Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Atasi Polusi - RUU EBET Masuk Prolegnas sejak 2019 dan Terus Jadi Prioritas Sampai Sekarang

Hapus Energi Fosil dari RUU EBET

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rancangan Undang- Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) harus bebas dari penumpang gelap lantaran ada indikasi sejumlah pihak hendak menyelundupkan sejumlah pasal yang mengakomodir energi fosil, seperti batu bara.

Karenanya, regulasi baru nanti harus murni untuk mendukung target net zero emission (NZE) pada 2060.

Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara menegaskan RUU EBET harus menghilangkan ketentuan terkait energi baru, terutama yang masih mengakomodasi penggunaan energi fosil.

Ketentuan terkait program gasifikasi batu bara (DME) sejatinya tak layak ekonomi, namun coba diseludupkan.

"Patut diduga sebelumnya, program DME telah digunakan (sebagai teaser) untuk memperoleh perpanjangan PKP2B menjadi IUP (dalam revisi UU Minerba No.4/2009) dan ke depan digunakan untuk mengamankan kepentingan bisnis dan menjaga harga saham," ujarnya dalam diskusi terkait Mengawal RUU EBT Konstitusional dan Pro Rakyat di Jakarta, Rabu (14/12).

Di samping itu, lanjut Marawan, proses gasifikasi batu bara justru menghasilkan net emisi gas rumah kaca (GRK) lebih besar.

Sehingga, program tersebut tidak konsisten dengan target penurunan GRK.

"Ingin mangurangi emsisi CO2/GRK, tapi yang dilakukan justru sebaliknya! Jika tetap ingin diatur, maka langkah paling tepat adalah merevisi UU Minerba dan UU Migas," ucap Marwan.

Selain itu, para pembuat kebijakan harus mewaspadai upaya penyeludupan ketentuan untuk menghapus kewajiban DMO batu bara, baik volume dan harga.

Hal lainnya yang disoroti Marwan ialah pemuatan ketentuan tentang pembangkit nuklir semestinya dihilangkan, terutama karena Indonesia telah membentuk UU Ketenaganukliran Nomor 10 Tahun 1997.

Selain itu, terlepas perlunya diversifikasi, praktis pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), menurutnya, tidak prioritas dan masih lama untuk dibangun.

"Tersedia beragam alternatif energi terbarukan seperti panas bumi, air dan tenaga surya yang semakin murah, namun pemanfaatannya masih rendah.

Negara dan rakyat tidak boleh kalah oleh 'agenda dan promotor' pembangkit PLTN," ungkap Marwan.

RUU EBET harus bebas dari motif dan kepentingan sempit dan merugikan, termasuk dari para penumpang gelap.

Semula RUU yang menjadi inisiatif DPD RI pada 2018, dinamakan RUU ET (energi terbarukan).

Maka mestinya konsisten dipertahankan.

Seperti diketahui, RUU EBET telah masuk prolegnas sejak 2019 dan terus menjadi RUU prioritas pada 2020, 2021 dan 2022.

Ternyata, draft RUU EBET baru disampaikan DPR kepada Pemerintah 14 Juni 2022.

Pemerintah baru memberi pandangan (termasuk draft Daftar Inventarisasi Masalah, DIM) atas draft RUU EBET saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR dan DPD RI pada 29 November 2022.

Hingga saat ini, DIM final belum disampaikan kepada DPR.

Tampaknya, RUU EBET tidak akan dapat ditetapkan pada 2022 dan berpotensi kembali menjadi RUU prioritas pada 2023.

RUU EBET terdiri dari 14 Bab dan 42 Pasal yang meliputi transisi energi dan peta jalan, sumber EBET, nuklir, perizinan berusaha, penelitian dan pengembangan, harga EBET, dukungan Pemerintah, dana EBET, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pembagian kewenangan, pembinaan dan pengawasan, serta partisipasi masyarakat.

Naikkan TKDN

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta masyarakat bersamasama mengawasi penyusunan RUU EBET ini.

Satu hal yang sempat menjadi perdebatan dengan para akademisi dari Perguruan Tinggi Negeri ternama adalah usulan untuk menurunkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di sektor energi terbarukan.

"Nah, itu yang kita dari DPR secara terang terangan tolak.

Bagaimana kita bisa mandiri teknologi kalau TKDN sektor energi terbarukan ini diturunkan.

Kita harus tinggikan.

Supaya tidak impor terus,"tegas Mulyanto dalam diskusi yang sama.

Ekonom CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto mengakui regulasi soal energi terbarukan selama ini masih belum lengkap.

"Makanya saya mendukung adanya RUU EBET ini, tetapi harus juga tetap kita awasi penyusunannya," pungkasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top