Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelola Investasi

INA Diharapkan Bantu RI Keluar dari "Middle Income Trap"

Foto : Sumber: BKPM – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund/SWF) yang baru dibentuk diharapkan bisa membantu Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Harapan pada lembaga yang kini dikenal dengan Indonesia Investment Authority tersebut (INA) karena keberadaannya bisa menarik investasi asing langsung melalui penyertaan modal tanpa membebani keuangan negara yang sudah berat.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (25/1), mengatakan lembaga yang kini bernama Indonesia Investment Authority (INA) itu sangat vital perannya saat ini untuk menarik investasi sekaligus melanjutkan pembangunan infrastruktur.

Apalagi, dalam laporan Bank Dunia pada 2014 bertajuk Indonesia: Avoiding the Trap, Growing Old Before Growing Rich, sudah diprediksi Indonesia akan terancam terjebak dalam negara berpendapatan menengah kalau rata-rata ekonomi tumbuh di kisaran 6 persen dalam periode 2013- 2030. Sebab, saat itu, mayoritas penduduknya keburu tua sebelum tumbuh jadi kaya.

Agar terhindar dari situasi tersebut, Bank Dunia, kata Budi, saat itu merekomendasikan untuk memperkuat infrastruktur dan sumber daya manusia. Namun, kondisi makin memburuk dengan polemik perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok pada 2019 serta merebaknya pandemi Covid-19 pada Maret 2020.

Upaya mempercepat penyediaan infrastruktur untuk memacu produktivitas dan daya saing, telah memperberat kondisi keuangan perusahaan milik negara (BUMN).

"Negara ini harus bisa meningkatkan PDB per kapita yang saat ini sekitar 4.500 dollar AS per tahun menjadi minimal 12.000 dollar AS per tahun dalam waktu 10 tahun hingga 2030, atau butuh pertumbuhan per tahun 10,3 persen dalam dollar," kata Budi seperti dikutip dari Antara.

Beban Bunga

Sementara itu, beban negara bakal bertambah apabila BUMN tersebut jatuh bangkrut meninggalkan infrastruktur yang belum membuahkan hasil. Di samping itu, beban pembayaran bunga naik, dari sekitar 12 persen pendapatan negara menjadi 21 persen. "Itu adalah beban yang luar biasa tinggi sehingga membatasi negara dalam berutang," kata Budi.

Dari sisi eksternal, pascapandemi, jelasnya, dunia akan dibanjiri limpahan likuiditas yang tecermin dari rendahnya suku bunga, sehingga dapat memicu asset deflation selain pelemahan dollar AS.

INA, tambah Budi, agak berbeda dengan SWF di beberapa negara yang tujuannya sebagai kendaraan investasi semata. Menurut Tim Tenaga Ahli Kemenkeu, Ahmad Yani, INA justru ditujukan untuk mengelola kekayaan investasi dari luar dengan mengalokasikannya ke proyek-proyek nasional seperti infrastruktur. n ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top