Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Pemerintah I Kondisi Perekonomian Global Masih Berat

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,03 Persen pada Triwulan I-2023

Foto : ISTIMEWA

AIRLANGGA HARTARTO Menko Perekonomian - Kondisi ekonomi global masih berat, kita lihat dampak inflasi relatif masih tinggi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada triwulan I-2023.

Demikian dikatakan Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Edy Mahmud, dalam Pengumuman Rilis Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2023, di Jakarta, Jumat (5/5).

Seperti dikutip dari Antara, Edy mengungkapkan produk domestik bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) pada kuartal pertama tahun ini tercatat sebesar 2.961,2 triliun rupiah, sementara PDB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar 5.071,7 triliun rupiah.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, optimistis pertumbuhan ekonomi RI di tahun 2023 akan sesuai dengan proyeksinya, yaitu di level 5,3 persen meski memasuki tahun politik.

"Kondisi ekonomi global masih berat, kita lihat dampak inflasi relatif masih tinggi. Kemudian yang kedua tentunya harga komoditas terus melemah, dan ekonomi global cenderung mengalami risiko perlambatan," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Ekonomi, Jakarta, Jumat (5/5).

Dalam enam kuartal, perekonomian Indonesia tumbuh di atas 5 persen yang menunjukkan perekonomian nasional masih solid.

"Kita lihat juga pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar tiga juta orang dibandingkan Februari 2022, dan juga terjadi penurunan tingkat pengangguran besar 0,41 juta dari 8,4 juta menjadi 7,9 juta orang," katanya.

Seluruh komponen pengeluaran mengalami pertumbuhan positif, seperti ekspor yang masih tumbuh 11,68 persen yoy, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,54 persen, dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 2,11 persen.

"Pengeluaran konsumsi pemerintah juga kembali tumbuh di 3,99 persen, artinya pertumbuhan serapan anggaran juga relatif baik," katanya.

Industri Pengolahan

Dari sisi supply dari lapangan usaha, sektor industri pengolahan masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB yakni sebesar 18,57 persen dan tumbuh positif 4,43 persen, yang ditopang oleh industri otomotif atau alat angkut, logam atau hilirisasi, makanan minuman, dan berbagai industri produktif lain.

"Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 15,93 persen, dan akomodasi serta makan minum tumbuh 11,55 persen, ini seiring dengan dihentikannya PPKM di akhir 2022 sehingga mobilitas masyarakat meningkat," katanya.

Menanggapi itu, Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu tumbuh 5,03 persen yoy pada kuartal I-2023 sebenarnya bisa dikategorikan under performed alias di bawah kinerja ideal.

Dengan adanya pencabutan PPKM seharusnya konsumsi rumah tangga sebagai komponen penyumbang PDB terbesar tumbuh di atas level 5 persen, namun hanya mampu tumbuh 4,54 persen.

"Artinya, ada penghambat utama masyarakat mengeluarkan uang untuk belanja salah satunya karena tingginya inflasi pada kuartal I-2023, dibarengi dengan kenaikan suku bunga pinjaman hingga ketidakpastian situasi ekonomi global. Masyarakat menengah atas akan lebih responsif dengan tahan belanja karena kondisi makro, sementara menengah bawah masih terjadi tekanan lapangan kerja," ujar Bhima.

Ia menerangkan kinerja ekspor yang tumbuh melambat sebesar -5,4 persen dibanding kuartal IV-2022 perlu diwaspadai karena berpengaruh pada motor pertumbuhan sepanjang 2023. Tahun lalu ada bonanza komoditas disumbang dari crude palm oil (CPO), batu bara, dan barang lainnya.

"Tahun ini, seluruh pelaku usaha dan pemerintah harus mengantisipasi koreksi tajam harga komoditas ekspor. Kita perlu switch ke penguatan pasar domestik dan meningkatkan porsi ekspor manufaktur ke negara-negara alternatif," urai Bhima.

Ia menjelaskan tantangan ekonomi di kuartal II khususnya setelah Lebaran diperkirakan semakin kompleks. Konsumsi rumah tangga bisa saja lebih rendah pada periode berikutnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top