Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Neraca Perdagangan

Eksportir Diminta Diversifikasi Pasar

Foto : ANTARA/Muhammad Adimaja
A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Diversifikasi pasar dinilai menjadi salah satu upaya efektif menggenjot ekspor guna membantu meningkatkan cadangan devisa dan mengurangi tekanan terhadap rupiah. Karenanya, para eksportir diminta fokus menggarap pangsa pasar nontradisional, seperti ke Selandia Baru, Afrika, dan Eropa Timur, di saat negara tujuan utama ekspor tengah lesu, termasuk di Amerika Serikat (AS).

"Eksportir DIY terlalu tergantung sama satu dua negara tujuan. Kami melihat Selandia Baru, Afrika, dan Eropa Timur itu pangsa pasar bagus, maka ini bagaimana kami dan pemerintah membantu para eksportir untuk memasuki pasar itu," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Budi Hanoto di Kota Yogyakarta, kemarin.

Budi mengatakan diplomat di sejumlah negara nontradisional saat ini sudah diaktifkan menjadi market intelligence guna memahami peluang ekspor. Namun, para eksportir diminta harus pro aktif, terutama dalam menyiapkan produk sesuai pesanan negara-negara tersebut dengan kualitas dan harga bersaing.

"Contohnya industri tekstil, seperti pakaian jadi, kerajinan, dan fesyen itu kan merupakan komoditas utama ekspor DIY, itu mesti kita jadikan motor. Dan itu laku di pasar-pasar yang saya sebutkan tadi," jelasnya.

Dalam logika ekonomi, marketing intelligence adalah sebuah strategi yang dapat dilakukan oleh semua perusahaan untuk memperoleh informasi dengan pengumpulan data dan analisis pasar yang sesuai dengan keadaan pasar saat ini. Dimana informasi yang diperoleh dalam marketing intelligence ini akan diolah dalam sistem informasi pemasaran.

Mampu Bertahan

Sementara itu, tergerusnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, menurut Budi, tidak terlalu mempengaruhi ekonomi DIY karena impor masih bisa ditutupi dengan nilai ekspor. Kebutuhan impor DIY pun saat ini terbesar hanya pada bahan baku saja, bukan pada barang konsumsi atau yang lain.

Dengan demikian, para pelaku usaha cenderung masih mampu bertahan. "Jogja (Yogyakarta) tenang, tidak terpengaruh gejolak dunia. Pertumbuhan impor masih ada diangka 5-6 persen dan ekspor kita juga masih cukup tinggi pertumbuhannya, jadi dengan pelemahan kurs ini kita harus memanfaatkannya dengan mendorong ekspor," jelasnya.

YK/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top