Rabu, 04 Des 2024, 20:03 WIB

Generasi Muda Butuh Literasi Antikorupsi

Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga, Kemenko PMK Warsito dalam Seminar Nasional bertema “Membangun Generasi Berintegritas, Menuju Indonesia Emas” di Jakarta, Rabu (4/12).

Foto: Tangkapan layar Muhamad Marup

JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito menyampaikan, generasi muda butuh literasi antikorupsi. Menurutnya, generasi muda yang saat ini mendominasi demografi Indonesia dengan jumlah 60 persen memiliki peran strategis dalam membentuk budaya antikorupsi. 

"Ketika mayoritas ini bersuara sama, maka itulah yang akan menjadi warna bangsa. Oleh karena itu, mari kita jadikan generasi muda sebagai agen dan duta antikorupsi,” ujar Warsito, dalam Seminar Nasional bertema “Membangun Generasi Berintegritas, Menuju Indonesia Emas” di Jakarta, Rabu (4/12). 

Dia menerangkan, menyoroti revolusi mental berperan dalam mengubah paradigma masyarakat melalui Gerakan Indonesia melayani, bersih, mandiri, bersatu, dan tertib menjadi pilar penting untuk menciptakan budaya antikorupsi. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan perubahan positif, seperti berkurangnya praktik pemberian biaya tambahan dalam layanan publik. 

Dia melanjutkan, pemberantasan korupsi harus dimulai dari penguatan integritas individu melalui pendidikan karakter. Menurutnya, nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab mesti ditanamkan sejak dini. 

"Selain itu, pentingnya penguatan sistem dan regulasi, khususnya melalui digitalisasi layanan publik yang mampu menciptakan transparansi dan akuntabilitas," jelasnya. 

Warsito menyebut, literasi antikorupsi masyarakat menjadi perhatian utama, dengan harapan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari tingkat pendidikan terendah hingga tertinggi, memahami makna dan batasan korupsi. Hal tersebut penting untuk menghindari praktik yang berada di ranah abu-abu. 

“Kita harus berhati-hati dengan budaya memberi hadiah yang melanggar aturan. Jangan sampai kemurahan hati bangsa kita justru dimanfaatkan untuk tindakan yang tergolong korupsi,” katanya. 

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar L. Bonaprapta, mengingatkan bahwa penting untuk mengubah cara berpikir yang menganggap korupsi sebagai budaya. Dia menegaskan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk melakukan korupsi, yang dapat menyebabkan kerugian besar dan luas. 

“Kita harus memahami bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa dan perlu komitmen bersama untuk membasminya,” ucapnya. 

Direktur Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aida Ratna Zulaiha menjelaskan bahwa pencegahan korupsi dimulai dengan penyusunan regulasi yang memuat langkah pencegahan, serta membangun sistem yang mengurangi celah korupsi. Menurutnya, penting menghindari konflik kepentingan dan memastikan pelayanan publik yang berintegritas. 

“Pencegahan korupsi dimulai dari regulasi, dengan membentuk sistem yang menutup celah korupsi, menghindari konflik kepentingan, dan memastikan pelayanan publik yang berintegritas,” terangnya.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan: