Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kemandirian Pangan - Pemerintah Akan Impor 22.500 Ton Beras dari Kamboja

Impor Ganggu Harga Beras Petani

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rencana Pemerintah mengimpor 22.500 ton beras dari Kamboja jelang Lebaran bakal mengganggu harga produksi petani karena sebentar lagi memasuki musim panen. Keputusan tersebut membuat harga beras lokal kalah bersaing di pasaran.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, menegaskan pemerintah seharusnya mengutamakan produksi dalam negeri. Hal ini tidak hanya sebatas pernyataan saja, tetapi harus direalisasikan dengan tindakan nyata untuk keberpihakan pada petani.

"Tindakan itu seharusnya terwujud dalam beberapa hal. Pertama, tidak melakukan impor pada saat panen raya. Kedua, memberikan harga pantas pada gabah sehingga nilai tukar petani naik," tegas Esther kepada Koran Jakarta, Selasa (19/3), ketika diminta komentarnya terkait rencana impor beras tersebut.

Adapun ketiga, lanjut dia, yakni memperbaiki sektor pertanian dengan memberi petani akses ke barang input dan sarpras pertanian lebih besar, memberi bimbingan teknis dan sekolah lapang, memberi akses kredit, membangun infrastruktur pertanian yang baik, dan memberi akses pasar pada petani.

Secara terpisah, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan dalam dua pekan terakhir harga gabah di tingkat petani turun cukup besar. Hal ini dipicu oleh panen raya di beberapa sentra produksi padi, seperti Pati Jawa tengah dan Sumatera Selatan. Walaupun jumlah panen masih terbatas, tetapi ini mendorong harga gabah turun di tingkat petani.

"Tentu ini menjadi kegelisahan petani. Setelah sebelumnya mengalami harga yang cukup menguntungkan karena harga gabah di atas break event point," ujarnya.

Said menjelaskan dengan penurunan harga, tentu saja memukul harapan petani. "Sekalipun harga pembelian pemerintah (HPP) sudah naik di angka 5 ribuan, nyatanya nilai HPP ini masuk jauh dari ideal bagi petani karena harga input juga mengalami kenaikan yang jauh lebih tinggi dari kenaikan HPP itu sendiri," ungkapnya.

Situasi penurunan harga bisa jadi akan terus terjadi sampai panen raya berlangsung apalagi ada isu pemerintah akan mengimpor beras tambahan dan diperkirakan masuk justru pada saat panen raya. "Jika demikian maka petani seperti diterjunkan dari kebahagiaan sesaat pada lantai bawah," tegasnya.

Selama ini, ucap Said, pemerintah lebih khawatir harga beras merugikan konsumen, sementara harga gabah kerap kali diabaikan dengan dalih sudah ada HPP, padahal HPP-nya sendiri jauh dari yang ideal.

Dari Yogyakarta, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan memang terkesan petani sendiri kurang ditangani secara serius persoalannya.

"Sudah bertahun-tahun selalu terpaksa impor beras untuk mengamankan stok menjelang Hari Raya," tegasnya.

Perlu sinkronisasi peningkatan produksi disertai demokratisasi tata niaga untuk menekan biaya transaksi, sehingga tercapai kesejahteraan petani.

Penuhi Stok

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, Senin (18/3), mengungkapkan pemerintah akan mengimpor 22.500 ton beras dari Kamboja. Impor tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan stok beras menjelang Idul Fitri 1445 H, selain mengandalkan produksi dalam negeri.

Arief menegaskan Bapanas saat ini bersiap menyambut masa panen raya padi yang diperkirakan pada Maret hingga April 2024. Dirinya optimistis petani Indonesia akan mencapai target produksi beras sehingga bakal berdampak pada penurunan harga komoditas pokok tersebut.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top