Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Hebat, Indonesia Siap Kembangkan Pesawat Listrik

Foto : Istimewa

Ilustrasi pesawat listrik.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kabar membanggakan datang dalam momen peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan RI. Kabar membanggakan itu, Indonesia siap mengembangkan pesawat listrik.

Kesiapan Indonesia mengembangkan pesawat listrik itu dilontarkan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi saat menjadi keynote speech dalam monthly meeting yang digelarPusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) dan peluncuran edisi perdana majalah Air Power Magz bertema Peluncuran Air Power Magz dan Indonesia Menyongsong Electrical Aircraft, yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu kemarin.

Turut hadir di acara yang sama, Ketua PSAPI, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, Dirjen Perhubungan Udara, President Director IPTN North America, Danet Suryatama, PhD, Research and Development PSAPI, Tommy T. Andoko, PhD, dan Systems Manager PSAPI, Rachmat Kartakusuma, Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, Kepala Badan Litbang Kemenhub, Sekretaris Jenderal Kemenhub, Kepala Pusat Litbang Transportasi Udara dan lain lain.

Menurut Budi Karya, pengembangan pesawat terbang bertenaga listrik bakal memicu penurunan harga tiket pesawat. Saat ini, kegiatan penelitian yang mengembangkan pesawat udara bertenaga listrik sedang dan terus dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya dapat menurunkan emisi C02, biaya operasional dan biaya lebih rendah.

Budi Karya menambahkan, Indonesia sebagai negara kepulauan sangat membutuhkan industri penerbangan yang memiliki peran utama dalam membangun konektivitas sebagai transportasi utama pergerakan orang.

Selain itu, industri penerbangan juga merupakan penggerak nadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

"Untuk itu, industri pernerbangan di Indonesia perlu dan terus melakukan berbagai terobosan dan inovasi. Seiring dengan perkembangan dan tantangan yang dihadapi, industri penerbangan perlu melakukan berbagai terobosan dan inovasi termasuk, mengembangkan tekonologi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan," tuturnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Ir. Novie Riyanto mengatakan, secara biaya operasional pesawat listrik memanglah sangat murah. Betapa tidak, untuk Cessna Grand Caravan, pesawat bermesin tunggal 7 penumpang yang menggunakan bahan bakar fosil akan mengeluarkan biaya 1800 dollar AS per jam. Sedangkan jika menggunakan tenaga listrik hanya mengeluarkan biaya 6 dollar AS per jam saja.

"Kendaraan listrik sebetulnya sudah mulai digunakan pada tahun 1900an, dengan Baker Electric sebagai salah satu produsen yang mengkomersialisasikan, akan tetapi kemudian tergantikan oleh mesin bakar," katanya.

Sementara pada saat ini, kata dia, kendaraan listrik kembali mulai populer yang sejatinya merupakan pengembangan teknologi lama tersebut, di mana saat ini teknologi untuk baterai dan motor listrik telah berkembang sangat jauh. Kendaraan darat mulai menggunakan tenaga listrik, baik mobil, kendaraan besar (bus) sepeda, sekuter, dan sepeda motor listrik.

"Termasuk pesawat terbang yang diharapkan kemudian beralih seluruhnya," ujar Novie Riyanto.

Dirjen Udara menambahkan, pesawat udara bertenaga listrik, yang telah dikembangkan saat ini, masihmenggunakan baterai berukuran besar. Sehingga berdampak pada berat pesawat udara lebih berat dibandingkan pesawat udara menggunakan mesin berbahan bakar fosil (konvensional).

Teknologi bateraiyang berkembang saat ini belum mampu digunakan untuk penerbangan dengan jarak tempuh jauh dengan waktu terbang lama."Teknologi baterai yang digunakan saat ini belum dapat digunakan untukmenghasilkan kecepatan setara dengan pesawat udara yang menggunakan bahan bakar fosil," katanya.

Novie menyinggung soal regulasi yang terkait dengan pengembangan pesawat listrik. Kata dia, sesuai dengan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) / Civil Aircraft Safety Regulations (CASR) Part 21, 23, 25, 27, 29, 33, dan 36 untuk referensi proses sertifikasi rancang bangun pesawat udara listrik. Rencananya akan dilakukan pembaharuan (revisi) PKPS Part 33 dengan memasukkan penggunaan electric power dalamsertifikasi mesin pesawat udara.

Sementara itu,Chief Engineer dari ElektrikCar LLC, Danet Suryatama, PhD mengatakan, untuk elektrifikasi sebuah kendaraan baik itu pesawat terbang maupun mobil, tidak harus menggunakan baterai sepenuhnya. Tapibisa dikombinasikan menggunakan hydrogen.

Danet juga menerangkan battery versus fuel cell electric power systems. Jika baterai, tentu seperti biasa pada umumnya, di mana batu baterai dihubungkan dengan motor penggerak, kemudian dihubungkan ke baling-baling pesawat. Sementara fuel cell electric power systems, dikombinasikan antara hydrogen fuel cell dan battery pack. Kemudian dihubungkan ke motorpenggerak, dan ke baling-baling pesawat.

"Jadi lebih baik battery pack atau fuel cell electric systems? Jika kita menggunakan contoh pada pesawat listrik Alice asal Israel, dengan 2 mesin perbandingan yang setara bisa kita ambil contoh," katanya.

Kata Danet, pesawatyang menggunakan baterai biasa, kapasitas battery pack-nya mencapai 980 KWh. Lalu battery cell-nya 9400 Cells. Berat baterai 3800 Kg. Jarak tempuh terbang 440 NM. Dan lama durasi terbang 2 jam.

"Sedangkan jika menggunakan fuel cell module,apasitas sel-nya 980 KW.Berat modul sel 385 Kg.Berat 175 Kg. Berat bahan bakar hidrogen 350 Kg. Total berat 910 Kg. Jarak tempuh terbang lebih dari 440 NM. Dan lama durasi terbang lebih dari 2 jam," ujarnya.

Jadi menurut Danet, fuel cell module yang menjadi solusi untuk mengembangkan elektrisasi pesawatudara.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakimsecara resmi meluncurkan majalah elektronik Air Power Magz, sebuah majalah kedirgantaraan dan militer.

Marsekal Chappy menyampaikan untuk mendapat majalah tersebut dapat diakses melalui akun Instagram @psapi.id, di situ terdapat link untuk mengunduh majalah ini.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top