Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Indeks Korupsi I Praktik Korupsi Membusukkan Satu Bangsa dari Dalam

Indonesia Harus Keluar dari Jebakan Korupsi

Foto : ANTARA/RENO ESNIR

TANAMKAN SIKAP JUJUR DAN SIKAP ANTIKORUPSI SEJAK DINI I Warga memperingati Hari Antikorupsi Sedunia belum lama ini di Jakarta. Untuk lepas dari jebakan korupsi yang membuat Indonesia semakin terbelakang, perlu ditanamkan sikap jujur dan sikap antikorupsi sejak dini kepada seluruh warga.

A   A   A   Pengaturan Font

» Indonesia harus memiliki semangat antikorupsi dan berjuang mencapai skor CPI 51, tidak perlu mulukmuluk 80.

» Indonesia bisa lepas dari korupsi jika seluruh warga mencanangkan tekad antikorupsi.

JAKARTA - Indonesia sangat sulit jadi negara maju jika korupsi masih terus merajalela. Korupsi akan terus menggerogoti keuangan negara yang menyebabkan keterbatasan dalam membangun sarana dan prasarana serta infrastruktur yang dibutuhkan investor dalam menanamkan modalnya.

Masih maraknya korupsi di Indonesia itu terlihat pada Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2022 yang mendapat skor 34 dan menempatkan RI di peringkat 110 dari 180 negara. Indeks tersebut bahkan menurun dibanding tahun 2021 dengan skor 38 dan berada di peringkat 96.

Bahkan, dalam dua dekade atau 20 tahun terakhir, CPI Indonesia terus menunjukkan kemerosotan. Sejak 2012, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih belum beranjak dari skor 30-an. Sempat melesat dengan skor 40 pada 2019, IPK Indonesia terus melorot hingga pada laporan Transparency International Indonesia (TII) pekan ini menunjukkan bahwa skor Indonesia hanya sebesar 34 poin pada 2022.

Sebagai informasi, IPK menggunakan skala 0-100. Skor 0 menandakan bahwa suatu negara sangat korup. Sebaliknya, skor 100 dalam IPK menunjukkan negara bersih dari korupsi.

Ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan IPK punya korelasi kuat dengan investasi baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Jika korupsinya tinggi, pengusaha asing maupun lokal malas menanamkan modalnya di dalam negeri.

"Kalau indeks korupsi merosot, investor nggak mau datang karena usahanya jadi susah. Vietnam yang dulu negara terbelakang, yang dulu utang beras ke Indonesia, skor IPK naik tinggi, Korsel juga naik, makanya dia maju, menjadi eksportir nilai tambah elektronik," katanya.

Sementara di Indonesia, semua usaha dipalak yang membuat mereka menangis. Pengusaha kecil pun dipalak Satpol PP, tapi kalau mereka tidak jualan, mereka tidak akan makan, akhirnya rela dipalak. Maka, tidak heran jika ada Kepala Satpol PP yang kekayaannya sampai puluhan miliar.

Dilakukan Bersama

Penyelesaian bangsa tidak bisa dengan hanya kebijakan parsial. Tanpa kepastian hukum kebenaran hukum dan keadilan hukum negara tidak akan bisa berkembang. Makanya, kalau lihat indeks CPI, mereka yang indeksnya di atas 80 itu negara kaya dan negara maju.

Hal itu bisa mereka capai karena memiliki tekad antikorupsi yang tinggi, bukan pemberantasan. Dengan semangat anti korupsi, bisa dilakukan bersama-sama. Sedangkan, pemberantasan hanya oleh aparat dan negara. Kalau negara tidak bisa, seharusnya bisa dilakukan bersama-sama, mulai dari masyarakat, tentu dipelopori para pemimpin bangsa.

"Semangatnya antikorupsi, bukan pemberantasan korupsi. Indonesia bisa lepas dari korupsi jika seluruh warga mencanangkan tekad antikorupsi. Bukan hanya slogan, tapi dijalankan dari hari ke hari. Masa sudah merdeka 78 tahun tidak bisa lepas. Indonesia skornya 34, sangat rendah," katanya.

Tiongkok, jelasnya, tidak akan maju kalau tidak membenahi korupsi. Presiden Xi Jinping tahu betul kalau dia tidak membenahi korupsi maka kemajuan negaranya hanya sebentar.

Indonesia harus meniru Tiongkok yang bertekad mencanangkan antikorupsi secara bersama, sepanjang masa. Makanya, penting mengajarkan kembali pelajaran budi pekerti supaya tidak mundur. Hal itu yang menyebabkan banyak orang pintar, bukannya membantu negara, sebaliknya malah menggerogoti negara. Pintar saja tidak cukup, lebih baik orang biasa tapi jujur dan berintegritas.

