Selasa, 07 Jan 2025, 03:03 WIB

Guru Besar Unair: Libur Sekolah Selama Ramadan Jangan Sampai Ganggu Capaian Belajar Siswa

Foto: Istimewa

Wacana meliburkan sekolah selama Ramadan diharapkan jangan sampai mengganggu capaian belajar siswa. Perlu ada penugasan lain yang dikerjakan di rumah atau penambahan jam belajar sebelum atau setelah libur.

JAKARTA - Wacana pemerintah meliburkan sekolah selama Ramadan jangan mengganggu capaian belajar siswa. Guru Besar bidang Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Tuti Budirahayu, mengatakan, salah satu alternatif jika kebijakan tersebut dilaksanakan adalah dengan penambahan jam belajar sebelum atau setelah libur.

1736175218_bc497cae682df1a18ad6.jpg

“Atau, kegiatan belajar yang biasanya berlangsung selama Ramadan dapat beralih ke bentuk penugasan lain yang memungkinkan siswa mengerjakannya di rumah dengan jadwal belajar yang lebih fleksibel sesuai kondisi mereka,” ujar Tuti, dalam laman resmi Unair, Senin (6/1).

Dia sepakat dengan rencana kebijakan tersebut, sebab menurutnya, kebijakan itu akan memberikan banyak manfaat. Momen liburan tersebut dapat menjadi kesempatan bagi siswa untuk memperkuat nilai-nilai sosial dan moral.

“Saya rasa, jika libur Ramadan ini dapat termanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan dapat meredam berbagai perilaku negatif yang selama ini dilakukan siswa melalui berbagai bentuk kekerasan atau bullying antarteman di sekolah,” jelasnya.

Penyesuaian Pembelajaran

Sementara itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menilai rencana tersebut bisa memicu diskriminasi sebab prinsip layanan belajar berlaku untuk semua siswa. Jika libur ini berlaku secara nasional, maka berdampak juga pada siswa agama non-Islam.

Dia menyebut, setiap Ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Menurutnya, siswa bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran selama Ramadan dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

“Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30 - 35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan Ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program Pesantren Ramadan. Jadi opsinya ada banyak,” katanya.

Dia menilai, proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun selama bulan Ramadan. Hal tersebut mengingat sekolah dan guru sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun ajaran baru.

“Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal,” ucapnya.

Satriwan mengingatkan, masih lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orang tua jika sekolah diliburkan. Jika siswa dan guru sepenuhnya libur, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengungkapkan, sejauh ini belum ada pembahasan mengenai kebijakan libur sekolah selama bulan Ramadan.

Menurutnya, sejauh ini rencana penerapan kebijakan tersebut masih wacana.

Dia menjelaskan, pembahasan mengenai kebijakan tersebut sedianya dibahas oleh institusi di atas Kemendikdasmen. Kebijakan mengenai libur ini, kata Abdul Mu’ti, dibahas pada level Kementerian Koordinator atau bahkan oleh Presiden Prabowo Subianto langsung.  ruf/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan: