Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesehatan Mata

Epidemi Rabun Jauh Sedang Dialami Anak-anak di Seluruh Dunia

Foto : Wikimedia
A   A   A   Pengaturan Font

Anak-anak di dunia saat ini sedang mengalami epidemi rabun jauh (miopi) akibat kebiasaan yang berubah. Berbagai metode telah dilakukan karena jika dibiarkan, epidemi ini dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius seperti ablasi retina, degenerasi makula, glaukoma, dan bahkan kebutaan permanen.

Pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan anak-anak dan berlanjut sampai sekarang. Mereka seolah tidak lagi memiliki ruang kelas dan taman bermain. Keduanya digantikan oleh pertemuan virtual melalui perangkat digital sehingga waktu mereka dihabiskan anak-anak untuk fokus pada layar dan objek dekat lain di sekitarnya.

Waktu yang dihabiskan di luar ruangan menurun drastis. Pergeseran ini menyebabkan perubahan penting pada anatomi anak-anak. Pada bola mata mereka menjadi memanjang agar lebih mampu mengakomodasi tugas-tugas penglihatan pendek.

Penelitian demi penelitian, mulai dari Eropa hingga Asia, mendokumentasikan perubahan ini. Sebuah analisis dari Hong Kong bahkan melaporkan adanya peningkatan hampir dua kali lipat dalam kejadian bola mata yang meregang secara patologis di antara anak-anak berusia enam tahun dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi.

Pemanjangan ini meningkatkan kejernihan gambar jarak dekat pada retina, lapisan peka cahaya di bagian belakang mata. Namun hal ini juga membuat objek yang jauh tampak buram, sehingga menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai miopi atau rabun jauh.

Meskipun kacamata korektif biasanya dapat mengatasi masalah ini dan memungkinkan anak-anak misalnya melihat papan tulis atau membaca dari jarak jauh, miopi yang parah dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius seperti ablasi retina, degenerasi makula, glaukoma, dan bahkan kebutaan permanen.

Miopi sebenarnya telah melonjak jauh sebelum pandemi Covid-19. Proyeksi yang banyak dikutip pada pertengahan tahun 2010-an menunjukkan bahwa miopi akan mempengaruhi separuh populasi dunia pada pertengahan abad ini, yang secara efektif akan menggandakan angka kejadian dalam waktu kurang dari empat dekade.

"Kini, prediksi yang mengkhawatirkan tersebut tampaknya terlalu sederhana," kata Neelam Pawar, dokter spesialis mata anak di Aravind Eye Hospital di Tirunelveli, India. "Saya tidak berpikir jumlahnya akan berlipat ganda," katanya. "Ini akan menjadi tiga kali lipat," dikutip dari nature.com.

Banyak penelitian telah menunjukkan solusi sederhana untuk mengendalikan arus ini adalah lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan selama masa kanak-kanak saat perubahan struktur mata paling mungkin terjadi.

Percobaan acak di Asia timur menunjukkan bahwa waktu istirahat tambahan di luar ruangan selama satu jam setiap hari dapat mengurangi kejadian rabun dekat. Namun terbukti sulit untuk menerapkan perubahan tersebut secara konsisten terutama di masyarakat yang sangat menekankan prestasi akademis atau di daerah perkotaan dengan akses terbatas terhadap ruang hijau yang aman.

"Mengajak anak-anak pergi ke luar ruangan adalah hal yang sulit," kata Nathan Congdon, dokter mata di Queen's University Belfast, Inggris, yang telah bekerja di Tiongkok selama hampir 20 tahun.

Oleh karena itu, para peneliti berupaya mencari cara untuk menghadirkan suasana luar ruang kelas kaca, perlengkapan pencahayaan khusus, wallpaper bertema alam, dan kacamata yang memancarkan cahaya intervensi yang tidak memerlukan perbaikan dalam perilaku anak, sistem pendidikan, atau teknik pengasuhan anak. Mereka juga menjajaki intervensi berbasis cahaya dan farmasi lainnya.

Beberapa dari pendekatan ini menunjukkan harapan. Namun ada hambatan dalam pengujiannya seperti para peneliti tidak sepenuhnya memahami apa yang dimaksud dengan paparan di luar ruangan yang membantu mencegah miopi. Sementara uji klinis masih bersifat pendahuluan dan banyak penelitian pada hewan masih belum meyakinkan.

