Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Guru Penggerak dan SIPLah Jawab Keengganan Menjadi Kepala Sekolah

Foto : istimewa

Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Mendo Barat, Bangka Belitung, Sri Wantoro, saat berdiskusi dengan murid terkait pembelajaran.

A   A   A   Pengaturan Font

Pagi itu, di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Mendo Barat, Bangka Belitung, Sri Wantoro yang sudah 20 tahun mengajar siap memulai hari seperti biasa. Para murid sudah berdatangan. Mereka berbincang, membaca buku pelajaran hari itu, dan ada juga yang masih terlihat mengantuk.

Suasana tenang sekolah tiba-tiba pecah. Dari jauh terdengar bunyi knalpot motor nyaring sekali sampai memekakkan telinga. Sebagai Kepala Sekolah, Sri segera menuju sumber suara untuk memeriksa keadaan. Didapatilah seorang murid sedang memarkirkan motor berknalpot racing.

Sri Wantoro merupakan guru lulusan program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) angkatan keempat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sebelum mengikuti program tersebut, Sri cenderung menegur murid, menghukum mereka agar jera, dan mengingatkan mereka dengan tegas konsekuensi dari pelanggaran aturan sekolah, seperti pemanggilan orang tua sampai pada skorsing hingga dikeluarkan dari sekolah.

Namun pagi itu, ia tidak marah dan tetap tersenyum ramah. Dia hanya meminta kunci motor murid dan memintanya untuk ke kelas mengikuti pelajaran. Ia tetap memotivasi murid tersebut untuk semangat dan tekun mengikuti pelajaran.

"Hanya saja, saya meminta anak tersebut untuk pulang bersama dengan saya meninggalkan sekolah," ujar Sri Wantoro kepada Koran Jakarta, Minggu (16/4).

Saat pulang sekolah, Sri Wantoro mendapati murid tersebut gelisah karena sudah tertinggal pulang dari rekan-rekan lainnya. Dengan tersenyum, dia mendekat dan berkata, "Besok mau pulang bareng Bapak lagi?"

"Tidak, Pak," jawab anak tersebut sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Kemudian, Sri Wantoro sedikit meluangkan waktu untuk berkomunikasi. Dia menjelaskan jika warga sekolah dan masyarakat sekitar terganggu dengan suara knalpot tersebut. Keesokan harinya, murid tersebut sudah mengganti knalpot motornya.

"Saya merasa lebih bahagia menjalani profesi sebagai guru ketika sedikit bisa mengubah pola pikir anak tanpa saya harus memosisikan diri sebagai penghukum, membuat orang merasa bersalah, atau sebagai supervisor yang selalu mengingatkan anak dengan aturan sekolah dan konsekuensinya jika dilanggar," jelasnya.

Tindakan Sri Wantoro tersebut merupakan salah satu materi dalam program PGP, yaitu Pembelajaran Sosial Emosional dan memaknai realisasi disiplin dalam dunia pendidikan. Terdapat juga materi-materi lainnya yang mendorong Sri Wantoro dan para Calon Guru Penggerak untuk lebih memahami filosofi pendidikan utamanya sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara.

"Pembahasan konsep filosofis dan konsep kata 'Menuntun dan Disiplin' mengubah hidup saya dari sisi keyakinan, cara pandang, dan realisasinya dalam ekosistem satuan pendidikan. Menuntun, saya membayangkan seorang yang sedang mengajari anak-anak mereka untuk berdiri belajar berjalan. Seperti itulah anak-anak belajar untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari guru-guru mereka," katanya.

Krisis Kepemimpinan

Program Guru Penggerak merupakan episode ke-5 Merdeka Belajar. Salah satu program itu bertujuan untuk melahirkan para pemimpin di sektor pendidikan. Adapun target program tersebut terdapat 405 ribu Guru Pengerak pada tahun 2024.

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyebut Guru Penggerak mampu memberikan perubahan besar bagi dunia pendidikan. Ujung tombak transformasi pendidikan melalui Merdeka Belajar sepenuhnya berada pada guru dan kepala sekolah.

"Kami percaya guru-guru penggerak hebat, kepala sekolah penggerak, organisasi penggerak, karena Anda berani berinovatif, idealis, dan selalu memprioritaskan murid," tandasnya.

Program tersebut menjawab krisis kepemimpinan sektor pendidikan di daerah-daerah. Di Bangka Belitung sendiri, terdapat fenomena para guru enggan menjadi kepala sekolah, termasuk Sri.

