Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sistem Pembayaran - Gerbang Pembayaran Nasional Berpotensi Ciptakan Inefisiensi Biaya

Implementasi GPN Perlu Diperbaiki

Foto : ANTARA/Puspa Perwitasari

Pengunjung mengamati kartu berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) usai peluncuran bersama di Jakarta. Kartu berlogo GPN merupakan terobosan dalam menghilangkan fragmentasi layanan perbankan retail sehingga masyarakat dapat mengakses layanan sistem pembayaran yang lebih efisien melalui interkoneksi dan interoperabilitas.

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memberikan sejumlah catatan terkait penerapan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) terhadap industri pembayaran di Tanah Air.

Lembaga tersebut mengadakan kajian selama enam bulan dengan melibatkan enam ahli ekonomi dan sebagai respons dari pemerhati industri pembayaran di lingkup Kampus UI terhadap Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 19/8/PBI/2017 tentang GPN. Terbitnya aturan tersebut mewajibkan para pelaku industri pembayaran untuk mengintegrasikan sistem pembayaran ritel di Indonesia, dengan dampak langsung pada transaksi menggunakan debit.

"Ada beberapa hal yang menurut kajian kami masih perlu diperbaiki dalam penyelenggaraannya agar kebijakan ini tidak menghambat kinerja industri pembayaran dan sekaligus memberikan keuntungan bagi nasabah," kata peneliti LPEM FEB UI, Chaikal Nuryakin di Jakarta, Rabu (9/5). Pertama, lanjut Chaikal, yaitu dari aspek tarif.

GPN akan menurunkan biaya Merchant Discount Rate (MDR) yang dibayarkan merchant atau toko sebesar 830 miliar rupiah atau 47 persen per tahun. Hal itu akan lebih banyak mendorong transaksi nontunai. Di sisi lain, penurunan MDR berpotensi menggerus penerimaan bank hingga 77 persen untuk bank penerbit kartu dan 20 persen untuk bank acquirer.

Inefisiensi Biaya

Hal kedua yang disoroti yaitu potensi inefisiensi biaya akibat nasabah yang diwajibkan memiliki kartu debit GPN. Bagi bank issuer, pencetakan kartu baru akan memunculkan kemungkinan melonjaknya biaya operasional hingga 585 miliar rupiah dalam empat tahun ke depan. Namun, lanjut Chaikal, semakin banyaknya kartu yang beredar belum dapat dilihat sebagai solusi efektif.

"Adanya kewajiban kepemilikan minimal satu kartu GPN setiap nasabah akan berdampak pada terbitnya 22,5 juta kartu debit GPN yang tidak digunakan nasabah karena tidak dianggap kompatibel terutama untuk bertransaksi di luar negeri dan transaksi daring atau e-commerce," ujarnya.

Sementara itu, yang tidak dapat dihindari yaitu munculnya biaya administrasi yang akan dibebankan kepada nasabah untuk kepemilikan kartu tambahan tersebut. Pada 3 Mei lalu, BI dan perbankan meluncurkan kartu berlogo GPN sebagai wujud interoperabilitas secara penuh dalam ekosistem pembayaran retail.

Dengan peluncuran kartu itu, diharapkan masyarakat dapat mengakses layanan sistem pembayaran yang lebih efisien. Gubernur BI, Agus DW Martowardojo, menyatakan GPN diimplementasikan secara penuh dan digunakan secara luas oleh masyarakat berkat kerja sama antara BI, Pemerintah, OJK serta industri perbankan dan sistem pembayaran.

"Penggunaan kartu berlogo GPN memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Masyarakat dapat menggunakan kartu ATATM/debet dengan logo GPN di seluruh ATATM dan terminal pembayaran dalam negeri," kata Agus. Masyarakat, lanjut Agus, dapat bertransaksi menggunakan kartu tersebut dengan biaya lebih rendah.

Bahkan, khusus bagi penerima bantuan sosial pemerintah, tidak dikenakan biaya pada saat melakukan pencairan. Bagi bank, kehadiran GPN dapat memperluas akseptasi nasabah melalui kemudahan akses terhadap seluruh kanal pembayaran. Bank tidak perlu berkompetisi dalam menyediakan infrastruktur kanal pembayaran, sehingga dapat leluasa dan fokus dalam meningkatkan kualitas layanan kepada nasabahnya.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top