Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Komoditas

Harga Minyak Mendekati US$120 Per Barel, Tertinggi dalam Satu Dekade

Foto : Sumber: Intercontinental Exchange (ICE), New York
A   A   A   Pengaturan Font

SINGAPURA - Harga minyak terus melonjak di perdagangan Asia, pada Kamis (3/3) sore, di mana minyak Brent menuju 120 dollar AS per barel, tertinggi dalam hampir satu dekade terakhir. Minyak mentah berjangka Brent naik ke 119,84 dollar AS per barel merupakan level tertinggi sejak Mei 2012.

Kontrak Brent diperdagangkan di 119,78 dollar AS per barel pada pukul 07.52 GMT, melonjak 6,85 dollar AS atau 6,1 persen. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) AS mencapai level tertinggi 116,57 dollar AS per barel, tertinggi sejak September 2008.

Kenaikan komoditas tersebut seiring dengan sanksi putaran terakhir Amerika Serikat (AS) terhadap sektor penyulingan minyak Russia yang menimbulkan kekhawatiran bahwa ekspor minyak dan gas Russia dapat menjadi target berikutnya.

Selain menerapkan sanksi ekonomi untuk membuat Russia menghentikan invasi ke Ukraina, Washington juga telah berhenti menargetkan ekspor minyak dan gas Russia karena pemerintahan Biden mempertimbangkan dampaknya pada pasar minyak global dan harga energi AS.

"Mereka mungkin mengatakan itu, tetapi lembaga keuangan global sedang melarang apa pun dengan Russia yang tertulis didokumentasi," kata analis Oanda, Jeffrey Halley.

"Saya pikir selama Barat menahannya, minyak masih akan naik lebih tinggi."

ANZ Australia sendiri menaikkan target jangka pendek untuk minyak menjadi 125 dollar AS per barel. Kenaikan lebih lanjut, jelasnya, akan dipicu oleh kekurangan pasokan.

Menurut Badan Energi Internasional, Russia adalah produsen minyak terbesar ketiga di dunia dan pengekspor minyak terbesar ke pasar global. Ekspor minyak mentah dan produk minyak Russia mencapai 7,8 juta barel per hari pada Desember.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Russia, yang dikenal sebagai OPEC+, telah memutuskan untuk mempertahankan peningkatan produksi sebesar 400 ribu barel per hari pada Maret. Meskipun ada lonjakan harga, para produsen menolak permintaan dari konsumen untuk memproduksi lebih banyak minyak mentah.

"OPEC+ pada dasarnya mengirim sinyal produksi apa pun untuk menenangkan pasar minyak yang tak terkendali, mendorong peningkatan produksi 400.000 barel per hari dalam waktu singkat," kata analis RBC Capital Helima Croft dalam sebuah catatan seperti dikutip dari Antara.

"Sementara beberapa tetap terpaku dengan gagasan bahwa perjanjian Iran akan memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan, kami sekali lagi memperingatkan bahwa kesepakatan itu masih belum selesai dan jumlah yang diperlukan akan terlalu kecil untuk mengisi kembali gangguan besar Russia."

Membuka Jalan

Sementara itu, kantor berita Iran, Nournews, melaporkan bahwa Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan mengunjungi Teheran pada Sabtu (5/3). Hal itu diharapkan akan membantu membuka jalan digelarnya kembali perjanjian nuklir Iran dengan negara-negara besar yang terakhir pada 2015 lalu.

Sementara itu, persediaan minyak AS terus menurun. Stok di pusat minyak mentah utama Cushing, Oklahoma, berada pada level terendah sejak 2018, sementara cadangan strategis AS turun ke level terendah hampir 20 tahun sebelum rilis yang diumumkan oleh Gedung Putih, pada Selasa (1/3), bersamaan dengan negara-negara industri lainnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top