Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Greta dan Kesadaran Merawat Bumi

Foto : Koran Jakarta/ Ones
A   A   A   Pengaturan Font

Djoko Subinarto

Bumi yang kita tinggali saat ini bukan hanya semakin sesak, tetapi juga semakin panas dan polutif. Perlu kesadaran kolektif untuk berupaya menjaga, merawat dan melindungi Bumi kita agar tidak semakin rusak dan penuh petaka. Kita semua memiliki kewajiban mewariskan Bumi yang lebih bersih, lebih sehat, kepada anak-cucu kita.

Baru-baru ini, majalah Time telah memilih Greta Thunberg, bocah Swedia berumur 16 tahun, yang juga pengidap Sindrom Asperger, sebagai Person of the Year 2019 . Majalah berita mingguan yang berbasis di New York ini tentu tidak asalasalan setiap kali menetapkan seseorang sebagai Person of the Year.

Dewan redaksi "Time" pasti punya alasan cukup kuat kenapa mereka memilih Greta untuk tahun ini. Lewat aktivitasnya, Greta Thunberg telah membetot perhatian berbagai kalangan, termasuk para pemimpin dunia, mengenai isu perubahan iklim. Kiprah Greta sebagai aktivis perubahan iklim dimulai tahun 2018 saat ia bolos sekolah saban Jumat demi bisa menggelar demonstrasi yang disebutnya sebagai Skolstrejk för Klimatet di depan gedung parlemen Swedia (Rikstag).

Ketika itu ia meminta pemerintah Swedia mengambil tindakan atas ancaman bahaya perubahan iklim. Akhirnya, tak cuma di Swedia, negara asalnya, Greta kemudian berkampanye ke berbagai belahan dunia.

Majalah "Time" mencatat, dalam 16 bulan sejak awal dirinya berkampanye terkait perubahan iklim, Greta telah berbicara di hadapan para pemimpin pemerintahan di Perserikatan Bangsa-Bangsa, bersua dengan Paus, berdebat dengan Presiden Amerika Serikat dan juga menginspirasi sekurangnnya empat juta orang untuk bergabung dalam berbagai aksi terkait perubahan iklim.

Greta, yang lahir di Stockholm, Swedia, 3 Januari 2003, dan bernama lengkap Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg, sama sekali bukan seorang ilmuwan ataupun pakar di bidang iklim. Namun, apa yang dilakukannya telah berhasil membukakan mata dunia dan menyadarkan banyak pihak mengenai isu-isu perubahan iklim dan bahayanya bagi kehidupan kita dan anak-cucu kita.

Di saat orang-orang yang lebih tua dan lebih pintar darinya memilih diam, Greta justru memilih bersuara lantang demi mengingatkan dan mendorong para pengambil keputusan untuk mengambil langkahlangkah lebih serius mengatasi persoalan perubahan iklim. Tak cuma lantang bersuara, Greta juga berupaya istiqomah menerapkan gaya hidup rendah karbon.

Misalnya, ia memilih menjadi vegetarian dan menolak menggunakan pesawat udara setiap kali harus bepergian ke luar-negeri. Lebih serius Masalah perubahan iklim adalah nyata. Sejumlah dampaknya sudah mulai kita rasakan sejak lama. Aksi-aksi lebih serius perlu dilakukan bersama-sama untuk menyelamatkan planet Bumi dari kerusakan yang lebih dahsyat. Ingat, kita semua memiliki kewajiban mewariskan Bumi yang lebih bersih, lebih sehat, kepada anak-cucu kita.

Secara definisi, istilah perubahan iklim merujuk kepada pergeseran iklim untuk jangka waktu panjang yang ditandai oleh perubahan suhu, tingkat curah hujan, pergerakan angin dan beberapa indikator lainnya. Perubahan iklim dimungkinkan ketika terjadi perubahan total dari jumlah energi matahari yang diserap oleh atmosfir dan permukaan bumi serta perubahan dalam jumlah energi panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi dan atmosfir pada periode tertentu.