"Pemahaman yang lebih kuat akan membantu para ilmuwan mengembangkan pengobatan yang lebih baik," kata Christine Wildsoet, ahli optometri di University of California, Berkeley. "Karena setelah kita mengetahui ciri-ciri utamanya," katanya, "kita bisa membawa beberapa di antaranya ke dalam ruangan," imbuh dia.

Saat berkembang, mata terus-menerus menyesuaikan bentuknya sebagai respons terhadap isyarat visual tertentu. Jika isyarat tersebut menunjukkan bahwa mata terlalu pendek, maka mata akan meregang untuk memfokuskan objek. Sebaliknya, jika mata terlalu panjang, ia akan menerima sinyal "berhenti" yang penting untuk mencegah miopi.

Sumber sinyal berhenti ini telah menjadi bahan perdebatan di komunitas riset miopi. Penelitian pada monyet, tikus pohon, dan ayam semua model hewan yang umum untuk penelitian miopi menunjukkan pelepasan neurotransmitter dopamin di bagian belakang mata sebagai pemicunya. Kadarnya semakin meningkat sebagai respons terhadap tingkat cahaya sekitar yang tinggi yang ditemukan di lingkungan yang diterangi matahari.

Penyebab dan Solusi

Namun teori alternatif menyatakan bahwa manfaat perlindungan dari paparan di luar ruangan mungkin kurang terkait dengan cahaya dan lebih terkait dengan pola keburaman yang dialami retina dalam lingkungan visual yang berbeda.

"Lanskap visual di luar ruangan kaya dan bertekstur, dan elemen-elemennya biasanya dilihat dari jarak yang sangat jauh sehingga beragam detail menyatu menjadi gambar yang lebih seragam. Keseragaman fokus inilah yang menyebabkan mata berhenti tumbuh," kata Ian Flitcroft, dokter spesialis mata anak di Pusat Penelitian Mata Irlandia di Dublin. "Sinyal 'berhenti' yang efektif adalah saat seluruh retina melihat gambar yang jelas," tambah dia.

Sebaliknya, ruang interior dipenuhi tumpukan benda-benda dengan jarak berbeda-beda, dikelilingi oleh dinding datar yang biasanya kurang detail. Kondisi seperti itu memerlukan penyesuaian fokus yang konstan, yang menurut Flitcroft, menghilangkan sinyal "berhenti" yang diperlukan retina untuk mengatur pertumbuhan mata yang sehat.

Pergi keluar rumah menawarkan manfaat sinar matahari yang cerah dan pengalaman visual yang diperkaya di ruang terbuka lebar ditambah dengan bonus aktivitas fisik dan peningkatan kesejahteraan. Namun hanya sedikit tempat yang berhasil mendorong anak-anak untuk lebih sering keluar rumah.

Pada 2010, pejabat kesehatan masyarakat di Taiwan memperkenalkan program yang disebut "Tian-Tian 120", yang berarti setiap hari 120. Anak-anak didorong untuk melakukan aktivitas selama minimal dua jam di luar ruangan setiap hari. Langkah ini diakui secara luas karena berhasil mengendalikan laju peningkatan miopi yang pesat di wilayah ini.

Meskipun terdapat sedikit peningkatan kasus miopi di Taiwan selama pandemi, peningkatan ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan wilayah Asia timur lainnya pada saat itu.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Pei-Chang Wu, seorang ahli bedah retina dan spesialis miopia di Rumah Sakit Memorial Kaohsiung Chang Gung di Taiwan, program luar ruangan tampaknya tidak berdampak buruk pada nilai ujian siswa dalam matematika, membaca atau sains, yang masih termasuk yang tertinggi di dunia.

Namun hingga saat ini, Taiwan merupakan pengecualian. Wilayah lain di Asia, dimana angka miopi termasuk yang tertinggi di dunia, belum mencapai keberhasilan serupa, dan sebagian besar wilayah terus memprioritaskan pengobatan miopi dibandingkan upaya kesehatan masyarakat untuk mencegahnya.

"Tentu saja ada banyak penekanan pada intervensi klinis saat ini," kata Ian Morgan, peneliti miopi di Australian National University di Canberra. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top