Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hoaks Merajalela, Menteri Tjahjo Ingat Ucapan Bung Karno

Foto : Istimewa

Menpan RB Tjahjo Kumolo.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Saat berbicara di acara Rakornas Bidang Perpustakaan Tahun 2021 bertajuk Peran dan Upaya Mendorong ASN Menjadi Agen Literasi, di Jakarta, Senin (22/3), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, sempat menyinggung soal merajalelanya hoaks dan hubungannya dengan budaya literasi di Indonesia. Mencermati maraknya berita hoaks, Menteri Tjahjo pun teringat ucapan Bung Karno, Proklamator sekaligus Presiden pertama RI.

Tidak salah ucapan Bung Karno yang menyatakan, bahwa belajar tanpa berfikir tidaklah berguna, tapi berfikir tanpa belajar sangatlah berbahaya," kata Tjahjo seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Selasa (23/3).

Dengan masih rendahnya budaya literasi, kata dia, yang terjadi kemudian banyak masyarakat menjadi korban salah informasi akibat berita hoaks. Penyebabnya, karena sebagian masyarakat tidak mempunyai referensi yang cukup dalam memahami kebenaran pesan atau berita tersebut.

"Oleh karena itu, untuk menjadikan bangsa yang cerdas sekaligus menjadi bangsa yang bijaksana menyikapi semakin terbukanya informasi maka gerakan budaya literasi harus lebih massif." katanya.

Sementara, kata dia, dalam amanat Pembukaan UUD 1945, salah satukewajiban negara adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Artinya, para pendiri bangsa paham dan yakin, bahwa dari bangsa yang cerdas akanlahir bangsa yang unggul. Bangsa yang unggul adalah bangsa mempunyai daya saing yang akanmengantarkan bangsa ini menuju kepada kemakmuran.

"Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang belajar. Bangsa yang belajar direfleksikan dari kebiasaan membaca dan menulis dengan baikatau budaya literasi.

Literasi menurut EducationDevelopment Center (EDC), kata mantan Menteri Dalam Negeri tersebut, adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dankecakapan yang dimiliki dalam hidupnya. Jadi, lebih dari sekadar kemampuan baca tulis. Dengan kata lain, seseorang yang literate, dia harus mampu beradaptasi terhadap perubahan, mampu memecahkan masalah, mampu berinovasi dan berkreasi untuk menjadi lebih mandiri dan sejahtera, baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, dan negara.

"Bung Karno dan Bung Hatta adalah pemimpin bangsa yang juga merupakan sosok pembelajar. Hal tersebut ditandai dengan kegemaran beliau dalam membaca buku dan menulis. Beliau sadar bahwa buku adalah jendela peradaban dan kunciperubahan dunia," ujarnya.

Dengan kemampuan literasi yangbaik, kata Tjahjo, Bung Karno dan Bung Hatta terinspirasi dan kemudian mempunyai mimpi untuk masa depanbangsa Indonesia serta merealisasikannya denganmemerdekakan Bangsa Indonesia.

Menteri Tjahjo pun lantas mengutip kajian kajian Serge Coulombe and Jean-François Tremblay, 2004. "Literacy, Human Capital and Growth". Kajian ini berkaitan dengan kemakmuran bangsa. Dalam kajian ini, ada temuan bahwa pengukuran langsung modal manusia berdasarkan tingkat literasi mengungguli ukuran berdasarkan tahun sekolah dalam regresi pertumbuhan.

"Hasilnya menunjukkan bahwa, secara keseluruhan, indikator modal manusia berdasarkan tingkat literasi memilikipengaruh positif dan signifikan terhadap jalur pertumbuhan sementara, dan pada tingkat PDB per kapita dan produktivitas tenaga kerja dalam jangka panjang," ungkapnya.

Tidak hanya itu, penelitian Unesco berjudul "The Social and Economic Impact of Illiteracy" yang dirilis padatahun 2010 juga mengungkapkan hal serupa. Unesco dalam penelitiannya menekankan tentang pentingnya literasi bagi peningkatan kapabilitas sumber daya manusia.

"Hasil penelitian Unesco ini menunjukkan bahwa tingkat literasi rendah mengakibatkan penurunan produktivitas, tingginya beban biaya kesehatan, kehilangan proses pendidikan pada tingkat individu dan sosial, serta terbatasnya hak advokasi akibat rendahnya partisipasi sosial dan politik," ujarnya.

Sebaliknya, kata Tjahjo, dengan penguatan literasi akan berdampak pada menguatnya produktifitas, pola hidup sehat, kreatifitas dan inovasi. Ini yang pada gilirannya nanti dapat mendorong peningkatan kesejahteraan.

"Sementara itu, beberapa referensimenunjukkan bahwa budaya literasi bangsa Indonesia masih perlu ditingkatkan," katanya.

Harus diakui, kata Tjahjo, di kawasanASEAN, posisi budaya literasi masyakarat Indonesia masih berada dibawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Maka, dalam konteks inilah, Pemerintah melalui ASN harus menjadi bagian untuk mengambil peran dari gerakan budaya literasi tersebut. ASN harus berperan dan didorong menjadi agen literasi nasional. Dengan peran tersebut diharapkan terjadi perubahan dan budaya literasimasyarakat Indonesia semakin baik.

"Karena bagaimana pun harus diakui pada masyarakat kita, kedudukan ASN masih dianggap sebagai trend setter perubahan. Oleh karena itu peningkatan literasi khusus bagi ASN akan memberikan dampak terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lembaga dan negara," katanya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top