Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Genosida VOC di Bawah Pimpinan Jan Pieterszoon Coen

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Di Belanda, pendirian patung Jan Pieterszoon Coen sebagai pahlawan pernah mendapat penentangan. Orang yang dianggap pahlawan ini dianggap sebagai penjahat karena telah melakukan kekejaman dan genosida.

Perusahaan Hindia Timur Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sejauh ini merupakan perusahaan terbesar yang pernah ada. Dikonversi ke mata uang kontemporer, perusahaan ini bernilai 7,5 triliun euro atau sekitar 82.755 triliun rupiah.
Rempah-rempah benar-benar bernilai emas pada masa VOC yang didirikan pada 20 Maret 1602. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.
Perusahaan ini besar karena memonopoli rempah-rempah salah satunya di Maluku. Untuk melakukan monopoli, bahkan berani melakukan genosida. Pada 1621, Jan Pieterszoon (JP) Coen melakukan pengusiran pada sebagian dari penduduk Kepulauan Banda sebuah pulau penghasil pala terbesar saat itu. Sebagian lagi diusir olehnya dan sisanya diperbudak.
Sejarawan Marjolein van Pagee dalam bukunya De genocide van Jan Pieterszoon Coen mengungkapkan perbuatan buruk Coen diketahui sejak awal. Tetapi banyak sejarawan menilai perbuatannya tak seberapa dan tindakannya dinilai memberi banyak manfaat bagi negeri Belanda sehingga apa yang dilakukan di Banda pun "dimaafkan".
Pada 1868, sejarawan bernama J Hageman menulis, "Sebuah patung untuk Coen adalah penghargaan untuk pembunuhan, pemusnahan manusia, penghancuran kekayaan nasional, perang, kekejaman, permusuhan berabad-abad di antara bangsa-bangsa, pembajakan, pencurian seni, kesengsaraan", seperti dikutip laman berbahasa Belanda, Liberales.
Buku itu dilatarbelakangi pendirian patung Coen pada 1876 di Batavia. Setelah itu, pada 1893, sebuah patung didirikan di Hoorn. Sejarawan Van Pagee menggunakan definisi yang sederhana atas kolonialisme adalah perampasan tanah dan properti orang lain.
Tetapi di Belanda menganggap kolonialisme disebut dengan perdagangan. Coen sendiri mengatakan, "Tidak ada perdagangan tanpa perang, tidak ada perang tanpa perdagangan,". Tetapi VOC, kata dia, tidak berdagang sama sekali karena mereka menghancurkan perdagangan bebas.
Dewan VOC, De Heeren Zeventien, klien Coen, secara tegas menyatakan bahwa kekerasan tidak boleh dijauhi. Coen sistem kolonial pada dasarnya adalah kekerasan, kekerasan adalah hasil dari keserakahan dan kecemburuan untuk memiliki sesuatu dari orang lain yang tidak dimiliki seseorang. Oleh karenanya, perlawanan dari pemilik aslinya adalah hambatan menjengkelkan yang hanya bisa dihilangkan dengan paksa.
Menurut Aldus Van Pagee, Van Heemskerck sudah mengunjungi Kepulauan Banda pada 1599 mengatakan bahwa Belanda memulai upaya mereka untuk membangun monopoli perdagangan pala, bertindak seperti tuan tanah sejak awal. Pendahulu Coen, Laurens Reael, menulis, "Sama sekali tidak ada keuntungan yang diperoleh di tanah kosong dan juga dengan orang mati,".
Betapa berbedanya reaksi penggantinya. Dalam bab De Deed van Pagee, ia menjelaskan cara Belanda mendiami pulau-pulau Banda dan menyebabkan pembantaian di antara penduduknya. Kebiadaban mereka belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak didasarkan pada prinsip hukum yang valid.
Didukung Para Penguasa
Menurut Van Pagee, kekerasan yang digunakan oleh Coen pada tahun-tahun itu tentu saja tidak sepenuhnya normal. Pada saat yang sama, Pangeran Maurits dan Heeren XVII semuanya setuju dengan perilaku Coen dan para pengikutnya. Menurut van Pagee, apa yang dilakukan JP Coen didukung oleh para penguasa.
Coen membenci Muslim, yang dianggap sebagai 'musuh alami orang Kristen' dan dia tidak melihat orang Banda itu setara dengan mereka. Hati nurani dan imannya kepada Tuhan pada akhirnya tidak mencegahnya untuk memusnahkan seluruh penduduk.
Van Pagee menunjukkan bahwa genosida di Kepulauan Banda bukanlah tindakan impulsif, tetapi implementasi dari rencana yang dirancang dengan hati-hati. Selain perbudakan, Belanda juga menggunakan perampasan manusia.
Orang-orang bebas ditangkap begitu saja dan dikirim ke daerah-daerah di mana mereka diperbudak.
JP Coen lahir pada 1587 dan meninggal pada tahun 1629, diduga karena dampak disentri. Bagi Van Pagee, dia adalah pria yang sangat kejam.
VOC dulu dan sering dipandang sebagai eksponen terkemuka dari sebuah negara perdagangan, tetapi mengabaikan fakta bahwa perusahaan terbesar di dunia ini pernah menjadi perusahaan imperialis bagaikan sebuah kerajaan yang percaya dirinya sebagai penguasa dan penguasa wilayah luar negeri. hay/I-1