Perubahan-perubahan di atas dapat disebabkan oleh proses alamiah seperti letusan (erupsi) gunung berapi, variasi dalam intensitas matahari serta perubahan dalam pergerakan laut dan daratan yang rutin terjadi selama beberapa dekade atau bahkan beberapa abad. Namun, jangan lupa pula, sejumlah aktivitas manusia yang mengakibatkan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir juga dapat mendorong iklim mengalami perubahan mencolok.

Sesungguhnya, selama lebih dari 10.000 tahun ke belakang, jumlah gas rumah kaca di atmosfir terbilang relatif stabil. Namun, kemudian, konsentrasinya mulai terus meningkat seiring dengan melonjaknya kebutuhan energi akibat proses industrialiasi, meningkatnya jumlah penduduk dan perubahan drastis dalam pola pemanfaatan tanah dan hunian.

Sebagaimana kita ketahui, gas rumah kaca di atmosfir bertindak ibarat 'selimut' yang menyerap sekaligus memancarkan radiasi panas inframerah sehingga membuat temperatur Bumi kian meningkat. Penggunaan bahan bakar fosil dan pembabatan hutan diyakini banyak kalangan sebagai faktor paling dominan bagi makin meningkatnya gas rumah kaca di atmosfir dewasa ini.

Salah satu dampak langsung dari adanya perubahan iklim adalah Bumi yang yang kita huni menjadi semakin panas selama 150 tahun terakhir ini. Kerenanya, sementara kalangan sering mengidentikkan fenomena perubahan iklim ini dengan fenomena pemanasan global.

Bersamaan dengan makin memanasnya Bumi, permukaan laut meningkat, zona klimatik mengalami pergeseran serta laut menjadi semakin asam, sementara tingkat curah hujan meninggi di sejumlah kawasan yang menyebabkan intensitas hujan kian meningkat di beberapa belahan dunia.

Semua ini membawa dampak yang luas secara ekonomi maupun secara sosial, baik pada tataran lokal, regional maupun pada tataran global. Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia, misalnya, dampak perubahan iklim telah terasa secara nyata dengan kemunculan kemarau yang sangat panjang atau meningkatnya curah hujan di luar siklus normal yang menyebabkan terganggunya pola tanam para petani maupun menyebabkan makin seringnya terjadi bencana berupa kekeringan, banjir maupun longsor.

Faktanya, memang semakin banyak saja daerah di negara kita yang saat ini masuk ke dalam kategori rawan bencana, terutama banjir maupun longsor. Hal ini dibuktikan dari munculnya beberapa daerah baru yang kini menjadi daerah rawan banjir dan longsor -- padahal sebelumnya daerah-daerah itu sama sekali tidak pernah mengalami bencana banjir dan longsor. Kalangan masyarakat miskin merupakan kelompok yang paling rawan terkena dampak perubahan iklim.

Mengapa demikian? Karena mayoritas dari mereka cenderung tinggal di kawasan-kawasan yang rawan bencana, seperti di kawasan bantaran sungai, pesisir pantai atau lereng-lereng gunung.

Oleh karena itu, salah satu langkah penting dalam menghadapi perubahan iklim yang tidak mungkin kita elakkan ini adalah bagaimana kita semua bersedia secara tulus bahu membahu menciptakan kawasan perkotaan dan perdesaan yang bukan saja ramah lingkungan tetapi juga ramah bagi masyarakat miskin, sehingga mereka dapat terhindar dari berbagai risiko bencana yang terkait dengan perubahan iklim yang kemungkinan besar bakal makin memiskinkan mereka. Bumi yang kita tinggali ini adalah milik kita bersama, tanpa kecuali.

Apa yang disuarakan dan dilakukan oleh Greta Thunberg selama ini terkait masalah perubahan iklim semestinya makin menggugah kesadaran kita untuk ikut berkontribusi secara lebih nyata sekecil apa pun kontribusi itu dalam menjaga, merawat dan melindungi Bumi dari berbagai kerusakan yang bisa menimbulkan petaka bagi sebagian maupun seluruh penghuni Bumi ini.

Penulis , esais dan bloger, alumnus Universitas Padjadjaran

Komentar

Komentar
()

Top