Untuk mendorong agar semua komponen bangsa bertekad untuk antikorupsi harus dipelopori oleh pemimpin bangsa, bukan bergantung pada aparat penegak hukum. Sekalipun KPK menangkap seribu orang koruptor tidak akan berpengaruh pada berkurangnya perilaku korupsi.

Indonesia, jelas Aditya, harus memiliki semangat antikorupsi dan berjuang mencapai skor CPI 51, tidak perlu muluk-muluk 80, tapi lebih realistis saja. Karena skor 50 itu threshold, begitu bisa mencapai angka itu maka akan terus melesat lebih baik. Kalau di bawah 50 kita terjebak, seperti middle income trap.

Sementara itu, pengamat Anti Korupsi, Felisianus Novandri Rahmat, mengatakan menurunnya CPI 2022 mengindikasikan penanganan baik pencegahan maupun penindakan korupsi di Indonesia belum maksimal, bahkan mengalami kemunduran.

"Intinya, korupsi membusukkan satu bangsa dari dalam. Padahal, pertahanan itu kekuatan dalam negeri. Kalau pertahanan kuat maka tidak usah takut dengan luar negeri," katanya.

Pertahanan dalam negeri itu pangan dan ekonomi. Bagaimana bisa menghadapi dunia jika pangan bergantung impor dan ekonomi tergantung utang impor. Begitu juga dengan energi yang diimpor karena masih bergantung pada minyak bumi, padahal negara lain sudah beralih.

Jerman dulu terlena dengan pasokan gas dari Russia, sekarang mereka mati-matian membangun pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT).

Kalau tingkat kebergantungan pangan, ekonomi, dan energi ke negara lain melalui impor maka makin sulit sebagai satu bangsa untuk bertahan. Apalagi, kalau dalam praktiknya banyak penyalagunaan kekuasaan.

"Indonesia dianugerahi energi matahari sepanjang tahun dari Sabang sampai Merauke, tapi kok impor bahan bakar minyak (BBM)," katanya.

Indonesia dulu sebagai negara eksportir minyak sehingga menjadi anggota OPEC, tapi kini menjadi net importir karena tidak mau mengembangkan EBT. Hal itu karena ada oligarki dan kepentingan sesaat, dan kroni kapitalisme yang bukannya melemah, malah menguat.

"Contoh pajak ekspor batu bara malah di hapus untuk kepentingan temannya. Padahal, negara lain malah menaikkan," katanya.

Keterlibatan Penegak Hukum

Sementara itu, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan terjun bebasnya CPI Indonesia karena banyaknya penyalahgunaan jabatan para pejabat negara, dan yang memperihatinkan adalah keterlibatan pejabat penegak hukum, lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor, korupsi di sektor perizinan seperti suap yang menyebabkan akuntabilitas dan transparansi investasi yang tidak optimal.

"Catatan kami selama ini, salah satu yang menjadi kendala paling besar masyarakat global adalah korupsi, khususnya terkait perizinan investasi, sehingga trust investor global terhadap Indonesia buruk dan berakibat rendahnya minat menanamkan modal di Indonesia," kata Badiul.

Hal krusial lainnya yang melemahkan pertahanan adalah utang yang semula 700 triliun rupiah, kini menjadi 7.000 triliun rupiah. Dari sekitar 7.000 triliun rupiah utang itu, 5.000 triliun rupiah di antaranya berasal dari pembayaran bunga obligasi rekap BLBI.

"Itu hilang tanpa bekas, menjadi beban rakyat dan mengurangi daya beli pemerintah untuk investasi modal dalam pembangunan," katanya.

Pada akhirnya, dana yang ada di perbankan itu dipakai untuk membagi dividen ke pemegang saham untuk aset properti bubble untuk kredit konsumsi, yang habis tak ada bekas. Sementara itu, pemerintah mau membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) sulit sekali dapat uangnya, tapi untuk pemborosan BLBI mudah sekali.

"Bagaimana mau lepas dari keterbelakangan dan kemiskinan. Masa bank rekap bagi dividen kepada pemegang saham yang debitur BLBI. Masuk akal gak?" tanya dia.

Belum lagi, mal di Jakarta jumlahnya 100 lebih, dan mal isinya barang impor semua. Begitu juga perdagangan online kan 90 persen impor. Di sisi lain, petani pupuk saja susah dapat. Kalaupun dapat, terlambat, lewat masa tanam. Air bersih di Jakarta saja berapa persen yang tersalur, padahal itu kebutuhan dasar. "Pangan, air, udara yang polutif, salah satunya karena PLTU, kepentingan tambang batu bara didahulukan dibanding EBT," tutupnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top