Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan SDA | Sebelum Hilirisasi, Nilai Ekspor Bijih Nikel Hanya 3 Miliar Dollar AS

Hilirisasi Pacu Nilai Tambah Ekonomi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Program hilirisasi sumber daya alam (SDA), termasuk nikel berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Hilirisasi nikel dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi dapat mendorong nilai tambah ekonomi Indonesia.

"Program-program Pak Jokowi (Joko Widodo) soal hilirisasi nikel harus kita dukung bersama, karena kita tidak ingin menjadi penonton. Kita harus menjadi pemain. Sehingga dapat menciptakan daya tambah ekonomi," kata Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Anang Kistyanto, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (11/1).

Anang menuturkan Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Menurut dia, kandungan nikel yang berlimpah harus membawa Indonesia menjadi pemain utama pada industri tersebut. Ia berharap seluruh masyarakat mendukung kebijakan hilirisasi nikel itu.

Sebelum ekspor nikel melalui hilirisasi berjalan, pada 2017-2018 nilai ekspor bijih nikel hanya mencapai 3 miliar dollar AS atau setara 46,5 triliun rupiah degan kurs 15.500 rupiah per dollar AS. Ketika hilirisasi berjalan, nilai ekspor nikel pada 2021 mencapai 20,9 miliar dollar AS atau sekitar 323 triliun rupiah.

Pendapatan Indonesia diperkirakan meningkat dari nilai ekspor nikel yang sudah dihilirisasi sebesar 27 miliar-30 miliar dollar AS atau setara 418-465 triliun rupiah.

Saat ini, Pemerintahan Jokowi juga sedang menyusun Grand Strategi Komoditas Minerba (GSKM), yang mana nikel menjadi salah satu komoditas tambang yang akan disusun pada peta jalan untuk GSKM tersebut.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengungkapkan pemerintah kerap ditakut-takuti soal pengembalian Freeport maupun soal penghentian ekspor nikel dalam bentuk mentah. Namun, lanutnya, pemerintah tidak mundur.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean-Uni Eropa, Presiden Jokowi pun mengungkapkan "uneg-uneg" soal gugatan Uni Eropa (UE) atas Indonesia ke World Trade Organization (WTO) terkait penghentian ekspor nikel mentah. Pemerintah, kata Presiden, ingin membangun sistem besar agar sumber daya alam Indonesia seperti nikel, bauksit, tembaga, timah betul-betul terintegrasi dan bisa memproduksi barang jadi atau setengah serta memberikan nilai tambah dan membuka lapangan kerja.

Meski Indonesia kalah saat digugat UE ke WTO untuk penghentian ekspor nikel, tapi Presiden Jokowi menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri agar tidak mundur. Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pemberhentian ekspor nikel yang dilakukan pada 2019 .

Transformasi Ekonomi

Sementara itu, Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menyinggung soal ketidakadilan yang diterima Indonesia terkait kebijakan hilirisasi yang diterapkan sebagian negara maju. Padahal, menurut dia, mereka tahu sebuah negara berkembang menuju negara maju, salah satu instrumennya adalah melakukan hilirisasi.

Baca Juga :
Rupiah Masih Tertekan

"Saya jujur mengatakan, saya bingung dengan cara berpikir dari sebagian negara-negara maju. Ketika Indonesia memperjuangkan untuk hilirisasi memberikan nilai tambah dan kolaborasi dengan pengusaha-pengusaha lokal, sebagian negara-negara tersebut tidak mau," katanya saat menerima kunjungan 50 mahasiswa pascasarjana Harvard University, Amerika Serikat (AS), di kantor Kementerian Investasi Jakarta, awal pekan ini.

Saat ini, pemerintah Indonesia fokus pada industri hilirisasi dengan pendekatan energi hijau dan industri hijau. Akan tetapi, langkah Indonesia dalam memperjuangkan hilirisasi tersebut tidak sepenuhnya memperoleh dukungan dari negara-negara maju.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top