Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Komoditas Global I Harga CPO Kalah Bersaing dengan Minyak Kedelai

Ekspor Minyak Sawit Turun 8,3%

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan olahannya turun seiring anjloknya permintaan sejumlah negara tujuan utama. Penurunan permintaan disebabkan CPO salah satunya karena berlimpahnya pasokan minyak nabati lainnya, terutama dari kedelai di negara tujuan utama.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat ekspor minyak sawit dan olahannya pada Mei lalu turun 8,3 persen bulan sebelumnya (mtm) menjadi 2,4 juta ton. Ekspor CPO turun 15 persen atau 96.000 ton menjadi 515.000 ton, sedangkan olahan CPO turun 8,6 persen atau 139.000 ton menjadi 1,46 juta ton. Untuk PKO dan olahan PKO, ekspornya tumbuh sekitar 10 persen atau 13.000 ton secara mtm menjadi 142.000 ton, sementara oleokimia tumbuh tipis 0,3 persen atau 1.000 ton menjadi 312.000 ton.

"Penurunan ekspor terutama terjadi pada refined palm oil yang secara umum disebabkan oleh selisih harga minyak sawit dengan minyak kedelai yang kecil," kata Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (9/7).

Mukti merinci penurunan ekspor CPO pada Mei terbesar terjadi dengan tujuan Tiongkok sebesar 21 persen atau 87.700 ton; Uni Eropa sebesar 16,62 persen atau 81.500 ton; Pakistan turun 23,4 persen atau 47.000 ton; ke India sebesar 9,2 persen atau 38.600 ton.

Menurut dia, penurunan ekspor ke Tiongkok disebabkan meningkatnya pabrik "oilseed crushing" khususnya untuk kedelai yang cukup besar sehingga pasokan minyak nabati Tiongkok masih tinggi.

Meskipun terjadi penurunan ekspor, ada beberapa negara tujuan ekspor yang menunjukkan kenaikan seperti Mesir yang naik 81 persen (42.000 ton) dari ekspor April 2020, Ukraina -meningkat 99 persen (31.000 ton), Filipina naik 73 persen (29.000 ton), Jepang sebesar 35 persen (19.000 ton) dan ke Oman sebesar 85 persen (15.000 ton).

Ada pun untuk harga CPO masih menunjukkan penurunan dari rata-rata 564 dollar AS pada bulan April menjadi 526 dollar AS per ton-Cif Rotterdam pada Mei. Demikian juga dengan nilai ekspornya turun 165 juta dollar AS menjadi 1,47 miliar dollar AS.

Mukti menjelaskan permintaan minyak nabati dunia diperkirakan mulai naik, seiring dengan kegiatan perekonomian Tiongkok, India dan sejumlah negara lain yang mulai pulih. "Kegiatan ekonomi Indonesia juga sudah mulai pulih sehingga kedepan permintaan minyak sawit untuk pangan juga akan naik mengikuti permintaan oleokimia dan biodiesel," kata Mukti.

Mulai Pulih

Pada kesempatan lain, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kasan menyampaikan permintaan produk sawit dunia mulai naik, yang ditandai dengan kenaikan harga CPO pada Juli lalu menjadi 662 dollar AS dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 569 dollar AS.

"Saya kira di situasi Covid-19 ini, negara tujuan ekspor yaitu Tiongkok sudah mulai ke arah pemulihan, kemudian indikasinya adalah harga Bulan Juli untuk referensi pungutan sawit dibandingkan Juni itu perlahan naik," kata Kasan di Jakarta, Kamis (9/7).

Menurut Kasan, permintaan juga akan naik seiring dengan memulihnya beberapa negara tujuan ekspor sawit RI yakni India, Pakistan, dan Bangladesh, dari dampak Covid-19. Adapun negara-negara yang menyerap sawit asal RI paling besar yaitu India, Tiongkok, Pakistan, Bangladesh, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top