
Huda Celios: Bantuan Pemerintah Belum Efektif Dorong Petani Naik Kelas
Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda sepakat bahwa petani harus naik kelas, namun kendalanya karakteristik petani kita masih petani gurem, sementara bantuan pemerintah selama ini tidak tepat sasaran
Foto: istimewaJAKARTA-Peneliti Ekonomi Center of Efonomic and Law Studies (Celios), Nailul Huda sepakat bahwa petani harus naik kelas, namun kendalanya karakteristik petani kita masih petani gurem, yang membuat mereka kesulitan mengolah GKP menjadi GKG. Di sisi lain, bantuan pemerintah selama ini tidak tepat sasaran.
"Dengan karakteristik petani gurem, saya rasa sulit bagi petani untuk bisa membeli dryer (pengering),"ucap Huda menanggapi menanggapi pernyataan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi yang mendorong petani untuk nai kelas.
Adapun driyer itu nanti sangat diandalkan untuk mengolah GKP (gabah keringan panen) menjadi GKG (gabah kering giling), sehingga petani tidak lagi menjual GKP tetapi GKG. Harga jual GKG lebih tinggi dibandingkan GKP sehingga petani seharusnya mempunyai keuntungan lebih dari situ.
Kebanyakan petani yang mempunyai dryer merupakan pengepul juga karena perbankan hanya akan memberikan pinjaman kepada petani yang mempunyai skala usaha cukup besar. Ini juga harus diperhatikan oleh pemerintah.
Jikapun diberikan kepada Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) saya rasa harus ada mekanisme yang adil. "Saya masih merasa bantuan pemerintah kurang efektif melalui Gapoktan karena ketimpangan relasi kuasa antara anggota dan ketua. Ini yang menjadi problem,"ucap Huda.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mendorong peningkatan kelas petani agar dapat menghasilkan panen padi berkualitas, guna mendukung ketahanan dan mewujudkan swasembada pangan.
"Kami menyarankan para petani kita harusnya bisa dinaikkan kelasnya," kata Arief dalam Rapat Koordinasi Bidang Pangan, yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan di Makassar, Sulawesi Selatan Sabtu akhir pekan lalu.
Arief menyampaikan bahwa langkah upscaling itu perlu dilakukan agar kalangan petani tidak hanya mengandalkan gabah kering panen (GKP), sehingga bisa tercipta diferensiasi produksi. Apalagi target pengadaan Bulog di 2025 ini untuk gabah kering giling (GKG) lebih besar daripada GKP
Dari Yogyakarta, Peneliti Mubyarto Institute Awan Santosa mengatakan realisasi swasembada pangan perlu didukung oleh pertanian multikultur dan difersifikasi pangan lokal.
Selama ini pemerintah memang terus mengatakan untuk mendorong diversifikasi pangan, namun implementasi di lapangan masih lemah.
"Itu yang perlu diseriusi, perkataan dan perbuatan itu harus jalan agar diversifikasi pangan itu masif di daerah. Selama ini belum cukup serius,"tegasnya
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Interpol
- 2 Didakwa Lakukan Kejahatan Kemanusiaan, Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap
- 3 Peran TPAKD Sangat Penting, Solusi Inklusi Keuangan yang Merata di Daerah
- 4 Luar Biasa, Perusahaan Otomotif Vietnam, VinFast, Akan Bangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum hingga 100.000 Titik di Indonesia
- 5 Satu Peta Hutan, Menjaga Ekonomi Sawit dan Melestarikan Hutan
Berita Terkini
-
BNI Siapkan Uang Tunai Rp21T Periode Lebaran 2025, Layanan Perbankan Tetap Aman di Musim Liburan
-
Kalahkan Nets, Cavaliers Raih Kemenangan ke-15 Beruntun
-
Dukung Mudik Lancar, Pertamina Turunkan Harga Avtur, Diskon Tiket Pelita Air, Pelumas hingg Promo Hotel Patra Jasa
-
Atasi PSS Sleman, Persis Solo Menjauh dari Zona Degradasi
-
Jelang Lebaran, Dharma Wanita Kemenperin Gelar Bazar Belanja Murah