"G30S PKI" dan Nalar Kritis Siswa
Oleh Apriliya Susanti
Rencana TNI menggelar acara nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI menjadi polemik. Ada yang menilai film itu tak pantas ditonton lagi. Namun, ada juga yang mendukung. Dalam pemberitaan media, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo secara tegas mengatakan nonton bareng film kontroversial itu memang perintahnya. Bahkan Mendagri, Tjahjo Kumolo, sudah mengizinkan Panglima memerintahkan seluruh jajaran menonton film tersebut. Sementara itu, hingga kini film tersebut terus menjadi perdebatan.
Dulu, anak sekolah diwajibkan menyaksikan film G30S PKI. Namun, sejak reformasi 1998, film tidak lagi ditanyangkan TVRI. Alasannya, antara lain permintaan dari Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara Republik Indonesia (PP AURI) agar Menteri Pendidikan, Juwono Sudarsono, dan Menteri Penerangan, Yunus Yosfiah, ketika itu tidak menayangkan lagi film G30S PKI.
Menteri Penerangan saat itu, Yunus Yosfiah pun mengatakan film tersebut tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi. Karena itu, mulai tanggal 30 September 1998, TVRI dan TV swasta tidak menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI.
Bila kemudian sekarang ada rencana untuk ditonton lagi, pelajar SMP dan SMA bisa diajak nonton. Mereka ini tingkat berpikirnya, menurut Jean Piaget (Harre dan Lamb, 1988), sudah berada pada tahapan operasional formal. Mereka mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, dan sintesis. Mereka juga mampu berpikir secara abstrak, reflektif, serta bisa memecahkan berbagai masalah.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya