Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Penerbangan - Menhub Akan Beri Sanksi Lion Air dan Boeing

Fasilitas Perawatan Tak Layak, Rute Penerbangan Harus Dibatasi

Foto : Sumber: PT Garuda Indonesia, PT Lion Mentari Airli
A   A   A   Pengaturan Font

>>Mengapa maskapai yang tidak layak perawatannya diberi izin rute yang banyak?

>>Lion Air dikabarkan mengurangi jam pelatihan pilot dibandingkan dengan maskapai lain.

JAKARTA - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, diminta membatasi pemberian rute maupun jadwal penerbangan pada maskapai yang tidak memiliki fasilitas perawatan pesawat memadai.

Apabila maskapai penerbangan yang memiliki konsesi jadwal dan jalur penerbangan gemuk, seperti PT Lion Mentari Airlines (Lion Air), tetapi tidak memiliki fasilitas perawatan yang layak maka potensi terjadinya kecelakaan akan semakin besar.

Pakar kebijakan dari Universitas Airlangga Surabaya, Falih Suaedi, mengatakan sudah selayaknya Kemenhub mengevaluasi jatah jalur sebuah maskapai, sesuai kemampuan dan kapabilitas sumber daya pilot, sumber daya dan fasilitas pemeliharaan, dan jumlah pesawat.

"Saya setuju kalau Lion Air harus dievaluasi jumlah jalur penerbangannya, mengingat ini industri penerbangan adalah industri yang erat kaitannya dengan keselamatan orang banyak. Sangat konyol kalau pesawat tidak siap terbang karena masalah teknis, tetap diberi izin take-off," papar dia, ketika dihubungi, Senin (26/11).

Tanpa fasilitas perawatan pesawat yang memadai atau sebanding dengan jumlah pesawat dan frekuensi penerbangan, maka jadwal perawatan menjadi lebih panjang karena harus mengantre. Selain itu, umur kelayakan pesawat menjadi lebih pendek karena menjadi lebih jarang diservis.

"Publik pasti bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya? Mengapa maskapai yang tidak layak perawatannya, tapi diberi izin rute yang banyak di jalur-jalur gemuk pula. Ini tidak boleh didiamkan," tukas Falih.

Sebelumnya, sejumlah kalangan menyatakan bagi maskapai penerbangan, seperti Lion Air, mendapatkan konsesi jadwal dan jalur penerbangan gemuk merupakan sumber uang atau pendapatan yang besar.

Meski begitu, pemberian jadwal penerbangan merupakan fasilitas negara yang wajib disertai dengan syarat keamanan tertinggi. Sebab, nyawa manusia tidak bisa dihargai murah demi mengejar keuntungan bisnis semata.

Pemerintah sebagai pemberi fasilitas rute dan jadwal penerbangan menjadi ikut bertanggung jawab atas kecerobohan keselamatan penerbangan airliners yang mengabaikan keselamatan demi mengejar frekuensi trayek dan laba.

Contoh buruknya standar perawatan Lion Air sempat diwartakan oleh The New York Times (NYT). Media asing itu memaparkan, salah satu pilot Lion Air, Kapten Hasan Basri, mengatakan dua tahun lalu dia memeriksa buku catatan, dan menemukan radar cuaca yang terletak di bagian hidung pesawatnya tidak berfungsi.

Seharusnya masalah itu selesai diperbaiki dalam waktu 10 hari, namun Hasan mengatakan bahwa maskapai itu memiliki kebiasaan memindahkan radar yang rusak ke pesawat lain.

Lion Air dikabarkan juga mengakui telah mengurangi jam pelatihan pilot dibandingkan dengan maskapai lain. Maskapai Garuda Indonesia melatih pilot mereka untuk menerbangkan pesawat Boeing Max-8 dengan simulator khusus di Singapura, sedangkan pilot Lion Air hanya mengambil program belajar online selama tiga jam.

Menjatuhkan Sanksi

Terkait dengan kecelakaan pesawat Lion Air tipe Boeing 737 Max-8 bernomor registrasi PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 jurusan Jakarta-Pangkalpinang beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, akan menjatuhkan sanksi kepada 3 pihak, yaitu Lion Air, pilot, dan produsen pesawat.

"PT Lion Mentari Airlines kita jatuhkan sanksi karena sebagai perusahaan maskapai yang mungkin lalai sehingga terjadi kecelakaan. Kedua, personel penerbangan yang terkait langsung dengan kecelakaan pesawat Lion Air. Dan ketiga, Boeing Airplanes selaku produsen pesawat udara tipe Boeing 737 Max 8," kata Budi, Senin. SB/mza/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top