Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Harga Minyak Melonjak, Pemangkasan Produksi OPEC Guncang Pasar

Foto : ANTARA/REUTERS/Sergei Karpukhin

Ilustrasi - Seorang pekerja berjalan melewati pompa angguk (pump jack) di ladang minyak milik perusahaan Bashneft dekat desa Nikolo-Berezovka, barat laut dari Ufa, Bashkortostan, Rusia, Rabu (28/1/2015).

A   A   A   Pengaturan Font

OPEC+ mengguncang pasar dengan mengumumkan pengurangan produksi sekitar 1,16 juta barel per. Harga minyak dunia melonjak.

SINGAPURA - Harga minyak melonjak sekitar lima dolar AS per barel di pembukaan perdagangan Asia pada Senin (3/4) pagi, dipicu oleh pengumuman mengejutkan oleh OPEC+ untuk memangkas produksi lebih lanjut dalam upaya mendukung stabilitas pasar.

Minyak mentah berjangka Brent mencapai level tertinggi dalam hampir sebulan saat pembukaan, diperdagangkan pada 84,95 dolar AS per barel pada pukul 00.39 GMT, terangkat 5,06 dolar AS atau 6,3 persen.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menyentuh level tertinggi sejak akhir Januari, melonjak 4,80 dolar AS atau 6,3 persen menjadi diperdagangkan di 80,47 dolar AS per barel.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, mengguncang pasar dengan mengumumkan pengurangan produksi sekitar 1,16 juta barel per pada Minggu (2/4).

Kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ itu diperkirakan akan mempertahankan keputusan sebelumnya untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari hingga Desember pada pertemuan bulanan, Senin (3/4).

Janji tersebut membuat total volume pemotongan oleh OPEC+ menjadi 3,66 juta barel per hari menurut perhitungan Reuters, setara dengan 3,7 persen dari permintaan global.

Akibatnya, Goldman Sachs menurunkan perkiraan produksi akhir tahun 2023 untuk OPEC+ sebesar 1,1 juta barel per hari dan menaikkan perkiraan harga Brent masing-masing menjadi 95 dolar AS dan 100 dolar AS per barel pada tahun 2023 dan 2024, kata para analis GoldmanSachsdalam sebuah catatan.

"Pemotongan mengejutkan hari ini konsisten dengan doktrin baru OPEC+ untuk bertindak lebih dulu karena mereka dapatmelakukannya tanpa kehilangan pangsa pasar yang signifikan," kata bank tersebut.

"Risiko seputar pemotongan produksi telah menjadi asimetris mengingat betapashort positioningtelah terjadi, dan karena kenaikan harga sebagai respons terhadap peristiwa pengetatan bisa menjadi lebih kuat ketika pasar sedangshort."

Goldman memperkirakan pengurangan produksi dapat memberikan dorongan 7,0 persen untuk harga minyak, berkontribusi pada pendapatan minyak Saudi dan OPEC+ yang lebih tinggi.

Pemerintahan Biden mengatakan melihat langkah yang diumumkan oleh produsen sebagai tidak bijaksana.

Bulan lalu, Brent jatuh ke 70 dolar AS per barel, terendah dalam 15 bulan, di tengah kekhawatiran bahwa krisis perbankan global dan kenaikan suku bunga akan menekan permintaan meskipun produksi minyak OPEC lebih rendah pada Maret karena pemeliharaan ladang minyak di Angola dan penghentian beberapa ekspor di Irak.

"Langkah hari ini, seperti pemotongan Oktober, dapat dibaca sebagai sinyal jelas lain bahwa Arab Saudi dan mitra OPEC akan berusaha untuk mengurangi aksi jual makro lebih lanjut dan bahwa Jay (Jerome) Powell bukan satu-satunya bankir bank sentral yang penting," kata analis RBC Capital, Helima Croft.

"Intinya adalah Washington dan Riyadh hanya memiliki target harga yang berbeda untuk inisiatif kebijakan utama mereka."

Analis di National Australia Bank mengatakan pengurangan produksi OPEC+ dan pemulihan permintaan dari importir minyak mentah utama China dapat mendorong harga minyak di atas 100 dolar AS per barel hingga kuartal ketiga.

"Meskipun pemotongan produksi terbaru, Arab Saudi mempertahankan ruang yang signifikan di atas posisi terendah produksi historisnya untuk memangkas pasokan global lebih lanjut jika diperlukan untuk mendukung keseimbangan pasar dan harga," tambah mereka.

Sementara itu, produksi minyak mentah AS naik pada Januari menjadi 12,46 juta barel per hari, tertinggi sejak Maret 2020, menurut data Badan Informasi Energi (EIA), Jumat (31/3).


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top