Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendidikan Nasional I "Learning Loss" akibat Pandemi Covid-19 Butuh Akselerasi

Implementasi Kurikulum Merdeka Tak Perlu Buru-buru

Foto : Koran Jakarta/M.Ma'ruf

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Kamis (7/3).

A   A   A   Pengaturan Font

Mendikbudristek menilai implementasi Kurikulum Merdeka tidak perlu terburu-buru karena masih ada waktu tiga tahun untuk masa transisi.

JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berencana menjadikan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional tahun ini. Adapun saat ini 75 persen sudah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dan 25 persen sisanya belum mengimplementasikan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan sekolah yang belum mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tidak perlu terburu-buru. Masih ada waktu sampai tiga tahun ke depan untuk melakukan transisi.

"Kami mengetahui mayoritas dari sekolah sudah melakukan transisi dan sisanya 25 persennya diberikan waktu 3 tahun ke depan untuk melakukan transisi ini," ujar Nadiem dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Kamis (7/3).

Dia memaparkan, hasil Asesmen Nasional (AN) yang menunjukkan sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka mengalami peningkatan literasi dan numerasi. Menurutnya, Kurikulum Merdeka juga efektif mengatasi kehilangan pembelajaran atau learning loss akibat Pandemi Covid-19.

"Sekolah-sekolah yang tidak mengikuti Kurikulum Merdeka mengalami learning loss dan akselerasi yang jauh lebih pelan untuk mengejar ketertinggalan," jelasnya.

Terkait naskah akademik, Nadiem menyebut, Kurikulum Merdeka juga sudah melewati riset mengenai kurikulum yang efektif. Meski begitu, data dari hasil Kurikulum Merdeka terhadap pembelajaran patut jadi perhatian. "Tapi di luar dari itu semua tidak ada yang bisa mengalahkan data. Jadi ini adalah satu-satunya data yang menurut saya terpenting, sangat susah di debat," katanya.

Masa Transisi

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menilai, berbagai catatan terkait dengan Kurikulum Merdeka Belajar harus menjadi perhatian serius. Pihaknya siap mengawasi secara ketat, apalagi ada rencana kurikulum tersebut menjadi kurikulum nasional.

Dede menekankan, jangan sampai Kurikulum Merdeka Belajar meninggalkan sekolah-sekolah yang belum siap mengimplementasikannya. Menurutnya, tidak semua sekolah memiliki kompetensi atau kemampuan untuk mengikuti perubahan ini secara cepat.

"Hal ini menjadi alasan utama untuk kita memastikan pengawasan yang intensif agar tidak ada sekolah yang tertinggal ketika belum siap menjalankan kurikulum merdeka belajar ini," ucapnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Umum NU Circle, Ahmad Rizali, menyatakan pergantian kurikulum merupakan keniscayaan mengingat perlu ada kesesuaian dengan konteks zaman. Menurutnya, yang kerap menjadi persoalan adalah prosedur perubahannya tidak sesuai.

"Pada saat mengganti, alasannya tepat tidak. Secara akademik bisa dipertanggungjawabkan tidak. Kalau gonta-gantinya compang-camping, awur-awuran, nah itu yang kita pertanyakan," terangnya.

Baca Juga :
TPPO Berkedok Magang

Dalam kesempatan sama, Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim secara masif melakukan digitalisasi pendidikan sepanjang tahun 2023, termasuk memberi bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) kepada 79.259 sekolah formal.

"Sebanyak 79.259 sekolah formal itu menerima bantuan TIK selama 2022-2023, melalui belanja Kemendikbudristek dan dana alokasi khusus (DAK) Fisik," katanya.

Sebanyak 79.259 sekolah formal tersebut menerima lebih dari 1,38 juta perangkat TIK untuk mendukung program digitalisasi sekolah dari Kemendikbudristek. ruf/S-2


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top