Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Ekonomi - Prediksi Pertumbuhan Global Juga Diturunkan

IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan RI Jadi 5,1%

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

NUSA DUA - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1 persen tahun ini. Angka pertumbuhan ekonomi itu menurun dari proyeksi pada April 2018 yang sebesar 5,3 persen.

Hal tersebut disampaikan IMF dalam laporan World Economic Outlook (WEO) Oktober 2018. Kepala ekonom IMF, Maurice Obstfeld, mengatakan koreksi proyeksi tersebut seiring dengan perkembangan ekonomi global yang diperkirakan turun dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen pada 2018.

"Walaupun kami menurunkan proyeksi karena ada pengetatan kebijakan moneter di dunia, perkembangan harga minyak, dan ketegangan dagang yang belum jelas, tetapi kami melihat pertumbuhan Indonesia masih cukup kuat," kata Obstfeld dalam press briefing pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018, di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).

Di samping itu, revisi prediksi juga dilalukan seiring dengan defisit transaksi berjalan Indonesia yang diperkirakan berada di kisaran 2,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meski begitu, inflasi masih cenderung rendah di kisaran 3,4 persen. Obstfeld menambahkan IMF melihat Indonesia masih bisa menjaga angka pertumbuhan ekonomi melalui beberapa indikator.

Salah satunya adalah kebijakan fiskal melalui pos penerimaan di APBN. "Indonesia bisa mendapat penerimaan pajak yang banyak, juga dengan meningkatkan investasi di pendidikan, infrastruktur, dan sosial. Ini akan menguntungkan banyak pihak. Kami melihat Indonesia perlu meningkatkan sumber daya manusia," papar dia.

IMF juga menilai peningkatan infrastruktur dapat menjadi daya tarik bagi aliran investasi ke Indonesia. Terlebih, Indonesia terus berusaha mengurangi regulasi perizinan. Kreditur internasional itu memperkirakan perekonomian Indonesia tetap tumbuh di kisaran 5,1 persen pada 2019. Ini sejalan dengan proyeksi defisit transaksi berjalan di kisaran 2,4 persen terhadap PDB dan inflasi di kisaran 3,8 persen.

Baca Juga :
Jalin Kerja Sama

Pertumbuhan Dunia

Mengenai penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,7 persen, IMF menyatakan proyeksi tersebut telah memperhitungkan risiko yang makin nyata berpotensi jadi hambatan.

"Angka ini melebihi pertumbuhan yang dicapai sebelumnya pada periode 2012-2016 karena banyak negara kapasitas ekonominya sudah hampir maksimal menciptakan lapangan kerja dan kekhawatiran akan deflasi memudar," kata Obstfeld.

Secara sektoral, papar Obstfeld, tantangan yang dihadapi ekonomi maju berpusat pada pendapatan tenaga kerja yang menurun, persepsi mobilitas sosial yang rendah, dan respons kebijakan yang tidak memadai untuk perubahan struktural ekonomi di beberapa negara. Sedangkan tantangan ekonomi di negara berkembang lebih bervariasi dan lebih mungkin menghadapi risiko dalam jangka panjang.

Misalnya, pentingnya memperbaiki iklim investasi untuk mengurangi dualitas pasar tenaga kerja (segmentasi karyawan penuh waktu dan kontrak) hingga ancaman perubahan iklim dan bencana alam.

Di tengah berbagai risiko tersebut, IMF optimistis bahwa para pembuat kebijakan masih memiliki kesempatan membangun ketahanan ekonomi dan menjalanan reformasi yang mendukung pertumbuhan, guna melanjutkan usaha dalam memanfaatkan momentum pada April 2018. Saat itu, IMF memproyeksikan ekonomi dunia dapat tumbuh 3,9 persen.

Obstfeld pun memperingatkan bahwa dalam perkembangannya terbukti beberapa angka ternyata terlalu optimistis. "Tidak hanya risiko penurunan yang diidentifikasi pada WEO sebelumnya telah menjadi nyata, namun juga kemungkinan guncangan negatif yang lebih jauh juga muncul. Terlebih, di beberapa ekonomi kunci, pertumbuhan didukung oleh kebijakan yang tampaknya tidak berkelanjutan untuk jangka panjang," jelas dia.

Menanggapi proyeksi IMF itu, Jubilee USA Executive Director, Eric LeCompte, menyatakan pentingnya mencermati penurunan pertumbuhan ekonomi dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen. "Dari laporan mengingatkan kita bahwa ketidakseimbangan ekonomi kembali menjadi masalah yang serius dan belum adanya jaminan akan rasa aman dari krisis keuangan," kata LeCompte.

"Kami melihat timbulnya kebiasaan berspekulasi dan utang yang tidak berkesinambungan sebagai potensi yang bisa memicu krisis keuangan," imbuh dia.

bud/WP

Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top