Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hutan Sosial guna Menahan Pemanasan Global

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Langkas Jenggala

Penulis : Syafrizaldi Jpang

Penerbit : Gramedia

Cetakan : 2018

Tebal : 242 halaman

ISBN : 978-602- 03-7841-1

Tahun 1992, di Rio de Janeiro, Brasil, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang Bumi diadakan pertama kali. Kemudian, diadakan di Kyoto, Jepang, tahun 1997, Bali 2007, Peru 2014, Paris 2015, dan terakhir 2017 di Maroko. Semua konferensi membahas pemanasan global akibat gas rumah kaca dan menyepakati beberapa ketentuan untuk menanggulangi. Poin-poin kesepakatan banyak terbengkalai. Ada keengganan dari negara-negara maju untuk serius menindaklanjuti program tersebut. Padahal mereka penyumbang emisi terbesar.

Tidak heran sebagian pengamat berasumsi, forum demi forum yang mengangkat masalah pemanasan global hanya rupa lain dari imperialisme. Negara-negara maju sibuk membicarakan pemanasan global, namun di waktu bersamaan mereka terus menginvestasikan dana menggunduli hutan untuk perkebunan sawit, tambang emas, batu bara, dan sebagainya. "Bahkan lebih ekstrem dinyatakan, perubahan iklim adalah kebohongan global untuk mempertajam imperialisme gaya baru. Negara-negara berkembang tetap saja dijadikan target pengerukan sumber daya alam," kata Syafrizaldi Jpang, penulis buku ini (hlm 6).

Hutan sangat efektif menahan laju pemanasan global karena bisa menyerap limpahan karbondioksida, faktor pemicu pemanasan global. Di Indonesia, beberapa tahun belakangan sedang dikembangkan hutan sosial yang dikelola masyarakat berdasarkan aturan adat. Jika program ini berhasil, hutan sosial di Gunung Kerinci saja selama 30 tahun bisa menyerap 546,5 ton karbon (hlm 222). Buku ini mengurai secara rinci kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swasta membangun jutaan hektare hutan sosial Indonesia.

Ratusan tahun hutan Indonesia dijarah. Selama masa penjajahan, VOC memiliki megaproyek pohon jati. Jutaan pohon jati ditebang. Keahlian orang Jepara, Tuban, dan Gresik membuat kapal dialihgunakan untuk membangun industri kapal di Asmterdam dan Rotterdam. Dengan industri tersebut, Belanda mendapat banyak devisa, sedangkan hutan Indonesia rusak parah. "Hutan jati rusak akibat timber extraction oleh VOC selama 150 tahun," tulis Syafrizaldi (hlm 46).

Periode kemajuan bisnis hasil perkebunan sedikit mengalihkan perhatian komunitas rambut pirang tersebut dari hutan. Hutan kembali tumbuh dan berkembang hingga Orde Baru datang. Dengan surat sakti hak pengusahaan hutan, jumlah perusahaan yang membabat hutan melonjak dalam hitungan tahun. Tahun 1978, menurut riset Profesor Hasanu Simon, produksi kayu bulat nasional mencapai 20 juta meter kubik. Ini jauh melonjak dari tahun 1970 yang "hanya" 11 juta.

Perhatian terhadap hutan memuncak di era Presiden Jokowi. Dia berkomitmen akan mengalokasikan 17 juta hektare lahan untuk hutan sosial. Caranya, mengembalikan hutan kepada pemangku adat. Presiden Jokowi mengeluarkan SK Hak Pengelolahan Hutan dan Pengakuan Hutan Adat. Sekarang, dibantu organisasi Kehati, Latin, Wanakita dan Millennium, masyarakat terus memperjuangkan membangun hutan sosial hingga mencapai 17 juta hektare (hal 145).

Banyak masyarakat yang tidak paham tentang gas rumah kaca (GRK). Mereka mengira GRK sebagai pantulan cahaya matahari yang mengenai bangunan terbuat dari kaca. Mereka mengira bahwa permukiman di perkotaan yang mengakibatkan pemanasan global. Padahal GRK adalah pelepasan karbondioksida dan zat-zat senyawa. Kesalahpahaman ini membuat rakyat tidak sadar selama ini tidak kalah signifikan menyumbang emisi. Misalnya, penggunaan pupuk kimia, membakar jerami pascapanen dan menggunakan kayu bakar untuk perapian. Bahkan kotoran ternak juga melepaskan karbon (hlm 60-65).

Buku ini ditulis dengan gaya narasi. Disajikan dalam bentuk dialog antara Langkas dan Jenggal, dua sosok imajiner yang diciptakan penulis. Narasi dialogis sepanjang buku ini mengurangi tingkat kesulitan dan kebosanan membaca tuturan tentang hutan yang penuh data, istilah, dan singkatan.

Diresensi Redy Ismanto, Mahasiswa Pascasarjana Unesa Surabaya

Komentar

Komentar
()

Top