Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis I RI Telah Meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Biru

Indonesia Berada di Garis Terdepan Krisis Kekeringan dan Konflik Alokasi Air

Foto : ISTIMEWA

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa - Di tingkat global, proyeksi penurunan curah hujan yang sebesar 1-4 persen di 2020-2034 akan memicu kekeringan dan konflik alokasi air. Indonesia sebagai negara kepulauan, ber­ada di garis depan krisis global ini

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia mengalami 3.544 bencana alam (98 persen bersifat hidrometeorologi) yang merenggut 3.183 nyawa dan berdampak terhadap 18 juta orang selama satu dekade terakhir. Kondisi tersebut membuat Indonesia sebagai negara kepulauan, berada di garis terdepan krisis kekeringan dan konflik alokasi air.

"Di tingkat global, proyeksi penurunan curah hujan yang sebesar 1-4 persen di 2020-2034 akan memicu kekeringan dan konflik alokasi air. Indonesia sebagai negara kepulauan, berada di garis depan krisis global ini," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa, dikutip dari keterangan resmi, di Jakarta, Jumat (19/1).

Seperti dikutip dari Antara, Suharso membahas krisis air, ekonomi biru, dan persiapan Global Partnership for Effective Development Co-operation di Indonesia pada Juli 2024 dalam World Economic Forum (WEF), Davos, Swiss.

Indonesia disebut akan membahas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dalam 10th World Water Forum yang akan diselenggarakan di Bali pada Mei 2024.

Pembahasan tersebut berkaitan dengan upaya meningkatkan kapasitas penyimpanan air, konservasi sumber daya air, sistem manajemen air cerdas, dan green-grey infrastructure untuk manajemen bencana air. Forum itu dinilai bakal memberikan hasil konkret dan tindakan kolektif tentang air untuk masa depan yang berkelanjutan bagi planet.

Pertumbuhan Ekonomi

Mengenai ekonomi biru, Kepala Bappenas itu menyampaikan bidikan Indonesia untuk menumbuhkan ekonomi hingga mencapai kisaran 6-7 persen agar bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, dan menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045. Target pertumbuhan ekonomi itu juga berkaitan dengan pengembangan sektor ekonomi biru.

"Indonesia telah meluncurkan Peta Jalan Ekonomi Biru, mengembangkan Indeks Ekonomi Biru Indonesia, hingga inisiasi Forum Ekonomi Biru Asean 2023 di Belitung, serta Forum Ekonomi Biru Asean 2024 di Bali pada pertengahan tahun 2023. Melalui upaya membangun ekonomi biru, Indonesia berkomitmen meningkatkan kontribusi ekonomi maritim terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), dari 7,92 persen pada 2022 menjadi 15 persen pada 2045," kata Suharso.

Terakhir, Indonesia sebagai sebagai Co- Chairman GPEDC akan melaksanakan forum tersebut untuk membahas peningkatan Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST). Pembahasan tentang KSST juga meliputi wirausaha, rantai pasok global, hingga perdagangan dan investasi.

KSST merupakan salah satu prioritas kebijakan luar negeri Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Sebelumnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan, kenaikan suhu bumi jika dibiarkan mencapai lebih dari 1,5 derajat Celsius, diprediksi akan mengakibatkan 210 juta orang mengalami kekurangan air, 14 persen populasi akan terpapar gelombang panas, dan 297 juta rumah akan terendam banjir pesisir, serta 600 juta orang akan mengalami malnutrisi akibat gagal panen.

Peneliti Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, mengatakan dampak perubahan iklim global cukup nyata dan semakin serius, dengan tingkat emisi global saat ini jika dibiarkan kemungkinan terjadi kenaikan suhu global bisa mencapai lebih dari 2 derajat Celsius.

Dari kenaikan suhu bumi itu, ancaman terhadap kekeringan dan kekurangan sumber air semakin nyata. Selain air, juga akan mengancam pasokan pangan dan berdampak pada kesehatan manusia.

Sebagai gambaran, kata Hafidz, dampak El Nino tahun ini sudah menaikkan suhu 0,9 derajat Celsius di sebagian area Samudera Pasifik, namun sudah menyebabkan cuaca ekstrem di hampir seluruh area ekuator (Asia, Afrika, dan Amerika Latin) selama hampir empat bulan.

"Di situlah pentingnya kerja sama global dan komitmen seluruh negara, yang serius menekan emisi dengan skema net zero emission (NZE) sesuai The Paris Agreement, agar pada 2030 nanti suhu global bisa tetap ditahan di bawah 1,5 derajat Celsius," kata Hafidz.

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan Indonesia memiliki kemampuan teknologi yang cukup baik dalam mengatasi krisis air akibat perubahan iklim.

"Indonesia memiliki kemampuan teknologi yang baik, ditambah kearifan lokal budaya masyarakat yang dapat menutup kesenjangan kapasitas dan ketangguhan dalam mengatasi krisis air akibat perubahan iklim," ujar Dwikorita.

Ia menekankan kepemilikan teknologi yang mumpuni dapat meminimalisir risiko bencana alam akibat perubahan iklim yang dihadapi.

Ia mengatakan dengan teknologi yang mumpuni, maka informasi dan data cuaca dan iklim dapat dipublikasikan ke masyarakat sehingga bisa melakukan berbagai langkah pencegahan, mitigasi ataupun pengurangan risiko bencana, sebelum bencana terjadi.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top