Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Konsumen - Indonesia Perlu Mitigasi Risiko Berkenaan Perkembangan “Fintech” Ilegal

"Fintech" Ilegal Berkembang Pesat

Foto : ANTARA/AUDY ALWI

Petugas stan Tunaiku melayani pengunjung yang ingin mengetahui produk teknologi dalam bidang keuangan pada konferensi dan pameran produk teknologi Tech in Asia Product Development Conference (TIA PDC) 2019, di Jakarta, Rabu (3/7). Kehadiran fintech dapat mendorong perluasan akses pinjaman keuangan kepada masyarakat, khususnya masyarakat terpencil.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Layanan jasa keuangan berbasis teknologi digital atau financial technology (fintech) ilegal terus bertumbuh. Hal itu disebabkan adanya kemudahan dalam pembuatan aplikasi dan tingginya permintaan pembiayaan oleh masyarakat. Namun, perkembangan fintech ilegal yang masih pesat dikhawatirkan bisa mendatangkan risiko terhadap perekonomian nasional.

Karena itu, para otoritas terkait perlu memitigasi risiko dan tantangan berkenaan dengan perkembangan fintech yang begitu cepat. Meskipun telah ada penindakan terhadap fintech ilegal, kemunculan layanan keuangan digital tak berizin kian masif.

Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi kembali menemukan 140 entitas melakukan kegiatan usaha fintech pinjaman atau peer to peer lending (P2P lending), tetapi tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sepanjang 2019, jumlah fintech P2P lending tak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi sebanyak 683 entitas, melampaui catatan setahun penuh pada 2018 sebanyak 404 entitas. Secara total, saat ini, Satgas Waspada Investasi telah menangani 1.087 entitas fintech P2P lending ilegal.

"Meskipun Satgas Waspada Investasi sudah banyak menutup kegiatan fintech peer-to-peer lending tanpa izin OJK, namun tetap saja banyak aplikasi baru yang muncul pada website dan Google Playstore, sehingga masyarakat diminta untuk tidak mengakses atau menggunakan aplikasi Fintech Peer-To-Peer Lending yang tak berizin," ungkap Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing di Jakarta, Rabu (3/7).

Sementara itu, fintech P2P lending yang saat ini terdaftar di OJK berjumlah 99 perusahaan. Daftar aplikasi yang terdaftar tersebut bisa dilihat pada website www.ojk.go.id. Tongam mengatakan, dari temuan ini, Satgas akan meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memblokir website dan aplikasi fintech P2P lending ilegal tersebut.

Selain itu, untuk memutus akses keuangan dari fintech P2P lending ilegal, Satgas sudah meminta kepada perbankan menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi kepada OJK terhadap rekening eksisting yang diduga digunakan untuk kegiatan fintech P2P lending ilegal.

"Satgas juga sudah meminta Bank Indonesia (BI) untuk melarang fintech payment system memfasilitasi fintech peer-topeer lending ilegal, dan menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum," ujar Tongam.

Mitigasi Risiko

Seperti diketahui, fintech merupakan salah satu potensi perekonomian digital di Indonesia ke depan. Sebab, keberadaan fintech diyakini dapat mendorong pendalaman sektor keuangan atau inklusi keuangan sehingga membantu mengakselerasi perekonomian. Kehadiran fintech dapat mendorong perluasan akses pinjaman keuangan kepada masyarakat, khususnya masyarakat terpencil atau yang tidak memiliki rekening bank (unbankables).

Namun, Head of Asia Desk OECD Development Center, Kensuke Tanaka, dalam seminar di Yogyakarta, beberapa waktu lalu, memperingatkan Indonesia perlu memitigasi risiko dan tantangan berkenaan dengan perkembangan fintech yang begitu cepat.

Menurut Kansuke Tanaka, pemerintah perlu membuat aturan dan pengawasan yang tegas soal pinjaman dan peningkatan modal melalui fintech serta perlindungan data dan keamanan siber. "Setiap negara perlu memitigasi risiko dari fintech. Saya melihat banyak negara tidak melakukan itu, termasuk Indonesia," kata Kansuke Tanaka.

mad/YK/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Eko S, Antara

Komentar

Komentar
()

Top