Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hoaks 7 Kontainer Surat Suara

A   A   A   Pengaturan Font

Ruang publik sempat diramaikan oleh kabar ditemukannya tujuh kontainer berisi surat suara pemilihan presiden yang sudah dicoblos, Rabu (2/1). Menurut informasi yang beredar, tujuh kontainer tersebut datang dari Tiongkok. Informasi itu menyebut bahwa masing-masing kontainer berisi 10 juta lembar surat suara dan satu kontainer telah dibuka.

Kabar mengenai surat suara dalam kontainer yang sudah tercoblos itu juga sempat disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Andi Arief. Melalui akun Twitter pribadinya, @AndiArief__, Andi berkicau, "Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yg sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya karena ini kabar sudah beredar". Isu tentang tujuh kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos tersebut juga tersebar melalui sejumlah platform, seperti YouTube, Facebook, dan WhatsApp.

Kabar tersebut juga menyebutkan bahwa surat suara sudah dicoblos pada gambar pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01. Komisi Pemilihan Umum (KPU) langsung bereaksi dan melakukan pengecekan berkas bersama Badan Pengawas Pemilu (Baswaslu) dan Bea dan Cukai di Kantor Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Ternyata, isu tentang surat suara yang telah dicoblos itu tidak benar atau hoaks. KPU hingga saat ini belum melakukan produksi surat suara. Surat suara rencananya baru akan diproduksi pertengahan Januari 2019.

Bagi KPU, penyebaran hoaks ini adalah tindakan yang sangat tidak terpuji dan kejam. Oleh karena itu, lembaga penyelengara pemilu itu melaporkan kasus itu ke kepolisian. KPU berharap kepolisian segera menyelidiki semua akun yang turut menyebarkan berita bohong tersebut dan menuntaskan kasus itu.

Pelaporan ini penting sebagai pembelajaran bagi masyarakat agar lebih cerdas dalam menyikapi berbagai informasi di media sosial, terutama yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.

Pelaporan tersebut juga bertujuan untuk menjaga proses pemilu berjalan secara baik dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil).

Kita patut menyesalkan adanya elite-elite politik yang tidak berhati-hati dan turut menyebarkan serta membagikan isu yang tak terkonfirmasi tersebut. Memang, mengawasi proses dan penyelenggaraan pemilu adalah sebuah keharusan. Tetapi, elite politik itu lupa bahwa mengawasi itu tidak sama dengan mendelegitimasi dan memprovokasi.

Elite politik harus mampu menjaga perilaku mereka di ruang publik, termasuk di media sosial. Elite-elite politik seharusnya tidak melakukan tindakan yang memicu sentimen publik. Elite politik turut bertanggung jawab untuk mendidik pemilih dan menjaga suasana kondusif.

Jangan tergesa-gesa menyebarkan ke ruang publik isu-isu yang tidak jelas kebenaran dan kredibilitasnya. Apalagi di tengah masyarakat kita yang sedang terbelah dan sangat terpolarisasi pilihan politiknya menjelang Pemilu 2019. Kalaupun ada isu-isu yang belum terkonfirmasi, sebaiknya elite politik memberikan informasi itu langsung kepada KPU. Dengan cara ini, KPU bisa langsung menindaklanjuti kebenaran laporan tersebut tanpa harus membuat kegaduhan.

Hoaks tentang surat suara yang tercoblos itu punya dampak panjang, khususnya terhadap KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Publik bisa menjadi apatis dan tidak percaya kepada pelenggara pemilu. Hoaks itu seakan-akan menggambarkan bahwa KPU tidak kredibel dan kompeten dalam menyelenggarakan pemilu.

Kita khawatir masyarakat akhirnya memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya karena ketidakpercayaan ini. Hal yang lebih parah adalah hoaks ini bisa menimbulkan kebencian terhadap KPU, yang dapat berujung pada intimidasi dan kekerasan terhadap komisioner, bila dibiarkan.

Karena itu, kita sepakat bahwa KPU tidak boleh membiarkan kejadian ini. Kita berharap polisi dalam hal ini Bareskrim Polri dapat bertindak profesional dan obyektif, termasuk terhadap akun-akun pemilik media sosial yang menyebarkan hoaks tersebut.

Komentar

Komentar
()

Top