Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Intensifikasi Pajak - Sekitar 679 Importir Berisiko Tinggi Tidak Miliki NPWP

Impor Berisiko Tinggi Ditertibkan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah menertibkan aktivitas impor berisiko tinggi pembentukan satuan tugas (satgas) yang diketuai Menteri Keuangan dan melibatkan Dewan Pengarah meliputi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kapolri, Jaksa Agung, Panglima TNI, Menteri Perdagangan dan kepala Kantor Staf Kepresidenan.

Penertiban itu dimaksudkan untuk meningkatkan monitoring importasi dan bagian dari upaya intensifikasi perpajakan. Data Kementerian Keuangan menunjukkan saat ini terdapat 1.500 importir berisiko tinggi atau very high risk importer. Dari jumlah itu, sebanyak 679 importir di antaranya, tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan volume impor berisiko sekitar 4,7 persen dari total volume impor di Indonesia. Meski demikian, Menkeu memperingatkan para importir berisi tinggi berpeluang melakukan penyelewengan lebih besar, termasuk pengeran barang-barang ilegal. Barang-barang impor yang kerap diselundupkan atau yang memiliki risiko tinggi, di antaranya produk tekstil, elektronik, dan produk konsumsi secara borongan. Barang-barang tersebut dimasukkan dalam satu kontainer sehingga perlu pemeriksaan lebih teliti lagi.

"Karena mereka dari sisi transparansi barang-barang yang ada dalam satu kontainer bermacam variasinya dan menjadi subjek risiko diperiksa," ujar Sri Mulyani, di Jakarta, Rabu (12/7). Lebih jauh, Sri Mulyani menilai importir nakal ini terusmenerus melakukan praktik penyimpangan dengan berbagai modus, termasuk penyuapan pejabat bea cukai.

Sri Mulyani mengancam, importir yang selama ini ketahuan tidak pernah membayar pajak atau tidak memiliki NPWP, pemerintah akan tutup bisnisnya. Dia juga akan menindak tegas pejabat Direktorat Jenderal Bea Cukai yang ikut andil dalam penyelewengan dokumen impor, termasuk sanksi pemecatan. "Mulai detik ini, saya akan mengatakan kalau (pejabat) Ditjen Bea Cukai saya akan copot," katanya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berencana membentuk satgas penertiban impor berisiko tinggi yang akan dikuatkan melalui penerbitan perpres. Pembentukan satgas ini diperlukan karena banyaknya praktik tidak sehat di pelabuhan dan perbatasan yang dapat merusak sendi perekonomian. Tugas satgas adalah melaksanakan penertiban impor berisiko tinggi di pelabuhan utama dan perbatasan wilayah Indonesia.

Wewenang satgas adalah melakukan pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan teknologi informasi dari kementerian lembaga atau pihak lain. Selain itu, membangun sistem pencegahan dan penertiban impor berisiko tinggi serta melakukan operasi tangkap tangan dan melakukan kegiatan evaluasi. Perketat Izin Sementara itu, pengamat perdagangan Indonesia Global Justice, Rahmi Hertanti, menegaskan perlunya pengetatan proses pendaftaran importir guna mencegah penyelewengan.

"Hal ini tidak akan terjadi kalau kita menerapkan aturan menganai perizinan impor yang sebenarnya kemudian ditandai dengan beberapa importir terdaftar," katanya. Rahmi mengatakan regulasi mengenai importir teregistrasi perlu ditingkatkan. Salah satunya ketika Indonesia digugat di World Trade Center, sebab izin impor yang dianggap bermasalah, terutama di sektor pertanian.

"Kalau pemerintah punya mekanisme yang cukup efektif untuk memonitoring importasi, tentu akan memudahkan bagi pemerintah, tidak hanya dalam konteks pembayaran pajak, tapi bagaimana memeriksa importir sudah menjalankan aturan yang berlaku," jelas Rahmi.

ahm/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail

Komentar

Komentar
()

Top