Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Film Samsara Karya Garin Nugroho "Pulang Kampung"

Foto : Koran Jakarta/Haryo Brono

Pertunjukkan film Samsara pada hari ke-11 penyelenggaraan Mega Festival Indonesia Bertutur (Intur) 2024 yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, di Peninsula Island, kawasan Nusa Dua, Badung Bali pada hari Jumat (16/8).

A   A   A   Pengaturan Font

BADUNG - Pada hari ke-11 penyelenggaraan Mega Festival Indonesia Bertutur (Intur) 2024 yang diadakan di Bali, panitia menghadirkan penayangan film "Samsara" karya Garin Nugroho. Ditayangkan di panggung terbuka Peninsula Island, kawasan Nusa Dua, di Kabupaten Badung, Bali mendapat sambutan meriah oleh para pengunjung baik masyarakat Indonesia maupun wisatawan asing.

Film "Samsara" merupakan karya terbaru dari sutradara Garin Nugroho yang telah dipertunjukkan perdana di Esplanade Concert Hall, Singapura, pada 10 Mei 2024. Pemutaran film hitam putih tanpa dialog alias film bisu seolah pulang kembali ke kampung halamannya Bali.

"Samsara" mengambil latar (setting) di Bali di tahun 1930-an sehingga, bercerita tentang seorang pria dari keluarga miskin yang ditolak lamarannya oleh orang tua kaya dari perempuan yang dicintainya. Dia melakukan perjanjian gaib dengan Raja Monyet dan melakukan ritual gelap untuk mendapatkan kekayaan. Namun, dalam prosesnya, ritual ini justru mengutuk istri yang didapat secara mistis hingga anak keduanya menderita.

Menurut Garin sang sutradara tahun 1930-an merupakan era dimulainya pariwisata di Bali. Ketika itu budaya mistis masih sangat kuat di pulau dewata ini, dan bahkan sampai sekarang hal itu masih bisa dijumpai.

"Tahun 1930-an menjadi era yang sangat luar biasa bagi Bali, era turisme pertama dimulai dengan perpaduan kebudayaan yang masih sangat mencolok," kata di tempat tersebut pada hari Jumat (16/8).

Mistisme Bali pada era tersebut diangkat dalam bentuk film kata Garin karena hal ini disukai banyak orang. Bahkan hal itu juga masih sering dialami oleh mereka yang tinggal di Bali sampai sekarang, ujarnya tentang film yang dibintangi aktor Ario Bayu dan Juliet Widyasari Burnet penari keturunan Indonesia-Australia.

"Mistis hidup dalam bentuk seni, mistisme membawa dunia paling dasar manusia. Era mistis itu sampai sekarang pun masih eksis," ujar

Dalam penayangannya, Samsara menampilkan banyak elemen pertunjukan tradisional Bali seperti orkestra gamelan, tari tradisional, topeng, dan wayang. Unsur ini dipadukan dengan musik elektronik digital serta tari dan topeng kontemporer.

Pada Samsara menyajikan pengalaman sinematik yang berani dan mengesankan, serta dengan apik menyatukan bentuk seni, nuansa, dan tradisi Indonesia masa lalu dan kontemporer. Hal ini berkat dukungan pada seniman dan penari ternama Bali, seperti Gus Bang Sada, Siko Setyanto, Maestro tari I Ketut Arini, Cok Sawitri, dan Aryani Willems, dan para penari seperti Komunitas Bumi Bajra.

Tokoh utama pria dalam Samsara Ario Bayu mengatakan, berbeda dengan film lain yang dilakoninya, film Samsara ia tidak perlu menghafal dialog. Namun hal ini justeru menawarkan tantangan atau kesulitan tersendiri karena ia harus berekspresi melalui gerakan tubuh.

Tantangan dalam film ini tidak ada dialog. Oleh karenanya saya harus mengeksplorasi gerakan tubuh saya sesuai dengan cerita," ucapnya.

Direktur Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Ahmad Mahendra, mengatakan istilah samsara adalah sebuah keadaan tumimbal lahir atau kelahiran kembali yang berulang-ulang tanpa henti. Ia berharap kelahiran itu bermula dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik dan terus lebih baik.

"Ini sangat cocok sekali dengan situasi yang di Bali kita saat ini. Jadi kita perlu melihat ini lebih luas ya, makrokosmos itu saja bahwa samsara ini kita butuhkan untuk hari esok yang lebih baik gitu," ujarnya sebelum penayangan film tersebut dimulai.

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, mendukung penuh film tersebut, juga ketika melakukan penayangan perdana di Singapura. Sebagai bentuk dukungan ia hadir di negara tersebut dan saat ini hadir juga dalam penayangan di Bali.

"Kami ingin memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kearifan lokal kita ini soal samsara ini perlu disampaikan kepada masyarakat. Kita ingin, apalagi di zaman sekarang ini yang semua spektrum itu harus kita lihat," ungkapnya.

Ia menilai "Samsara" memiliki narasi, nilai dan pesan yang kuat. Hal ini sejalan dengan misi Indonesia Bertutur Bertutur yaitu menjadi sumber edukasi, pengalaman, dan inspirasi bagi masyarakat, khususnya generasi muda, agar tergerak untuk ikut melestarikan warisan seni dan budaya di seluruh Nusantara.

"Jadi ukuran kita kalau pesan itu sampai kepada penontonnya seperti tadi yang sudah disampaikan oleh Mas Garin. Itu penting, seberapapun jumlahnya (yang menonton). Dukungan media sosial diharapkan dapat menyampaikan pesan film tersebut secara lebih luas," ungkapnya.

Menurut Mahendra film "Samsara" meski tanpa dialog diharapkan dapat dipahami kepada masyarakat. Meski film ini cukup tidak mudah dimengerti apalagi bagi mereka yang bukan orang bali namun memiliki daya tarik yang luar biasa.

"Daya tariknya luar biasa, itu soalnya tidak lazim. Film bisu, yangartfilmnya luar biasa, nanti dilihat ya," ajaknya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top