'Food Estate' Perlu Libatkan Aspek Sosial Budaya
Ilustrasi: Pertanian di kawasan Food Estate di Kabupaten Pulang Pisau, beberapa waktu lalu.
Foto: ANTARA/Muhammad Arif HidayatJAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan pengembangan food estate perlu melibatkan aspek sosial budaya yang dinilai menjadi salah satu kunci dalam mengatasi tantangan yang dihadapi.
Peneliti Senior Pusat Riset Kependudukan BRIN Subarudi menilai pengembangan food estate yang tidak memperhatikan aspek sosial dan budaya masyarakat berisiko mengalami kegagalan serta menimbulkan efek buruk bagi ekosistem.
"Tantangan dalam implementasi program food estate salah satunya adalah kesesuaian lahan dan dampak lingkungan. Jika tidak dikelola dengan benar, pengembangan lahan besar-besaran berisiko terhadap kerusakan ekosistem," kata Subarudi dalam keterangannya di Jakarta, Senin (28/10).
Selain itu, menurut dia, keterlibatan aktif petani lokal juga menjadi kunci keberhasilan. "Tanpa pemberdayaan dan dukungan yang memadai, petani bisa terpinggirkan dalam proyek," ujarnya.
Dengan program tersebut, Subarudi mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pemilihan tanaman. Dengan demikian, tanaman tumbuh sesuai lingkungan di mana mereka hidup dari alam serta tidak dibatasi.
Subarudi menuturkan pengembangan food estate perlu menerapkan pendekatan multidisiplin dan harus ada kesadaran ekologi serta solusi perlindungan lahan produktif pangan.
"Untuk pelaksanaan program itu harus ada pendekatan antropologi. Jangan sampai implementasi program ini mengorbankan hal yang lebih besar. Dalam hal ini dampak ekologi, kemudian sistem sosial, budaya, sosial ekonomi, serta sosial budaya masyarakat," katanya.
Sementara itu, peneliti PRK BRIN lainnya Ary Widiyanto mendorong peninjauan kembali kebijakan pangan nasional melalui food estate, termasuk mengkaji faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang dinilai sebagai faktor kunci kesuksesan program tersebut.
Peninjauan itu juga termasuk untuk mencegah potensi konflik antara pengelolaan dengan masyarakat atau antarmasyarakat apabila tidak melibatkan aspek sosial dan budaya. "Tanpa perencanaan dan pelaksanaan yang tepat maka akan terjadi kerugian ekologi pasti," ujarnya. Ant/S-2
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu