Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemberdayaan Petani

Indonesia Butuh Ribuan Desa Devisa

Foto : KJ/WAHYU AP
A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Salah satu poin utama cara petani sejahtera adalah melalui penguatan kelembagaan ekonomi petani, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) petani, teknologi, dan penyaluran hasil produksi.

Dalam UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani jelas menyebutkan Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan usaha tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

"Karena itu, program Desa Devisa yang dikembangkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) harus didukung dan diperkuat," kata Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, ketika dihubungi di Yogyakarta, Jumat (9/7).

Dengan adanya rantai pasok, produk petani bisa dikendalikan melalui kelembagaan ekonomi petani, seperti program Desa Devisa, unit-unit kerja di on farm (pengolahan lahan, penanaman, perawatan, panen) dan off farm (pascapanen, pengolahan hasil panen, packaging, kualitas, dan pemasaran) bisa jadi rantai yang kuat dan bisa bersaing di level dunia.

"Petani mesti memiliki koperasi yang mengusahakan hulu-hilir oleh petani sendiri dengan bermitra secara setara dengan perusahaan, korporasi, koperasi lainnya yang membutuhkan komoditi pertanian, termasuk yang bisa diekspor," tandasnya.

Menurut Yakub, Indonesia butuh banyak, ribuan Desa Devisa agar pertumbuhan ekonomi bisa melesat. Sudah terbukti, komoditas pertanian dan kerajinan berbasis pedesaan selalu menjadi unggulan dalam situasi normal maupun krisis.

Sekretaris Perusahaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), atau Indonesia Eximbank, Agus Winarto, mengatakan akan terus mengembangkan program Desa Devisa untuk mendorong produk lokal bisa mendunia. Keberhasilan program Desa Devisa di dua wilayah, yaitu Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diharapkan dapat diduplikasi ke sejumlah wilayah di Indonesia.

"LPEI sedang mengembangkan Desa Ddevisa di beberapa wilayah yang memiliki potensi komoditas unggulan, antara lain beras dan kopi. Dalam waktu dekat ini, kami akan melakukan peluncuran Desa Devisa di Jawa Barat," ujar Agus.

Hingga saat ini, LPEI berhasil membentuk dua Desa Devisa, yaitu Desa Devisa Kakao di Jembrana, Bali, dengan komoditas unggulan berupa biji kakao yang difermentasi dan Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan produk kerajinan ramah lingkungan.

Kedua Desa Devisa itu telah mendapatkan beragam pelatihan dan pendampingan secara berkesinambungan untuk peningkatan kualitas produknya, kapasitas produksinya, peningkatan sumber daya manusia, dan juga untuk mendapatkan sertifikasi guna meningkatkan harga jual.

Pada 2019, Desa Nusasari di Jembrana, Bali, menjadi Desa Devisa pertama yang diresmikan oleh LPEI, yang berfokus pada pengembangan ekspor komoditas kakao.

Pendampingan dilakukan LPEI bersama dengan Koperasi Kerta Semaya Samaniya untuk meningkatkan kemampuan para petani kakao dalam proses produksi hingga mampu menghasilkan produk fermentasi biji kakao yang memiliki kualitas standar internasional sehingga dapat diekspor ke beberapa negara Eropa, seperti Prancis, Belanda dan Belgia, serta ke negara lainnya termasuk Jepang dan Amerika.

Desa Devisa lainnya adalah Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Produk unggulan dari Desa Devisa tersebut adalah green coffin atau peti mati ramah lingkungan. Keunikan produk itu adalah meminimalkan penggunaan kayu dan logam. Produk tersebut telah berhasil diekspor ke Inggris dan Belanda. Bahkan di tengah pandemi Covid-19, Apikri masih mengekspor produk ini ke Amerika Serikat. n YK/Ant


Redaktur : Eko S
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top