Hampir Semua Negara Gagal Penuhi Tenggat Waktu PBB
Kepala iklim PBB, Simon Stiell
Foto: AFP/EVARISTO SAPARIS - Hampir semua negara melewatkan tenggat waktu PBB pada Senin (10/2) untuk menyerahkan target baru untuk memangkas emisi karbon, termasuk negara-negara ekonomi utama yang berada di bawah tekanan untuk menunjukkan kepemimpinan menyusul kemunduran Amerika Serikat (AS) dalam perubahan iklim.
“Hanya 10 dari hampir 200 negara yang diharuskan berdasarkan Perjanjian Paris untuk menyampaikan rencana iklim baru pada tanggal 10 Februari yang melakukannya tepat waktu,” demikian menurut basis data PBB yang melacak pengajuan target tersebut.
Berdasarkan kesepakatan iklim, setiap negara seharusnya memberikan angka utama yang lebih curam untuk memangkas emisi yang memerangkap panas pada tahun 2035, dan cetak biru terperinci tentang cara mencapainya.
Emisi global telah meningkat tetapi perlu hampir setengahnya pada akhir dekade ini untuk membatasi pemanasan global ke tingkat yang disepakati berdasarkan kesepakatan Paris. Kepala iklim PBB, Simon Stiell, menyebut putaran terbaru janji nasional ini sebagai dokumen kebijakan paling penting di abad ini.
Namun hanya segelintir pencemar utama yang menyerahkan target yang ditingkatkan tepat waktu, dengan Tiongkok, India, dan Uni Eropa sebagai nama-nama terbesar dalam daftar absen yang panjang. Sebagian besar negara ekonomi G20 juga belum menyerahkan, kecuali AS, Inggris, dan Brasil, yang menjadi tuan rumah KTT iklim PBB tahun ini.
Janji AS sebagian besar bersifat simbolis, dibuat sebelum Presiden Donald Trump memerintahkan Washington DC untuk keluar dari kesepakatan Paris.
Tidak Mengikat
Tidak ada hukuman bagi yang terlambat menyerahkan target. Target tersebut tidak mengikat secara hukum, tetapi bertindak sebagai langkah akuntabilitas untuk memastikan pemerintah menanggapi ancaman perubahan iklim dengan serius.
Pekan lalu lalu, Stiell mengatakan penyerahan akan diperlukan pada September sehingga dapat dinilai dengan benar sebelum konferensi iklim COP30 PBB pada bulan November.
Seorang juru bicara Uni Eropa mengatakan blok 27 negara tersebut bermaksud untuk menyerahkan target revisinya jauh sebelum dilaksanakannya KTT di Belem, Brasil.
Analis mengatakan Tiongkok yang merupakan negara pencemar terbesar di dunia dan juga investor terbesarnya dalam energi terbarukan, juga diharapkan untuk mengungkap rencana iklimnya yang sangat dinanti-nantikan pada paruh kedua tahun ini.
Hingga Senin, hanya UEA, Ekuador, Saint Lucia, New Zealand, Andorra, Swiss, dan Uruguay, yang telah menyerahkan target iklim baru ke PBB.
Respons yang lamban tidak akan meredakan kekhawatiran akan kemungkinan kemunduran aksi iklim karena para pemimpin harus menyeimbangkan kembalinya Trump dan prioritas lain yang saling bertentangan, mulai dari krisis anggaran dan keamanan hingga tekanan elektoral.
Ebony Holland dari Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan yang berpusat di London mengatakan bahwa mundurnya AS jelas merupakan kemunduran, tetapi ada banyak alasan di balik sedikitnya jumlah peserta.
- Baca Juga: Trump Berharap Bisa Segera Bertemu Putin
- Baca Juga: Korut akan Produksi “Drone” dengan Dukungan Russia
"Jelas ada beberapa pergeseran geopolitik yang sedang berlangsung yang terbukti menjadi tantangan dalam hal kerja sama internasional, terutama pada isu-isu besar seperti perubahan iklim," ungkap dia. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Anggota Komisi IX DPR RI Pastikan Efisiensi Anggaran Tak Kurangi Layanan Kesehatan Warga
- 2 Menteri Kebudayaan Fadli Zon Kunjungi Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin
- 3 PLN UP3 Kotamobagu Tanam Ratusan Pohon untuk Kelestarian Lingkungan
- 4 Belinda Bencic Raih Gelar Pertama
- 5 Warga Kupang Terdampak Longsor Butuh Makanan dan Pakaian
Berita Terkini
- Mengejutkan! Ini Komentar Carlos Pena Soal Rentetan Hasil Buruk Persija
- Wow! Kiprah Band Green Day akan Digarap jadi Film Komedi
- Peduli Bencana, ASDP Salurkan 750 Paket Bantuan untuk Korban Banjir di Lampung
- Terkait Mekanisme Elpiji 3 Kg, Pemprov DKI Harus Sering Berdiskusi dengan Pusat
- Muhaimin Iskandar Sebut Sistem Data Tunggal Masyarakat Perlu Diperkuat AI