Memang, saat ini Sri menjabat sebagai Kepala SMAN 1 Mendo Barat. Namun, tujuan awal mengikuti program Guru Penggerak bukan karena ingin menjadi kepala sekolah. "Guru Penggerak yang mungkin menjadi Kepala Sekolah bukan merupakan prioritas saya mengikuti PGP. Lebih kepada ketertarikan terhadap program dan keinginan untuk terus mengembangkan diri untuk membekali diri menjalani profesi guru dan pendidik sebagai sebuah pilihan hidup," katanya.

Kabid Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pangkalpinang, Novian Yuspandi, menyebut Pangkalpinang membutuhkan kepala sekolah. Apalagi setelah terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (PermendikbudRistek) Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah yang mensyaratkan adanya Sertifikat Guru Penggerak untuk menjadi kepala sekolah.

Dia mengatakan saat ini baru ada 10 guru penggerak dengan rincian lima guru SD dan lima guru SMA. Ke depannya akan ada 30 lulusan Guru Penggerak baru. Menurutnya, Jumlah tersebut masih kurang mengingat untuk mengisi posisi kepala sekolah dari Guru Penggerak. "Dari 10 itu hanya ada dua yang sudah jadi kepala sekolah. Kita masih butuh lebih banyak lagi," katanya.

Dia mengatakan untuk mengatasi kekurangan tersebut, pemilihan kepala sekolah bisa oleh guru biasa dengan masa memimpin selama empat tahun. Meski begitu, guru dengan sertifikat Guru Penggerak tidak otomatis diangkat menjadi kepala sekolah.

"Tidak serta merta lulus Guru Penggerak diangkat jadi kepala sekolah. Kita lihat kontribusi nyata mereka, setelah itu kita lihat kembali kompetensinya untuk menjadi kepala sekolah," tandasnya.

Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra, Pemkot Pangkalpinang, Subekti, mengatakan salah satu keengganan guru di Pangkalpinang menjadi kepala sekolah adalah keharusan mengelola keuangan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menurutnya, jika dinas mengelola BOS bisa jadi guru lebih berminat menjadi kepala sekolah.

"Kepala sekolah saat ini punya anggaran. Pemegang anggaran biasanya suka ditanyai, meski benar implementasinya," terangnya.

Pengelolaan Keuangan

Sri mengakui, salah satu ketakutan menjadi kepala sekolah adalah dalam hal pengelolaan keuangan seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menurutnya, hal tersebut berat dan berisiko. "Ada kesan seolah-olah kepala sekolah menjadi pemborong dan mendapat keuntungan dari kegiatan tersebut yang mengundang berbagai pihak datang dan mencari celah kelemahan terhadap proses kegiatan tersebut," ungkapnya.

Dia menyebut materi pengelolaan keuangan sekolah sangat penting bagi guru. Dalam perkuliahan, materi tersebut tidak diajarkan. Dalam Pendidikan Guru Penggerak yang salah satu tujuannya menyiapkan kepala sekolah pun tidak ada. Adapun materi pengelolaan keuangan didapat dari pengalamannya menjadi wakil kepala sekolah saat masuk dalam tim pengelolaan keuangan sekolah selama 6 tahun.

"Program Guru Penggerak kuat pada soft skill sebagai seorang guru dan pendidik. Ada penguatan pada kompetensi kepemimpinan, tetapi tidak menyentuh sama sekali terkait manajemen keuangan," terangnya.

Sri Wantoro mengapresiasi adanya berbagai aplikasi yang membantu sekolah dalam mengelola keuangan sekolah seperti Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) dan Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS). Dia mengaku mempelajari aplikasi tersebut secara mandiri, tanpa ada pelatihan.

Dia menerangkan, harga-harga yang tertera di SIPLAH dalam rangka pengadaan barang relatif aman untuk dibeli. Harga sudah sesuai harga pasar. Proses transaksi secara online dan pembayaran secara non-tunai. Semua terekam dalam sistem dan lebih transparan.

"Pemanfaatan SIPLah untuk pengadaan barang sejauh ini membantu sekolah dalam hal standardisasi harga pasar. Saya secara pribadi merasa lebih aman ketika pembelian melalui SIPLah karena pembayaran dilakukan secara online dan dibayarkan setelah barang diterima dan administrasi keuangan lengkap. Ini memudahkan dalam penyusunan standar laporan keuangan sekolah ketika pengadaan barang," tandasnya.

SIPLah telah menghubungkan lebih dari 223.000 Satdik dengan 100.000 penyedia barang dan jasa melalui 15 mitra pengelola pasar daring dari seluruh Indonesia. SIPLah merupakan sistem elektronik untuk Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) secara daring yang dananya bersumber dari BOS.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top