Hentikan Proyek PLTU di KIH Kaltara
JAKARTA - Pemerintah harus menghentikan rencana pembangunan PLTU batu bara di kawasan industri hijau (KIH) Kalimantan Utara (Kaltara). Sebab, pembangunan PLTU tersebut bakal menimbulkan sejumlah dampak serius baik kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis.
Ekonom Bhima Yudhistira mengatakan, secara ekonomi, hasil kalkulasi dengan metode Inter Regional Input-Output (IRIO) menyebut adanya dampak negatif pembangunan PLTU batu bara bagi output perekonomian sebesar 3,93 triliun rupiah. Lalu, pendapatan masyarakat secara agregat diproyeksi turun 3,68 triliun rupiah dan kerugian spesifik di sektor perikanan senilai 51,5 miliar rupiah.
"Kerugian ekonomi tersebut disebabkan oleh dampak kerusakan lingkungan, kesulitan nelayan mencari ikan, hingga sektor pertanian yang terimbas pertambangan batu bara untuk mensuplai PLTU," ungkap Bhima yang sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam diskusi di Jakarta, Kamis (14/9).
Selain itu, lanjut Bhima, terdapat risiko kehilangan pekerjaan sebanyak 66.000 orang di berbagai sektor. Jika PLTU batu bara beroperasi dalam jangka panjang, akumulasi kerugian dari kehilangan pendapatan masyarakat menembus 13 triliun rupiah.
Bhima meminta agar perusahaan yang berada di balik investasi PLTU batu bara, termasuk calon pembeli aluminium khususnya raksasa otomotif Hyundai, perlu segera mempertimbangkan untuk menghentikan segala bentuk kontrak atau kesepakatan pembelian selama PLTU batu bara tetap dibangun.
"Dikhawatirkan kendaraan listrik yang bahan bakunya berasal dari proses yang masih gunakan batu bara, tapi diberi label hijau, menimbulkan persepsi yang salah di mata konsumen dan investor mitra Hyunday," tandas Bhima.
Peneliti Celios lainnya, Fiorentina Refani, menuturkan pembangunan megaproyek mengarahkan Kalitara dalam pusaran bencana ekologi. "KIH cenderung mendorong adanya deforestasi, pengerukan laut, cemaran limbah panas air bahang, abrasi pantai, penghancuran sumber-sumber air serta kelola pertanian secara lokal, hingga hilangnya berbagai biodiversitas," sebut Fio.
Untuk memenuhi ambisi hilirisasi nasional KIH berisiko meninggalkan jejak kerusakan ekologis dari hulu ke hilir dari proses ekstraktif, proses produksi, hingga distribusinya.
Perbankan Tertinggal
Juru Kampanye Keuangan Batu Bara Market Forces, Binbin Mariana, menambahkan, saat ini sudah lebih dari 200 bank dan lembaga keuangan global memiliki kebijakan pembatasan pendanaan batu bara. Namun, tidak ada perbankan Indonesia yang masuk dalam daftar tersebut.
Keterlibatan bank domestik dalam pembiayaan pembangunan proyek baru PLTU batu bara menunjukkan perbankan Indonesia tertinggal jauh dalam mengelola risiko iklim dari pendanaan batu bara. Terdapat risiko transisi dan risiko fisik dalam pendanaan batu bara.
"Perbankan Indonesia tidak mempertimbangkan risiko krisis iklim yang berdampak pada usaha debitur yang dapat mempengaruhi kualitas aset pinjaman bank yang tentunya akan mengurangi profitabilitas bank," tukas Binbin.
Direktur Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari Wastaman menuturkan, proyek hijau yang digadang-gadang sebagai proyek terbesar di dunia dengan total luasan 30.000 hektare adalah proyek perampasan tanah.
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya