Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Global I Joe Biden Menggelontorkan Insentif Senilai US$1,9 Triliun

IMF Ingatkan AS Hadapi Ancaman Kebangkrutan

Foto : Sumber US Federal Reserve Bank of St. Louis - afp
A   A   A   Pengaturan Font

» AS masih punya ruang menggelontorkan stimulus fiskal yang berdampak ke ekonomi global.

» Georgieva yakin pada Menteri Keuangan AS yang baru mampu mencermati risiko kemungkinan ekonomi AS overheating.

WASHINGTON - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, pada akhir pekan lalu, memperingatkan Amerika Serikat (AS) kemungkinan menghadapi "gelombang berbahaya" kebangkrutan dan pengangguran jika negara ekonomi terbesar dunia itu tidak mempertahankan dukungan fiskal sampai krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 berakhir.

IMF, kata Georgieva, menilai AS masih memiliki ruang untuk mengambil tindakan lebih lanjut dengan menggelontorkan stimulus fiskal yang akan memberikan efek limpahan positif bagi ekonomi global.

Dia pun mendukung rencana Presiden AS, Joe Biden, menggelontorkan insentif senilai 1,9 triliun dollar AS untuk membiayai vaksinasi, perawatan kesehatan, dukungan untuk pengangguran, dan bantuan kepada pemerintah negara bagian dan lokal.

Meskipun ekonomi mulai pulih, Georgieva mengatakan risiko tetap ada, terutama jika dukungan tidak dipertahankan cukup lama.

Masih ada bahaya jika dukungan tidak dipertahankan sampai kita dapat keluar secara berkelanjutan dari krisis kesehatan, bisa terjadi gelombang kebangkrutan dan pengangguran yang berbahaya," katanya seperti dikutip dari Antara.

Pada 2020, potensi AS mengalami kebangkrutan lebih rendah dibanding pada tahun-tahun sebelumnya saat kondisi ekonomi normal karena dukungan fiskal. Sebab itu, sangat penting untuk terus menyesuaikan dukungan tersebut pada 2021 sambil mempersiapkan dengan hati-hati saat beberapa bisnis tidak dapat bertahan.

"Kami ingin melihat tindakan kebijakan yang cermat dan penyesuaian yang baik. Kami ingin dukungan kebijakan ada di sana. Perhatian yang besar diperlukan agar kami tidak berada dalam situasi yang sulit," kata Georgieva.

Dia juga yakin pada Menteri Keuangan AS yang baru, Jannet Yellen, mampu mencermati risiko kemungkinan ekonomi AS overheating (memanas) akibat stimulus ke perekonomian dalam jumlah yang cukup besar seperti dikhawatirkan pejabat Menteri Keuangan di era Presiden Trump, Lawrence Summers.

"Kita memang harus mewaspadai risiko, tetapi kita memiliki Menteri Keuangan terbaik untuk potensi risiko ini. Saya yakin dia akan memperhatikan dan mengantisipasi serta jika diperlukan akan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi risiko ini," tutup Georgieva.

Negara Miskin

Menanggapi pernyataan IMF tersebut, Pakar Ekonomi dari Unika Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan globalisasi telah membawa saling kebergantungan antarnegara, baik antarnegara maju, negara maju dengan negara sedang berkembang dan negara miskin.

Saling ketergantungan tersebut terlihat dalam perdagangan internasional, baik barang maupun jasa, demikian juga di dalam pasar keuangan global. "Negara kecil dan miskin mempunyai andil dalam menciptakan kestabilan dan keseimbangan perekonomian dunia, karena posisi mereka sebagai eksportir sekaligus importir, dalam hal keuangan sebagai debitur sekaligus kreditur atau investor," kata Suhartoko kepada Koran Jakarta, Minggu (7/2).

Melemahnya ekonomi dunia saat ini, jelas Suhartoko, menyebabkan banyak negara miskin mengalami kontraksi ekonomi, bahkan mengalami resesi. Oleh karena dampak terhadap ketidakstabilan ekonomi dunia semakin besar.

Negara-negara maju seperti AS perlu membantu negara miskin untuk keperluannya dalam jangka panjang di bidang ekonomi dan politik. Potensi AS membantu negara miskin cukup besar mengingat defisit fiskal AS masih bisa dibiayai dengan emisi obligasi yang masih terserap oleh para investor. Sebab, surat berharga yang dikeluarkan pemerintah AS masih merupakan jangkar bagi surat berharga lainnya.

"Apa yang dilakukan AS ini sepatutnya diikuti negara maju lainnya untuk mengurangi dampak sosial perlambatan ekonomi dan wujud solidaritasnya terhadap dunia," katanya.

Sementara itu, Ekonom dari Universitas Brawijaya Malang, Munawar Ismail, mengatakan dampak dari krisis Covid-19 ke AS cukup dalam karena tanggapan awal negara itu yang lamban.

"Kalau AS tidak menjaga stimulus dan paket bantuan, tentu perekonomiannya akan jatuh, apalagi mereka masih membatasi kedatangan orang luar yang pasti membawa devisa," tutup Munawar. n ers/SB/E-9

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top