Guru Besar UPH Ungkap Bioremediasi Ramah Lingkungan Tangani Limbah Tembaga
Dosen Pendidikan Biologi dari Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof Wahyu Irawati saat dikukuhkan sebagai guru besar UPH beberapa waktu lalu.
Foto: ANTARA/HO-UPHTANGERANG - Dosen Pendidikan Biologi dari Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof Wahyu Irawati mengatakan metode pengelolaan limbah biologis dengan menggunakan konsorsium bakteri sebagai agen bioremediasi menjadi pilihan yang ramah lingkungan dalam menangani limbah tembaga.
Dalam keterangannya di Tangerang pada Sabtu (27/1), ia mengatakan, tingkat keberhasilan metode pengelolaan limbah biologis dengan menggunakan konsorsium bakteri sebagai agen bioremediasi sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi sinergis atau antagonis antara populasi bakteri yang berbeda dalam limbah.
"Penelitian ini memang harus melewati proses panjang sebelum diterapkan di industri, tetapi jadi angin segar dalam menunjang program pemerintah demi menanggulangani pencemaran lingkungan khususnya tembaga," kataIrawati.
ProfIrawati yang sudah lebih dari 30 tahun lamanya tertarik dan meneliti bakteri yang resisten tembaga itu mengatakan, isu pencemaran lingkungan oleh tembaga makin hari kian meresahkan.
Kontaminasi logam berat merupakan salah satu permasalahan lingkungan serius di Indonesia yang dapat merusak ekosistem perairan dan mengancam kesehatan manusia.
Tembaga yang memiliki kandungan toksin atau racun yang dapat menyebabkan kegagalan sistem saraf dan otak manusia, gagal jantung dan hati, gangguan reproduksi, tumor, kanker, dan penyakit Wilson.
"Semoga penelitian yang telah saya lakukan ini bisa bermanfaat bagi kelangsungan lingkungan hidup di Indonesia dan bahkan dunia," kata Prof Irawati yang pernah meraih penghargaan URGE, SEARCA, dan juga Habibie Foundationitu.
Ia menambahkan, tembaga merupakan salah satu pencemar yang paling banyak di Indonesia. Hasil laporan penelitian menunjukkan beberapa sungai di Indonesia sudah tercemar tembaga melebihi ambang batas.
"Kasus pencemaran yang paling parah terjadi pada tahun 1996, yaitu di Pantai Timur Surabaya yang diketahui hasil penelitian menunjukkan ikan dan kerang di sekitar pantai tersebut telah mengandung tembaga dengan kandungan 2-5 kali lipat dari ambang batas yang diperbolehkan oleh WHO," katanya.
Rektor UPH DrJonathan LParapak menyampaikan apresiasinya kepada ProfIrawati yang ditetapkan menjadi guru besar tetap bidang mikrobiologi atas penelitian yang dilakukannya, terutama terkait isu lingkungan yang sangat relevan saat ini.
"Kami juga memberikan penghargaan pada dedikasinya dalam mendukung visi dan misi UPH untuk melahirkan lebih dari 3.000 guru yang siap mengajar di seluruh Nusantara," katanya.
Oh Yen Nie, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UPH menambahkan, ProfIrawati tidak hanya memiliki kecerdasan tetapi juga sikap dan karakter seorang Ilmuwan hebat.
"Selama 32 tahun, Prof Irawati telah mempelajari bakteri. Mendalami karakter bakteri selama itu membutuhkan kerendahan hati, ketekunan, ketelitian, dan kemampuan berpikir out of the box," katanya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Arsenal Berambisi Lanjutkan Tren Kemenangan di Boxing Day
- 2 Presiden Prabowo: Koruptor Tak Rela Pemerintah Perbaiki Sistem
- 3 Gerak Cepat, Pemkot Surabaya Gunakan Truk Tangki Sedot Banjir
- 4 Putin Sebut Pertahanan Rusia Tangkal Serangan Drone Ukraina Selama Pendaratan AZAL
- 5 Untung Bisa Ketahuan, Polres Probolinggo Temukan Dua Sopir Jeep Bromo Positif Narkoba
Berita Terkini
- Perkuat Pengawasan Laut, Semua kapal Dipasang VMS pada 2025
- Google Umumkan Layanan Terbarunya, NotebookLM Plus, untuk Bisnis dan Pendidikan
- Donnarumma Isyaratkan Perpanjang Kontrak Bersama PSG
- Kalau Berlanjut Rupiah Bisa Makin Tertekan, Capital Outflow pada 23-24 Desember lalu Capai Rp4,31 Triliun
- Beranikah Manchester City Pecat Pep Guardiola?