Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proyeksi 2023 I Inflasi di AS Melambat dan Mobilitas di Tiongkok Berangsur Pulih

Ekonomi Global Tunjukkan Tanda-Tanda Menuju Perbaikan

Foto : Sumber: Federal Reserve - AFP
A   A   A   Pengaturan Font

» Kenaikan FFR bulan depan diharapkan lebih kecil dari sebelumnya 25 bps atau 0,25 persen.

» Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan klaim awal tunjangan pengangguran turun.

WASHINGTON - Perekonomian global dinilai sudah mulai menunjukkan tanda-tanda menuju perbaikan. Hal itu terlihat pada sinyal dari dua negara ekonomi terbesar dunia khususnya Amerika Serikat (AS) dengan penurunan inflasi. Begitu pula di Tiongkok sebagai ekonomi terbesar kedua dunia yang mobilitas penduduknya sudah mulai meningkat setelah kebijakan zero Covid-19 ditangguhkan.

Tingkat inflasi tahunan AS pada Desember 2022 mengalami penurunan. Pada Desember 2022, Indeks Harga Konsumen (IHK) di AS mencapai 6,5 persen secara tahunan atau year on year (yoy), turun dari inflasi pada November yang mencapai 7,1 persen. Puncak inflasi tahunan terjadi pada Juni tahun lalu yang mencapai 9,1 persen. Hal itu menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) nampaknya sudah mulai menunjukkan hasil. Penurunan inflasi itu terutama didorong oleh terkoreksinya harga bensin dan kendaraan bermotor.

Data terbaru juga menunjukkan ekspektasi akan laju kenaikan suku bunga FFR ke depan akan menurun. Pejabat the Fed Philadelphia, Patrick Harker, menyambut baik penuruan itu dan berharap kenaikan Fed rate bulan depan lebih kecil dari sebelumnya yakni menjadi 25 basis point (bps).

Guru Besar Keuangan dan Ekonomi Universitas Loyola Marymount di Los Angeles, Sung Won Sohn, menilai langkah yang dilakukan the Fed sudah mulai berbuah meskipun tingkat inflasi tersebut masih jauh dari target 2 persen. "Puncak gunung inflasi sudah dilewati. Pertanyaan sekarang adalah seberapa curam penurunan ke depan," kata Sohn seperti dikutip Reuters, pekan lalu.

Penurunan tersebut merupakan yang pertama sejak Mei 2020. Pada November IHK secara bulan justru naik 0,1 persen. Sebelumnya ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan inflasi pada Desember tidak akan berubah. Ini merupakan bulan ketiga berturut-turun, IHK berada di bawah proyeksi analis.

Hal itu menunjukkan daya beli konsumen naik dan meningkatkan harapan bahwa AS bisa menghindar dari resesi. Tidak termasuk makanan, tempat tinggal, energi, harga konsumen turun selama tiga bulan berturut-turut. "Laporan inflasi ini meningkatkan kemungkinan terjadi soft landing," kata Sinem Buber, Kepala Ekonom ZipRecruiter.

Harga bensin anjlok 9,4 persen setelah turun 2,0 persen di November 2022. Kendati demikian, biaya gas alam naik 3,0 persen, sedangkan listrik naik 1,0 persen. Harga makanan naik 0,3 persen, kenaikan terkecil dalam hampir dua tahun, setelah naik 0,5 persen di bulan sebelumnya.

The Fed pada tahun lalu, telah menaikkan suku bunga 425 basis points (bps) atau 4,25 persen ke kisaran 4,25- 4,50 persen atau tertinggi sejak akhir 2007. Pada Desember, Fed memproyeksikan setidaknya akan ada kenaikan tambahan 75 bps hingga akhir 2023.

Pasar keuangan memperkirakan kenaikan suku bunga 25 bps pada pertemuan the Fed 31 Januari-Februari. Sementara pasar tenaga kerja AS tetap ketat, dengan tingkat pengangguran kembali ke level terendah lima dekade sebesar 3,5 persen pada Desember.

Laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan klaim awal untuk tunjangan pengangguran negara turun 1.000 menjadi 205.000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 7 Januari 2023.

Penetrasi Perdagangan

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira, yang diminta pendapatnyamengatakan indikator ekonomi yang membaik di negara tujuan ekspor utama Indonesia seharusnya menjadi momentum untuk lakukan penetrasi perdagangan.

Apalagi, banyak perusahaan terutama industri tekstil, pakaian jadi dan alas kaki, kata Bhima, marak merumahkan karyawannya karena lesunya permintaan dari pasar Eropa dan AS.

Ketika peluang terbuka kembali, tantangan muncul saat pelaku usaha ingin mengembalikan kapasitas produksi. Mereka membutuhkan modal yang besar, sementara suku bunga naik berdampak ke cost of financing. "Di sini pentingnya intervensi pemerintah dengan memberi fasilitas pembiayaan terjangkau ke pelaku usaha padat karya berorientasi ekspor," ungkap Bhima.

Solusi berikutnya untuk manfaatkan momentum pemulihan ekonomi di negara maju dengan meningkatkan promosi investasi. "Banyak proyek yang bisa dijadikan sebagai pintu masuk investasi, misalnya transisi energi, hingga jasa pariwisata," pungkas Bhima.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top