraina - perang Rusia dan masalah yang terkait KTT G20. Artinya kita tinggal menantikan skenario-skenario apa yang akan terjadi," kata Beni.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top