Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Nilai Tukar - Ikuti The Fed, BI Diperkirakan Naikkan Bunga Lima Kali Tahun Ini

Ekspor Mesti Diperkuat untuk Perbaiki Rupiah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

>>Ekspor perlu didorong guna mengantisipasi gejolak eksternal seperti kenaikan bunga AS.


>>Tekan impor pangan, pemerintah perlu terapkan tarif tinggi untuk lindungi petani RI.

JAKARTA - Upaya memperbaiki kurs rupiah dinilai tidak cukup hanya melalui kebijakan moneter jangka pendek, seperti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu habis-habisan mendukung industri ekspor agar mampu menghimpun cadangan devisa yang memadai.


Selain itu, untuk mengurangi defisit perdagangan dan permintaan dollar AS, Indonesia mesti serius memangkas kebergantungan pada impor, terutama pangan dan barang konsumsi, yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.


Direktur Pusat Studi Massa (PSM) Yogyakarta, Irsad Ade Irawan, mengemukakan untuk memperbaiki kurs rupiah secara berkelanjutan diperlukan kombinasi kebijakan moneter dan sektor riil yang kuat.


"Selain menaikkan bunga acuan mengimbangi kenaikan bunga Amerika Serikat (AS), BI juga mesti fokus menyalurkan kredit untuk sektor riil yang produktif dan berorientasi ekspor," ujar dia, ketika dihubungi, Selasa (19/6).


Menurut Irsad, Indonesia harus serius mendorong ekspor non-migas guna menekan defisit perdagangan dan menjaga agar devisa negara tidak banyak terkuras.

Pada saat yang sama, pemerintah mesti mengurangi impor, khususnya pangan, dengan menerapkan tarif impor tinggi sesuai dengan tingkat subsidi yang diberikan oleh pemerintah negara eksportir.


"Selama ini, petani kita kalah bersaing dengan pangan impor karena petani negara eksportir menerima subsidi dari pemerintahnya. Rata-rata subsidinya bisa mencapai 30 persen. Maka kita juga mesti menerapkan tarif impor sebesar itu," papar dia.


Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan industri yang berorientasi ekspor perlu didorong guna mengantisipasi gejolak eksternal seperti kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, Federal Fund Rate atau FFR.


"Kami arahkan supaya ekspor dari industri dan pariwisata bisa menggantikan peran komoditas," kata Bambang.


Dia menjelaskan kenaikan FFR menyebabkan arus modal asing keluar (capital outflow) dari pasar keuangan Indonesia sehingga memberikan tekanan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

"Itu lebih banyak kepada defisit transaksi berjalan. Jadi kita butuh sekian, kita kan ada kebutuhan dana terutama dollar AS, tetapi inflow yang masuk mungkin waktu itu kalah sama outflow-nya," jelas dia.


Bambang mengatakan bahwa arus modal masuk (capital inflow) berasal dari tiga sumber, yaitu ekspor, portofolio jangka pendek, dan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment/FDI).


"Artinya, kalau ekspor tidak terlalu bagus, harus didorong di FDI dan inflow yang portofolio tadi salah satunya dari tingkat bunga BI," kata dia.

BI selama Mei 2018 telah dua kali menaikkan suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.


Langkah Antisipasi


Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, memperkuat sinyal bahwa bank sentral akan kembali menaikkan suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 27-28 Juni mendatang.


Perry, dalam pernyataan Selasa (19/6), mengatakan kebijakan tersebut bertujuan mengantisipasi terhadap dampak kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Sentral AS, The Fed, pada 13 Juni lalu.

Selain itu, juga sebagai langkah antisipasi atas kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) yang pekan lalu memutuskan untuk menahan bunga acuan dan menghentikan pembelian obligasi pada akhir tahun ini.


Pelaku pasar menilai BI perlu menaikkan suku bunga acuan lagi. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi kenaikan FFR, yang diprediksi akan dilakukan empat kali sepanjang tahun ini, dan tiga kali lagi tahun depan.


Pekan lalu, The Fed untuk kedua kalinya dalam tahun ini menaikkan FFR menjadi di kisaran 1,75-2,00 persen.

Oleh karena itu, kenaikan bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate, diperlukan guna menjaga agar spread dengan FFR tidak makin menyempit sehingga akan memicu capital outflow dan tekanan depresiasi terhadap rupiah.


BI diperkirakan menaikkan bunga acuan hingga lima kali dalam tahun ini. Oleh karena itu, apabila BI benar-benar kembali menaikkan bunga acuan bulan ini maka masih ada tambahan dua kali kenaikan bunga lagi.


Bunga acuan BI ditaksir akan berada di level 5,5 persen pada akhir tahun ini. Sebelumnya, pelaku usaha memperkirakan bunga acuan BI bakal dinaikkan hingga ke tingkat 5,25 persen sepanjang 2018. ahm/YK/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top