Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Evaluasi Hotel Tempat Karantina

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Artis kondang Nikita Mirzani marah-marah terkait kewajiban karantina yang sedang dijalani. Marah bukan tidak setuju dengan karantina, tetapi marah dengan manajemen hotel bintang lima tempat ia dikarantina selama delapan hari seusai melakukan perjalanan dari luar negeri.

Dalam isntagram story-nya, Nikita menyebutkan bahwa dirinya tidak mau melawan peraturan yang sudah dibuat pemerintah. Makanya saat diwajibkan karantina selama delapan hari sepulang dari Turki, itu pun ia lakukan. Ia hanya minta pihak manajemen hotel bintang lima tempatnya menginap memberlakukan manusia layaknya seperti manusia.

Saat di Bandara, tarif hotel selama karantina delapan hari sebesar 17 juta rupiah. Namun anehnya, saat tiba di lokasi hotel, tarifnya berubah menjadi 22 juta rupiah. Ia semakin kesal lantaran pelayanan yang ia terima tidak seperti pelayanan standard hotel bintang lima.

"Tidak bisa menghirup udara luar. Makanannya busuk. Udh hotel mahal tapi disuruh nyuci piring sendiri. Lalu kamar hotel pun panas. Tepat nya pengap. Hotel nya aja bintang 5 tapi makan nya ga enak. Klo ga boleh gofood kalian masak yang enak. Sesuai sama harga hotel yah sudah dibayarkan. Yang kalian kasih makanan itu manusia bukan sejenis jin atau hewan," tulis Nikita.

Mendadak kemarahan Nikita ini menjadi viral. Beritanya ramai di beberapa media. Sebagian besar komentar mendukung apa yang dikemukakan Nikita. Bahkan beberapa penulis komentar mengalami apa yang dialami artis "panas" tersebut.

Seorang wanita Surabaya yang tinggal di Jerman mengeluhkan kewajiban karantina yang harus ia jalani. Menurutnya, ia tidak perlu karantina di Jakarta, karena tujuan akhirnya Surabaya. Jakarta hanya transit. Kenapa harus karantina di Jakarta, bukan di Surabaya saja.

Wajar ia berucap seperti itu karena di hotel bintang tiga tengah kota Jakarta tempatnya menginap, tidak boleh pesan makanan dari luar kecuali kiriman kerabat yang masak dari rumah. Sementara ia tidak punya kerabat di Jakarta. Akhirnya ia hanya menunggu makanan hotel yang menurutnya kurang layak.

Selama karantina ia hanya di dalam kamar. Ke lobi pun tidak diperbolehkan. Jatah makan diantar ke kamar. Dan yang bikin dia jengkel, hotel tempatnya menginap tidak mempunyai ruang terbuka yang bisa ia gunakan untuk mandi matahari atau pun menghirup udara segar.

Dari kejadian ini pemerintah seharusnya cepat tanggap. Turun rangan dengan mengevaluasi lagi pilihan hotel yang ditawarkan untuk karantina. Beri sanksi kepada hotel yang mengambil untung di tengah duka pandemi Covid-19. Dan di setiap hotel yang masuk dalam daftar sebagai tempat karantina, harus ada perwakilan pemerintah atau setidaknya dari Satgas Covid-19 agar kejadian yang dialami Nikita Mirzani dan beberapa orang lain bisa segera diatasi.

Kejadian yang dialami Nikita kemungkinan besar juga dialami oleh warga negara asing (WNA) yang wajib menjalani karantina. Mereka tidak menuliskannya di media sosial, tetapi jika benar ia mengalami, pasti ia ceritakan ke orang-orang lain secara pribadi. Ujung-ujungnya citra Indonesia tercoreng juga.

Kita semua tahu bahwa di masa pandemi sekarang ini hampir semua sektor mengalami kesulitan, begitu juga sektor perhotelan. Dengan dijadikan tempat karantina saja seharusnya pihak hotel bersyukur karena itu artinya ada harapan tamu menginap.

Kalau sudah ada tamu menginap, perlakukanlah dia bak raja. Jangan malah ambil untung sebesar-besanya, menaikkan tarif seenaknya tetapi dengan mengurangi pelayanan. Kalau itu yang mereka lakukan, yakinlah bisnis hotel tidak hanya sepi di masa pandemi, tetapi juga setelah pandemi ini berlalu, setidaknya bagi hotel yang mengambil kesempatan di tengah kesusahan.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : M. Selamet Susanto

Komentar

Komentar
()

Top