Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Regulasi Minerba I Komisi VII DPR RI Minta Perumusan Rancangan Revisi UU Minerba

Hilirisasi Mineral Terancam Gagal

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah menilai UU Minerba tidak perlu direvisi guna memberikan kepastian usaha bagi investor.

JAKARTA - Program peningkatan nilai tambah ekonomi dalam negeri melalui hilirisasi mineral tambang terancam gagal menyusul permintaan anggota DPR RI Komisi VII untuk menyusun revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). DPR akan menghilangkan pasal tentang kewajiban melakukan pengolahaan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri sesuai isi Pasal 102 dan 103 UU Minerba.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources (CERI), Yusri Usman, menyebutkan, berdasarkan salinan rancangan revisi UU Minerba ada 285 pasal, lebih banyak dari UU Minerba yang hanya berisi 175 pasal. Meskipun pasalnya lebih sedikit dari rancangan revisinya, isi dan tujuan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 lebih berdaulat dalam mengelola sumber daya alamnya.

Yusri menjelaskan rancangan revisi direncanakan akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI dalam waktu dekat, sekitar Juni 2018.

"Kalau hal itu terjadi maka program hilirisasi industri mineral berharga untuk meningkatkan nilai tambah secara ekonomi akan gagal total. Bahkan, bagi investor yang sudah membangun smelter dan sedang membangun bisa menganggap tidak ada kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia," tegasnya, di Jakarta, Kamis (12/4).

Lebih jauh, Yusri mengungkapkan dalam rancangan itu ada penghilangan Pasal 102 dan 103 telah diubah menjadi Pasal 177 sampai dengan Pasal 181 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batu Bara. Menurutnya, dalam pasal tersebut tidak ada satu kalimat pun yang menyatakan adanya kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Ketentuan pemurnian di dalam negeri malah akan diatur tersendiri dalam Peraturan Pemeritah seperti dimaksud Pasal 181 Ayat c rangcangan UU Minerba.

"Produk revisi UU Minerba yang akan disahkan oleh rapat paripurna DPR diduga kuat merupakan persengkolan tingkat tinggi melibatkan pengusaha tambang besar dengan penguasa dan anggota legislatif. Ini juga mengkhianati Pasal 33 UU Dasar 1945," jelas Yusri.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, mengatakan UU Minerba tidak perlu direvisi. Hal itu dimaksudkan agar memberikan kepastian usaha bagi investor. Apalagi, usia UU Minerba belum mencapai 10 tahun sehingga tidak mendesak.
"Apabila tidak mendesak maka tidak perlu dilakukan (revisi) sekarang," katanya.

Jonan juga mengakui perubahan UU Minerba akan berdampak kepada investor, terutama memberikan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Jonan mengakui setiap perubahan kebijakan pasti akan ada efek positif dan negatifnya. Namun, yang dibutuhkan dunia pertambangan saat ini adalah kepastian usaha.

Pemberian Insentif

Sebelumnya, Satya W Yudha saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII menyebutkan dalam revisi tersebut memuat beberapa ketentuan baru. Beberapa di antaranya terkait pemberian insentif fiskal bagi izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) dan Izin Usaha Pertambangkan Khusus (IUPK).

Dalam Pasal 103 draf RUU Minerba tersebut pemegang IUP atau IUPK yang melakukan pengelolahan dan pemurnian sendiri atau smelter, serta melakukan peningkatan nilai tambah batu bara lewat pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan mendapat insentif fiskal maupun nonfiskal. "Ada insentif, supaya investor punya gairah untuk berinvestasi," tutup Satya.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top