Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah I Makanan Lokal untuk Gantikan Konsumsi Gandum

Indonesia Harus Bisa Berdaulat di Bidang Pangan

Foto : PDI PERJUANGAN

RAKERNAS IV PDI PERJUANGAN I Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berpidato saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia harus bisa segera mewujudkan swasembada pangan, mengurangi impor, dan terus meningkatkan produksi. Untuk itu dibutuhkan peran dari banyak pihak terkait, mulai dari pemerintah hingga ilmuwan dan akademisi dalam upaya menghadirkan ketahanan pangan di Tanah Air.

"Semua penduduk harus bisa makan. Jangan ada yang kelaparan ataupun kurang gizi. Selain itu, meningkatkan produksi dan menyiapkan lumbung pangan juga harus dilakukan," kata pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha kepada Koran Jakarta, Jumat (29/9).

Secara khusus Eugenia menyarakan agar pola konsumsi masyarakat diubah. Mengganti makanan impor dengan makanan yang diproduksi di dalam negeri.

Para ilmuwan pangan dan ahli gizi diimbau untuk mensosialisasikan hal tersebut. Mengedukasi masyarakat, mana pangan impor, mana pangan lokal. "Saya yakin sekali bahwa Indonesia tidak akan kekurangan pangan yang bisa mengganti pangan impor," ujarnya.

Eugenia mengatakan sosialisasi untuk mengubah pola konsumsi masyarakat dari pangan impor ke lokal belum pernah ada.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam Pidato Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat mengatakan, Indonesia hendaknya bisa berdaulat di bidang pangan. Bung Karno pernah menegaskan pangan itu berkaitan dengan mati hidup suatu negeri. Kita bisa lihat hal ini yang terjadi dalam perang Russia-Ukraina.

"Pangan telah menjadi senjata yang sangat ampuh dalam membangun hegemoni suatu negara. Di tengah pertarungan geopolitik ini, ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan semakin besar," kata Megawati.

Naik Signifikan

Menurut Megawati, konsumsi gandum telah naik siginifkan dari 4 persen di 1970 menjadi 28 persen di 2022. Padahal ternyata tanaman gandum bukanlah tanaman yang dapat tumbuh di alam tropis kecuali ada rekayasa genetika. Tentu uji coba ini makan waktu lama, akibatnya Indonesia makin bergantung dan konsumsi gandum akan meningkat menjadi 50 persen pada 2030.

Ketergantungan terhadap suplai pangan dunia juga tampak pada impor pangan yang mencapai 300 triliun rupiah per tahun. "Dalam keadaan global warming sekarang, kalau negara eksportir pangan tidak mau mengeluarkan hasil buminya, lalu pertanyaannya, bagaimana kehidupan kita," katanya.

Saat ini, Indonesia telah dihadapkan pada kenaikan harga beras dan kebutuhan harga pokok lainnya. Kalau dilihat Indonesia sangat tergantung pada konsumsi beras, terlebih konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia sebesar 96 kg, ternyata tertinggi di dunia. Padahal yang sehat adalah 60 kg per kapita per tahun. Tingginya konsumsi beras membawa implikasi terhadap kesehatan.

"Persoalan pangan tidak bisa dijawab teknokratis. Hal ini erat kaitannya dengan ideologis tentang keberpihakan, tentang komitmen Indonesia untuk berdiri di atas kaki sendiri di bidang pangan dan tentang petani sebagai orientasi kebijakan terpenting," kata Megawati.

Oleh karena itu, tambahnya, apa yang telah disampaikan Bung Karno bahwa mulai dari lidah dan perut, rakyat Indonesia tidak boleh terjajah oleh makanan impor. Ini bisa menjadi bahan otokritik kebijakan RI di bidang pangan.

Megawati mengatakan dalam perspektif ideologi demokrasi ekonomi, nilai kemanusiaan dan keadilan sosial dalam Pancasila menjadi falsafah sebenarnya yang sangat penting. Kemanusiaan menekankan semangat pembebasan dari segala bentuk penindasan dan penjajahan sedangkan keadilan sosial menagamanatkan tidak boleh ada kemiskinan dalam bumi Indonesia merdeka.

"Oleh karena itu, mengapa ketika kita ultah saya mengambil tagline, fakir miskisn dan anak telantar harus dipelihara negara. Itu adalah ucapan yang ada di UUD 1945," kata Megawati.

Perpsektif ideologis inilah yang harus kembali dibumikan ke dalam praktiknya. Dengan panduan ideologis ini, tambah dia, dapat dirancang teknokratis dan fokus bagaimana mengurangi ketergantungan indonesia pada impor kedelai, daging sapi, hortikultura, bawang putih, garam, dan sebagainya.

"Selama kita semua punya tekad mengurangi impor maka semua yang diimpor saat ini bisa diadakan sendiri. Karena Indonesia diberkahi sebagai sebuah negara yang kaya raya," katanya.

Pendekatan ideologis, tambah dia, menempatkan pangan sebagai nafas kehidupan bangsa. Rancangan teknokratisnya pun harus dari hulu ke hilir dalam cara berpikir tetapi juga dalam pelaksanaannya. Implementasinya pun progresif dengan menempatkan petani dan nelayan atau pengembang budi daya laut sebagai sebuah sentral kebijakan.

Alih Fungsi Lahan

Terkait ketahanan pangan tersebut, dalam pidatonya Megawati meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak mengalihfungsikan lahan subur dari area pertanian menjadi area permukiman.

Dia menjelaskan delapan kebijakan pangan yang akan diperjuangkan partai berlambang banteng moncong putih itu, salah satunya adalah terkait politik tata ruang. "Politik tata ruang harus memastikan lahan-lahan subur tidak boleh dialihfungsikan," ujar Megawati.

Ia meminta Jokowi untuk mengabulkan rekomendasinya itu karena Jokowi menghadiri langsung Rakernas IV PDIP.

"Di tempat ini, saya ingin meminta sedikit, tanah-tanah subur sudah tidak boleh dikonversi Bapak Presiden," katanya.

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Masyhuri mengatakan sesungguhnya yang dinyatakan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sudah diatur semua di Undang-undang.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan misalnya, jelas bertujuan melindungi lahan pertanian, terutama lahan pertanian pangan, dan mendorong pengelolaannya secara berkelanjutan.

"UU ini mengatur berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian, termasuk penggunaan lahan, konversi lahan, dan perencanaan tata ruang. Jadi sebenarnya siapapun presidennya ya tinggal melaksanakan amanat UU tersebut," kata Masyhuri.

Sedangkan Eugenia khawatir dengan meningkatkanya laju alih fungsi lahan. Diharapkan ini segera dihentikan. "Semoga berpindahnya ibu kota baru maka konversi lahan di Pulau Jawa melambat atau berhenti," tegasnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top