Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Konsumen | Edukasi kepada Nasabah Peminjaman secara Daring Ditingkatkan

"Fintech" Perlu Antisipasi Risiko

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pelaku industri layanan jasa keuangan berbasis teknologi informatika atau fintech pinjaman atau Peer to Peer lending (P2P) harus memiliki sistem informasi dan teknologi andal. Hal itu dimaksudkan agar dapat melindungi data pribadi nasabah dari pencurian oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Industri fintech pinjaman online yang saat ini berkembang pesat di Indonesia. Untuk itu harus disiapkan berbagai antisipasi terhadap berbagai tantangan yang dihadapi," kata pengamat ekonomi digital dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, dalam siaran pers di Jakarta, Senin.

Menurut Fithra, agar keberlangsungan industri fintech pinjaman online terus terjaga maka perlu antisipasi kemungkinan pencurian data dengan melindungi server dan data nasabah. "Peningkatan standar enkripsi menjadi salah satu poin penting yang harus segera dilakukan," ujarnya.

Tantangan lainnya yang juga berpotensi terjadi pada industri fintech pinjaman online adalah ancaman kegagalan pembayaran.

"Perlu edukasi nasabah pinjaman online agar meminjam sesuai kebutuhan dan juga memperhitungkan kemampuan membayar sesuai dengan perjanjian yang sudah disetujui bersama dengan penyedia jasa," ujarnya.

Seperti diketahui, saat ini, fintech yang melayani pinjaman (P2P lending) tengah menjadi sorotan menyusul meninggalnya salah satu nasabah pinjaman online di daerah Tegal Parang, Jakarta Selatan pada Februari lalu.

Seorang pengemudi taksi daring bernama Zulfandi (35) ditemukan tewas gantung diri setelah diduga tak kuat menghadapi pola penagihan akibat pinjaman online. Melalui sepucuk surat yang dia tulis sebelum melakukan aksinya, Zulfandi meminta kepada OJK dan pihak berwajib untuk memberantas pinjaman online.

Rentenir "Online"

Bahkan, sejumlah pihak menuding P2P lending tak ubahnya seperti rentenir berkedok fintech. Selama ini, di balik kemudahan dan kecepatan pemberian fasilitas kredit dari fintech P2P Lending, layanan keuangan nonbank tersebut menetapkan bunga yang cukup besar, bahkan melampaui perbankan. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan aparat penegak hukum diminta dapat lebih tegas dalam rangka mengawasi aktivitas fintech P2P lending.

"Korban bunuh diri beberapa waktu lalu adalah puncak gunung es dari persoalan rentenir online. Yang berwenang harus segera berbenah dan bertindak tegas melindungi masyarakat dari jeratan mereka," kata Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ecky Awal Mucharam, dalam siaran pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Ecky, OJK tak boleh lepas tangan dengan mengatakan bahwa perusahaan pemberi pinjaman tersebut adalah ilegal. Karena itu, baik OJK maupun aparat harus dapat proaktif.

"Baik OJK maupun aparat penegak hukum harus lebih proaktif dan saling berkoordinasi memburu perusahaan-perusahaan fintech ilegal tersebut, sebab masyarakat sulit mencari tahu mana yang legal atau ilegal," jelasnya.

Apalagi, dia mengingatkan bahwa permasalahan rentenir daring sudah memakan korban banyak. Pada 2018, LBH menerima sekitar 1.300 aduan dan diperkirakan jumlahnya bisa lebih banyak lagi.mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top