Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Neraca Dagang | Pada Januari-Agustus 2024, Impor Beras Naik 121,34% secara Tahunan

Impor Pangan Makin Tak Terkendali

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebergantungan impor pangan semakin tak terbendung. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor beras sepanjang Januari-Agustus 2024 secara kumulatif mencapai 3,05 juta ton atau senilai 1,91 miliar dollar AS.

Komoditas beras memberikan kontribusi 1,5 persen pada impor nonmigas pada Januari-Agustus 2024. Secara kumulatif Januari-Agustus 2024 impor beras, gandum, meslin dan gula menyumbang sekitar 5,07 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia.

Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan Indonesia terlambat mendorong peningkatan kapasitas produksi dalam negeri. Karena itu, Indonesia selalu bergantung pada impor pangan.

"Dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor pangan, meningkatkan daya saing produk lokal, dan memperkuat ketahanan pangan nasional," tegas Badiul, Selasa (17/9).

Badiul berharap agar tahun depan produksi pangan meningkat, apalagi pada 2025 pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar 124,4 triliun rupiah dalam APBN untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Anggaran itu untuk ekstensifikasi lahan, lumbung pangan, akses pembiayaan petani, dan infrastruktur pertanian.

Badiul juga mendorong pemerintah menarik sebanyak mungkin investasi sektor pertanian. "Investasi di sektor-sektor pertanian, peternakan dan perikanan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelas Badiul.

Kemudian, lanjut dia, dalam jangka panjang, reformasi anggaran akan berdampak pada ketahan pangan, dan meningkatkan produktivitas dan daya saing di pasar global. "Reformasi tidak hanya sebatas merealoaksi, tetapi juga memperkuat efisiensi dan efektivitas anggaran. Itu untuk mengukur kualitas dampak bagi kesejahteraan masyarakat," ucapnya.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, menegaskan capaian ini menggambarkan pemerintah tak serius mewujudkan kedaulatan pangan. Padahal, hal itu merupakan kunci utama mengatasi masalah impor pangan ini.

"Karena dugaan rent seeking (pemburu rente) dari setiap kilogram yang impor pangan yang masuk ke Indonesia. Jadi lebih memilih impor daripada mendorong produksi dalam negeri," tandas Esther.

Kontribusi Besar

BPS mencatat secara kumulatif Indonesia telah mengimpor beras sebesar 3,05 juta ton atau senilai 1,91 miliar dollar AS selama Januari-Agustus 2024. Komoditas beras memberikan kontribusi 1,5 persen pada impor nonmigas pada Januari-Agustus 2024.

"Secara kumulatif dari Januari hingga Agustus 2024 impor beras naik 121,34 persen (secara tahunan/ yoy)," ucap Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/9).

Tiga negara dengan jumlah impor beras terbesar ke Indonesia adalah Thailand sebanyak 1,13 juta ton atau senilai 734,78 juta dollar AS, Vietnam sebanyak 0,87 juta ton atau senilai 542,86 juta dollar AS, dan Pakistan sebanyak 0,46 juta ton senilai 290,56 juta dollar AS

Secara kumulatif impor bahan pangan mencapai 14,48 miliar dollar AS atau tumbuh 3,43 persen dari periode sama 2023. Selain beras, komoditas lain yang memberikan kontribusi besar untuk impor bahan pangan adalah gula serta gandum dan meslin.

Indonesia mengimpor gandum dan meslin sebesar 8,44 juta ton atau senilai 2,56 miliar dollar AS. Komoditas gandum dan meslin memberikan kontribusi 2,01 persen ke total impor nonmigas pada Januari-Agustus 2024.

Tiga negara dengan jumlah impor gandum dan meslin ke Indonesia adalah Australia sebanyak 2,27 juta ton atau senilai 707,39 juta dollar AS, Kanada sebanyak 1,82 juta ton atau senilai 639,71 juta dollar AS, dan Argentina sebanyak 1,32 juta ton atau senilai 373,56 juta dollar AS.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top