Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hasil Riset IMF

Fragmentasi Berpotensi Memicu Ekonomi Global Terkoreksi 4,5%

Foto : MANDEL NGAN/AFP

Juru bicara IMF, Julie Kozack (kiri) bersama Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Dana Moneter Internasional (IMF), pada Kamis (11/1), menegaskan bahwa kerugian fragmentasi cukup signifikan sehingga Produk Domestik Bruto (PDB) global berpotensi turun 4,5 persen dalam skenario pengurangan risiko atau de-risking yang ekstrem.

Juru bicara IMF, Julie Kozack, dalam konferensi pers saat menjawab pertanyaan Xinhua seperti dikutip Antara, mengatakan pihaknya melihat beberapa tanda-tanda awal dari de-risking dan fragmentasi pada data yang mereka amati.

Penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) tertentu semakin mengalir di antara negara-negara yang memiliki keselarasan geopolitik, rantai pasokan memanjang, dan ada peningkatan bertahap dalam pembatasan perdagangan selama sekitar lima tahun terakhir atau lebih.

Riset terbaru yang dirilis dalam Proyeksi Ekonomi Regional untuk Asia dan Pasifik IMF pada Oktober 2023, Kozack mengatakan IMF mengamati implikasi ekonomi dari strategi de-risking.

"Ditemukan bahwa mungkin ada hambatan pada pertumbuhan dari beberapa strategi ini. Sebagai contoh, studi tersebut menemukan bahwa PDB global berpotensi turun 1,8 persen dalam beberapa skenario tertentu," ujar Kozack.

Dalam skenario yang lebih ekstrem, yakni skenario reshoring penuh, PDB global berpotensi turun 4,5 persen. Reshoring merupakan strategi memindahkan kembali bisnis manufaktur perusahaan di luar negeri ke negara asal.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, dalam wawancara dengan CNN belum lama ini mengingatkan kalau membiarkan fragmentasi ekonomi global terus berlanjut pada akhirnya berpotensi menurunkan PDB global secara lebih signifikan.

"Jadi, sebaiknya kita semua mencari cara untuk mengurangi gesekan, berkonsentrasi pada masalah keamanan yang nyata dan berarti, dan tidak secara serampangan memecah belah ekonomi dunia. Kita akan berakhir dengan hasil yang lebih kecil," kata Georgieva.

Hitung Ulang

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan perubahan strategi perdagangan terutama di era proteksionisme dan fragmentasi akan menimbulkan implikasi langsung bagi Indonesia.

Produsen yang bergantung pada bahan baku impor misalnya perlu menghitung ulang antara biaya impor dan biaya ketidakpastian pasokan akibat fragmentasi.

"Bisa jadi produsen akan memandang impor bahan baku perlu dikurangi signifikan dan lebih memperbesar porsi bahan baku alternatif lokal," ungkapnya.

Selain itu, perlu mengantisipasi implikasinya bagi pelaku usaha yang berorientasi ekspor, karena aturan standardisasi dan sertifikasi untuk masuk ke pasar negara yang memberlakukan proteksionisme.

"Di sini, peran dari pemerintah untuk memitigasi risiko melalui pendekatan secara bilateral dibanding multilateral," katanya.

Selain itu, pemerintah harus memperbesar posisi tawar agar negara yang sedang melakukan proteksi tidak mempengaruhi batasan barang yang dikirim dari Indonesia," pungkas Bhima.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top