Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Banyak orang tiba-tiba menjadi lebih sedentari karena kebijakan terkait pandemi Covid-19. Ternyata, gaya hidup kurang gerak itu dapat meningkatkan terjadinya depresi dan kecemasan.

Gaya Hidup Sedentari Tingkatkan Depresi Kecemasan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan orang. Pembatasan sosial yang diberlakukan untuk menekan penyebaran virus korona membuat orang tidak banyak bergerak atau tidak aktif dan terlalu banyak dihabiskan dengan duduk atau berdiam diri alias sedentari (sedentary) di tempat tidur dan ruang tamu.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Iowa State University, menemukan bahwa mereka yang menghabiskan banyak waktu hanya duduk di rumah tanpa melakukan aktivitas di luar rumah cenderung memiliki gejala depresi yang tinggi.
Bekerja dari rumah dan melakukan rapat dengan hanya mengklik tautan Zoom menghilangkan waktu yang biasanya digunakan untuk berjalan ke ruang rapat misalnya. Sementara menonton konten film dari penyedia kontan seperti Netflix, telah menghabiskan waktu yang didedikasikan untuk meraih kebugaran seperti berolah raga atau pergi ke gym.
Pada penelitian yang dilakukan kepada orang-orang yang menghabiskan waktunya di tempat duduk antara April dan Juni 2020, ternyata mereka cenderung memiliki gejala depresi yang lebih tinggi.
"Duduk adalah perilaku yang picik," kata asisten profesor kinesiologi di Iowa State University (ISU) dan penulis utama makalah tersebut, Jacob Meyer. "Perilaku itu adalah sesuatu yang kita lakukan sepanjang waktu tanpa memikirkannya," imbuh Meyer seperti dikutip laman universitas tersebut.
Sebagai direktur Laboratorium Kesejahteraan dan Latihan di ISU, Meyer dan timnya pada awalnya melihat aktivitas fisik dan perilaku sedentari atau menetap, kemungkinan bisa berdampak pada kesehatan mental. Perubahan tersebut bisa mempengaruhi cara orang berpikir, merasakan dan memandang dunia.
"Pada Maret 2020, kami tahu Covid-19 akan mempengaruhi perilaku kita. Covid-19 bisa mengakibatkan kita berperilaku aneh dan nyeleneh yang tidak dapat kami prediksi," kata Meyer.
Untuk mendapatkan gambaran tentang perubahan tersebut, Meyer dan tim peneliti menerima tanggapan survei dari lebih dari 3.000 peserta studi dari Distrik Kolombia. Peserta secara mandiri melaporkan waktu yang dihabiskan untuk duduk, melihat layar perangkat elektronik, dan berolah raga, lalu membandingkannya pada masa sebelum pandemi.
Menggunakan skala klinis standar, penelitian menunjukkan adanya perubahan pada kebugaran mental mereka seperti terjadinya depresi, kecemasan, perasaan stres, dan kesepian.
"Meski terjadi perubahan dan memiliki pengaruh pada kesehatan mental, namun secara umum belum ada benar-benar data dari populasi besar menyangkut perubahan perilaku mendadak tersebut," ungkap Meyer.
Data survei yang dilakukan menunjukkan sebelum pandemi peserta yang memenuhi Pedoman Aktivitas Fisik AS sebesar 2,5-5 jam aktivitas fisik sedang hingga berat setiap pekan. Pembatasan sosial saat pandemi kian mengurangi aktivitas fisik mereka sebesar 32 persen.

Perubahan Tak Kentara
Pada penelitian yang diterbitkan pada jurnal International Journal of Environmental Research and Public Health menyebutkan bahwa peserta merasa lebih tertekan, cemas dan kesepian. Sedangkan makalah terbaru Meyer pada jurnal Frontiers in Psychiatry yang merupakan kelanjutan dari makalah sebelumnya, melihat perilaku dan kesehatan mental para peserta berubah dari waktu ke waktu.
Dari peserta yang mengisi survei yang sama setiap pekan antara bulan dan Juni 2020, didapat hasil rata-rata orang melihat gangguan kesehatan mental mereka meningkat selama periode delapan pekan.
"Orang-orang menyesuaikan diri dengan kehidupan di masa pandemi. Tetapi bagi orang-orang yang waktu duduknya tetap tinggi, gejala depresi mereka rata-rata tidak pulih dengan cara yang sama seperti orang lain," jelas Meyer.
Para peserta yang terus menghabiskan sebagian besar hari mereka dengan duduk mengalami peningkatan gangguan kesehatan mental. Namun demikian, dia menemukan hubungan antara duduk dan kesehatan mental tidak sama dengan mengatakan lebih banyak duduk menyebabkan depresi.
Dia mengatakan mungkin saja orang yang lebih tertekan lebih banyak duduk atau orang yang lebih banyak duduk menjadi lebih tertekan. Atau mungkin ada beberapa faktor lain yang tidak diidentifikasi oleh para peneliti. "Ini tentu layak untuk diselidiki lebih lanjut," kata Meyer.
Data survei bulanan dari Juni 2020 hingga Juni 2021 menurut peneliti perlu segera diketahui publik agar mereka dapat memahami apa yang terjadi. Masyarakat perlu menyadari beberapa perubahan tidak kentara yang terjadi selama pandemi yang kemungkinan merugikan atau juga bermanfaat.
Jika orang sudah terlanjur nyaman pada kebiasaan yang salah, maka kemungkinan sulit menghentikan kebiasaan itu, bahkan jika seseorang ingin mengubah perilakunya. Ia berharap lebih banyak orang menyadari perubahan yang mengganggu kesehatan mental dan suasana hati serta mencoba keluar darinya.
Meyer menyarankan untuk beristirahat setelah duduk dalam waktu lama. Caranya yang dilakukan bisa berjalan-jalan sebentar sebelum dan sesudah rapat secara daring. Atau berjalan-jalan di sekitar perumahan meniru kebiasaan yang dilakukan sebelum pandemi bisa bermanfaat baik secara fisik dan mental. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top