Didukung Ahli Hukum Hugo de Groot

Sejarawan Marjolein van Pagee dalam bukunya De genocide van Jan Pieterszoon Coen mengungkapkan menjadi sangat menarik ketika menunjukkan bagaimana Hugo de Groot (Grotius), yang dikenal sebagai pendiri hukum internasional, juga menyusun teori-teori yang membenarkan kekejaman kolonial. Dasar untuk ini adalah dikotomi di dunia antara orang-orang Kristen Eropa Barat dan semua bangsa lain di Bumi.
De Groot menganggap negara-negara lain itu sebagai negara terbelakang dan inferior. De Groot sepenuhnya mengabaikan fakta bahwa sistem hukum lain ada di luar Eropa. Bahwa dia memberikan hak yang sama kepada semua orang secara alami tidak mencegahnya untuk memberi nasihat yang bertentangan dengan prinsip ini jika itu lebih cocok untuk para pelindungnya.
De Groot ternyata adalah seorang pengacara yang fleksibel dan kreatif. Mare liberum atau kebebasan laut berbunyi seperti karya antikolonial dan dia bahkan menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum untuk perampasan wilayah sebagai wingewest (wilayah yang diperas saja) bahkan tidak berdasarkan hukum perang.
Tetapi ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) meminta nasihat hukum kepadanya, dia dengan santai menyatakan bahwa Tuhan telah memikirkan untuk mendapatkan barang dari belahan dunia lain. "Satu orang memenuhi kebutuhan orang lain," ujar dia seperti ditulis laman berbahasa Belanda, Liberales.
Spanyol dan Portugis dikutuk sebagai negara imperialis, tetapi Belanda lolos berkat mitos kolonial Belanda tanpa motif imperialis. Padahal, Hugo de Groot adalah arsitek kolonialisme Belanda. De Groot juga tidak merasa terhalang oleh genosida Coen.
Sejarawan Mikki Stelder menunjukkan bagaimana dalam ide-ide Hugo de Groot, argumen agama dan ras-biologis menyatu dengan mulus. Dia menganggap orang Spanyol dan Portugis sebagai orang Kristen yang gagal. Mengejutkan membaca bagaimana de Groot menghakimi Portugis. Mengejutkan dengan prasangkanya yang keterlaluan, ketidaktahuan, dan omong kosong belaka.
"Saya sudah tahu tentang kelakuan buruk Coen selama beberapa waktu, tetapi saya belum pernah dihadapkan dengan kesalahan Hugo de Groot," ucap Stelder.
Dalam bab penutup buku De Genocide van Jan Pieterszoon Coen, sejarawan Marjolein van Pagee berkomentar, "Untuk kotamadya, debat tentang Coen adalah debat seperti yang lain, seolah-olah itu adalah debat tentang lampu Natal di pusat kota dan di mana kotamadya memihak mereka yang ingin mempertahankan Coen di atas alasnya,".
"Fakta bahwa pemerintah mendukung pemuliaan kolonial menunjukkan bahwa kekaisaran yang dibangun oleh Coen tidak pernah jatuh," ucap Van Pagee. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top